Mohon tunggu...
Abas Basari
Abas Basari Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi SMA Al Masoem

melakukan apa pun yang bisa, kalau boleh orang lain bahagia

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Berkebun di Rooftop Rumah, Healing Gratis yang Menyenangkan

24 Juli 2022   12:53 Diperbarui: 30 Juli 2022   16:46 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hibiscus rosa sinensis (Dokumentasi pribadi)

Oleh Abas Basari

Hari Minggu, akhir pekan dalam seminggu menunggu saya untuk berkebun di rooftop rumah. Bukan kebun yang besar. Bukan juga kebun yang serba lengkap tanamannya. Bukan juga kebun dengan tanaman yang mahal-mahal. Kebun sederhana di atas rumah. Area kebanggaan saya, tempat menyalurkan hobi juga tempat berjemur saat kondisi pandemi, beberapa waktu yang lalu.

Pagi ini bersama sang mentari pagi memberi nutrisi dan menyapa sahabat-sahabat saya yang telah memberikan suasana istimewa dengan warna-warni dedaunan dan mekar bunga.

Hibiscus rosa sinensis (Dokumentasi pribadi)
Hibiscus rosa sinensis (Dokumentasi pribadi)

Jatah sehari dalam satu minggu digunakan untuk merawat tanaman. Bahagia disambut mereka yang setia menanti. Si hijau ngagedod, 

Filo badak saya menyebutnya. Berdaun agak tebal. Berperawakan kokoh seolah  badak kali ya. Warna hijau yang kuat, urat daun yang tegas, serta bentuk daun yang menyerupai hati memberikan efek sejuk, damai, teduh, serasa di alam bebas. Berliku dan memanjat pada media tiang bambu. Terima kasih filo badak engkau hadir mengisi hati menjadi tenang.

Filo Badak (Dokumentasi pribadi)
Filo Badak (Dokumentasi pribadi)

Menyiangi gulma, merapikan posisi batang, serta mengatur posisi tanaman agar mendapat porsi sinar matahari sesuai kebutuhannya. 

Miana hijau cerah, keriting tepian daunnya. Saya sapa kribo hijau. Tanaman ini memang pendatang baru di rumah. Berawal dari tanaman  yang sama, berdaun ungu dengan garis kuning di tengahnya, tepi daun keriting kecil.

Setelah beberapa waktu, nampak betah, keluarlah tunas baru dengan warna daun hijau, tapi masih tetap kribo. Senang juga dapat varian baru. 

Serius saya menyikapinya, kesempatan yang ditunggu-tunggu, karena saya belum punya varian ini. Ditambah komentar istri yang senang melihat tepian daun yang keriting. Lumayan menggoda, katanya. 

Kata penjual miana di Ciparay,  senantiasa bakal ada varian baru dari miana.

Dipotong, ditanam terpisah dan tumbuhlah sesuai harapan saya. Maka si kribo hijau menambah koleksi miana di kebun atas rumah. Memandangnya tak akan bosan, besty lah buat healing gratisan di rumah.

Miana si Kribo Hijau (Dokpri)
Miana si Kribo Hijau (Dokpri)
Sengaja saya perbanyak kembali, miana untuk bisa mejeng di acara-acara yang membutuhkan dekorasi panggung. Biasanya akan bergabung dengan tanaman lain. 

Terakhir, miana dipasang pada kegiatan silaturrahmi Idul Fitri Ma'soem Grup. Walau tertutup warna merah hanjuang, tapi sudah memberikan bentuk tersendiri. Senang hati hasil jerih payah merawat tanaman bisa membahagiakan orang banyak.

 (Dokumentasi pribadi)
 (Dokumentasi pribadi)
Bahkan tanaman sukulen dan kaktus pun sebagai hiasan di meja saat pameran menemani poster. Dengan sedikit sentuhan rasa seni dan eye catchy maka sukulen dan kaktus hadir menggenapkan. Enak dilihatnya, ada sesuatu yang unik tapi tidak menghalangi poster sebagai informasi utama.

 (Dokumentasi pribadi)
 (Dokumentasi pribadi)
Ga enak kayaknya kalau berkebun tanpa membuat pupuk sendiri. Ya saya pun membuat pupuk sendiri. 

Sampah organik dari dapur dijadikan kompos. Bantuan bakteri yang diaktifkan dengan gula akan mempercepat terbentuknya kompos.

Mau biakan bakteri yang gratis? Untuk mendapatkan bakteri dapat mengikuti cara berikut: 

Pertama-tama,  air cucian beras yang pertama, kurang lebih 600 ml, dicampur dengan sesendok makan gula pasir, masukan ke dalam botol bekas minuman bersoda ukuran 1, 5 liter. Kemudian, tutup rapat.

Untuk empat hari pertama, tutup botol dibuka sebentar untuk menghindari botol meledak. Silakan tunggu tujuh hari, selebihnya siap pakai. Satu tutup botol dicairkan dengan 10 Liter air biasa.

Jadi dalam seminggu ada saja waktu untuk membuat kompos, termasuk hari minggu pagi.

Untuk bahan lainnya, saya memanfaatkan daun kering atau daun yang dirasa kurang baik pertumbuhannya, atau yang sudah terkena hama, daripada kurang sedap dilihat maka dipotong dijadikan bahan campuran sampah organik.

Biasanya saya membuat kompos pakai karung plastik bekas karung beras, namun keburu habis karungnya, jadi disimpan dalam bak kayu untuk sementara waktu. Memang agak lama prosesnya karena terpapar sinar matahari secara langsung berujung bakteri kesulitan menguraikannya karena bahan kompos menjadi cepat kering. 

Kasihan tuh bakteri, "Maafin ya bakteri. Ntar sore ini ditempatkan ke karung plastik," ujar saya dalam hati.

 (Dokumentasi pribadi)
 (Dokumentasi pribadi)
Agar tidak repot memberikan pupuk organik, maka sampah organik saya masukan langsung ke toples plastik yang berada di tengah-tengah pot. Tanaman sengaja diselipkan di antaranya. Pembusukan tetap dibantu bakteri yang tentunya sudah diaktifkan dengan gula. 

Kompos yang terbentuk, unsur haranya bisa diserap langsung oleh akar. Akar senang dapat nutrisi, saya pun senang ga repot kasih pupuk. Sampah organik pun senang karena tidak diacak-acak tikus. Tuh...kolaborasi hebat ya.

 (Dokumentasi pribadi)
 (Dokumentasi pribadi)

Saya lebih cenderung menggunakan pupuk organik yang dibuat sendiri sebagai pengganti pupuk anorganik. Lebih irit lah, selain menghindari buang sampah organik. 

Perlu diingat loh, sampah organik jika dibuang ke tempat sampah akan mengeluarkan aroma yang kurang baik alias bau menyengat. Begitu kata ahli lingkungan.

Kompos  siap pakai  (Dokumentasi pribadi)
Kompos  siap pakai  (Dokumentasi pribadi)
Seolah tanaman pun berbicara, mereka butuh nutrisi, matahari, dan juga perhatian si empunya tanaman. 

Setelah sekian tahun berlalu, memelihara dan merawat tanaman menjadi hobi yang asik sekaligus healing-healing versi sendiri. 

Menyapa dan menyentuh tanaman. Jika pertumbuhannya baik, maka ucapan selamat pun keluar memuji tanaman itu. 

"Bagus....ayo tampilkan daun yang keren-keren dan jangan lupa berbunga ya," puji saya.

Keladi tikus diantara daun pakis  (Dokumentasi pribadi)
Keladi tikus diantara daun pakis  (Dokumentasi pribadi)

Hoya arnottiana (Dokumentasi pribadi)
Hoya arnottiana (Dokumentasi pribadi)

 Kuping Gajah Hookeri (Dokumentasi pribadi)
 Kuping Gajah Hookeri (Dokumentasi pribadi)

Akan sangat bersedih jika tanamannya belum merespon baik. Sambil duduk dekat tanaman, kubersihkan gulmanya, disiram dengan air pupuk organik, saya sampaikan permohonan maaf. 

"Maaf ya tanaman, saya kurang peduli". Dengan tarik napas dalam, hati pun memohon ampun, "Duh Gusti saya telah menelantarkan mahluk-Mu. Ampuni Ya Allah."

Tidak hanya tanaman berdaun elok rupawan yang saya rawat, sayuran pun ada, cabe domba yang berukuran besar dibandingkan cabe rawit. 

Ada tomat ceri yang berbuah kecil seukuran kelereng. Sangat cocok untuk plating makanan karena memberikan efek segar dan enak dilihat.

Cengek domba (Dokumentasi pribadi)
Cengek domba (Dokumentasi pribadi)

 (Dokumentasi pribadi)
 (Dokumentasi pribadi)

Yuk, berkebun di rumah! Ngobrol bareng tanaman, beneran healing gratis, raga dan mental pun sehat. 

Suplai oksigen bertambah, warna hijau berpadu ungu membuat mata dimanjakan. Aroma daun pandan menambahi indahnya hari-hari. Sentuhan tangan dan rasa dengan tanaman, sahabat saya, saling memberikan efek tenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun