"Bandi ganteng", jawabnya singkat. Bunga kembali tersenyum simpul namun ada rasa bangga berteman dengan cogan yang juga copet tapi telah mencopet hati Bunga. Diambil hatinya hingga tak bersisa.
Bunga terkaget-kaget manakala teman-temannya menegur dengan suara keras, karena Bunga melamun dalam waktu yang lama. Dua temannya merasa khawatir, jangan-jangan dia jatuh sakit. Atau kesambet hantu sekolah yang terkenal suka jailin anak perempuan. Atau bisa jadi si Bunga kepincut sama si Bandi.
"Hey, kamu tadi tuh ngapain, sih. Ditanya ga jawab, disapa diam saja, diajak makan bala-bala ga respon !", tanya Meranti penuh rasa waswas.
"Bunga, dari tadi kamu hanya terdiam saja. Ngelamun, ya !", tanya Yulianti pun penuh rasa curiga.
"Kayaknya kamu kesambet hati Si Bandi tuh !", tanya temannya berdua kompak.
Dengan rasa canggung campur malu juga seneng karena kedua temannya menyadarkannya dari lamunan yang panjang. Malu kalau ngajak Bandi untuk ngobrol, malu kalau ditemuin temannya. Tapi dia bahagia atas lamunan yang bikin hatinya jadi tenang.
Sambil sedikit grogi, Bunga pun seperti biasa cuap-cuap membela diri alias bersilat lidah karena memang dia atlit pencak silat.
"Gini, tadi tuh hanya sejenak melepas lelah setelah adu otot sama kalian, kan !", jawabnya sedikit nyeleneh.
"Oooo, gitu. Jadi kita yang salah ya. Berantem, adu otot belain Si Bandi", sela Yulianti dengan sikap meledek.
"Ah kamu, bisa saja. Hati mu tuh diambil Si Bandi. Iya, kan !, tanya Meranti sambil kedua tangannya melambangkan hati tepat di dadanya.
"Ih, engga ah. Kamu tahu dari siapa ?", Bunga mendesak tanya.