Hari kelima pun tiba..
Suami ibu Ani tampak emosi dan tidak sabar . Ia menganggap penanganan rumah sakit terlalu lama dan tidak membuahkan hasil. Ia pun mendatangi Dokter yang menangani Ibu Ani dengan emosi marah, “Dok, bagaimana ini keadaan istri saya. Dia masih tidak sadar dan koma, sebenarnya ada apa dengan isteri saya?? Apakah dokter dan rumah sakit ini tidak bisa menangani biar saya bawa ke rumah sakit lain”.
“Maaf Pak, kami sedang menangani dengan semaksimal mungkin. Kita tunggu perkembangannya ya pak”, dokter menjawab dengan tenang.
“ahh,,,, tunggu tunggu kau bilang. Kalau hari ini tidak ada perkembangan, besok kami bawa ke rumah sakit lain”, jawab suami Ibu Ani.
Keluarga pun ikut panik dengan situasi yang ada, mereka pun sepakat dengan suami ibu Ani untuk memindahkannya ke rumah sakit lain jika sampai nanti malam tidak ada perkembangan. Mereka berharap di rumah sakit yang lebih baik maka Ibu Ani dapat sadar dan sehat.
Esok harinya, Ibu Ani masih koma.
“Suster, tolong urus pemindahan istri saya ke rumah sakit ********”, Suami Ibu Ani segera mengurus perpindahan istrinya ke rumah sakit lain. Setelah ia menandatangani surat pernyataan bahwa rumah sakit tidak bertanggung jawab atas keadaan ibu Ani dan pemindahan ini atas permintaan keluarga khususnya suami. Maka, ibu Ani pun dibawa oleh ambulans ke rumah sakit yang dituju.
Kondisi Ibu Ani tidak semakin membaik di rumah sakit yang baru. Ia semakin parah dan Ima pun senantiasa memanggil ibunya.
“Makkk,,, bangun mak….. Ima rindu main sama mamak (sambil mengelus pipi Ibu Ani yang terkapar di tempat tidur) mak.... mamakk”, keluarga menangis mendengar kata-kata Ima.
Sang Ayah pun tertunduk menutup mukanya karena menangis, ia merasa situasi ini sangat berat dan melihat Ima bahkan sang Bayi membuatnya ingin marah kepada dirinya sendiri, ya marah pada dirinya sendiri. Ia merupakan suami yang kurang bertanggungjawab terhadap Ibu Ani dan Ayah yang suka membohongi anaknya Ima. Ia suka bermain judi dan membuat janji palsu kepada Ima. Ia menyesal karena tidak berlaku baik terhadap istrinya. Ia tidak sanggup melihat istrinya koma dan rasanya ingin mengulang waktu untuk memperbaiki sikapnya dan tidak pergi disaat istrinya akan melahirkan.
Ditengah-tengah pikiran dan perasaannya yang sedang menyesali diri, tiba-tiba…