Mohon tunggu...
Abang Suher
Abang Suher Mohon Tunggu... Penulis - Tulis yang kamu kerjakan, kerjakan yang kamu tulis

Tinggal di Parepare, kota Pendidikan di Sulawesi Selatan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Implikasi Alih Jabatan, dari Struktural Jadi Fungsional

20 Januari 2022   05:34 Diperbarui: 21 Januari 2022   08:02 2748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Acara pelantikan ASN

"Semua perubahan besar diawali dengan kekacauan" begitu kata penulis India, Deepak Chopra. 

Meski tidak tepat disebut kekacauan, kebijakan peralihan jabatan struktural ke fungsional menimbulkan banyak implikasi pada tingkat implementasi teknis dan kesiapan SDM. Terkhusus bagi pejabat yang menjalani peralihan jabatan.

Menurut Thabib alAsyhar dalam opininya di kemenag.go.id (2020), peralihan jabatan administrasi berdampak psikologis bagi PNS yang mengalaminya. 

Logika perubahan, pasti menimbulkan hal-hal baru dan berlawanan dengan kemampanan. Banyak orang yang tidak mau berubah dan menghadapi perubahan (status quo). Khususnya bagi mereka yang merasa berada di zona nyaman.

Selama ini, jabatan administrasi dinilai banyak orang berada pada zona nyaman. Baik dari sisi pekerjaan, sosial mau pun kesejahteraan. 

Seorang pejabat adalah atasan (pimpinan) bagi anak buahnya (staf). Mereka bertanggung jawab atas pekerjaan stafnya. Pekerjaan staf adalah kinerja dan performancenya. Tapi, banyak atasan yang nyaman dengan sistem instruksional. "Apa-apa perintah staf".

Status sosial pejabat juga meninggi. Setelah dilantik, banyak masyarakat atau keluarganya menaruh hormat. Sebelum menjabat, biasa saja. Setelah menjabat, diperlakukan istimewa, semulia-mulianya. 

Karenanya, banyak pejabat merasa nyaman. Bahkan ada yang merasa pongah. Kepala dan lehernya meninggi. Akhirnya bangga, sombong dan berubah angkuh.

Dari sisi kesejahteraan, seorang pejabat jelas lebih tinggi salary-nya dibanding stafnya. Bahkan, jabatan tertentu akan memperoleh insentif tambahan dan tunjangan. 

Ada yang memperoleh fasilitas yang memadai. Mulai dari ruangan kerja berfasilitas lengkap. Sampai kepada fasilitas kebutuhan lainnya. Seperti mobil dinas dan rumah dinas. Sungguh, jabatan memberi kenyamanan.

Bagi mereka yang sudah merasakan zona nyaman ini. Tentu saja merasa berat meninggalkannya. Inilah yang dialami sebagian pejabat administrasi yang dialihkan.  

Mereka khawatir, kenyamanan dan prestise tidak lagi diperolehnya. Begitu pun dengan sistem kerja instruksional yang selama ini melekat bagi pejabat administrasi. Berubah 180% dengan model kerja fungsional. Lebih individual.

Selain dampak psikologis tersebut, kebijakan peralihan jabatan administrasi ke fungsional juga berimplikasi pada sistem kerja dan kinerja organisasi. 

Jabatan fungsional mengisyaratkan pelaksanaan tugas berdasarkan keahlian dan atau keterampilan. Mereka pejabat fungsional harus memiliki keahlian dan atau keterampilan (kompetensi) terkait dengan penugasannya.

Dokpri: Acara pelantikan ASN
Dokpri: Acara pelantikan ASN

Tanpa kompotensi tersebut, seorang pejabat fungsional dipastikan tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. 

Misalnya, JFT Pranata Humas, jika tidak memiliki keahlian atau keterampilan dalam bidang kehumasan. Maka dipastikan tidak akan mampu melaksanakan pekerjaannya secara fungsional.

Implikasi ini muncul sebagai dampak dari kebijakan teknis pelaksanaan peralihan jabatan itu sendiri. Dalam praktiknya, peralihan jabatan hanya didasarkan pada nomenklatur unit kerja saja. 

Tapi mengabaikan kompetensi personal yang ada. Bahkan satker tidak diberikan ruang memetakan kompetensi dan penempatan dalam peralihan tersebut.

Akibatnya, banyak pejabat fungsional baru tidak mengenal dan bingung apa yang harus mereka kerjakan. 

Bahkan sebagian dari mereka merasa tidak memiliki pengetahuan apa lagi keahlian atau keterampilan yang berkaitan dengan jabatan baru tersebut. Sebagiannya lagi, merasa lebih cocok berkarir pada jabatan administrasi (struktural).

Selain itu, implikasi dari banyaknya pejabat fungsional akan berdampak pada sistem koordinasi dan konsolidasi organisasi. 

Karakter jabatan fungsional yang lebih mengedepankan profesionalisme, fokus pekerjaan, dan mandiri membuat mereka lebih individualistik. Mereka tidak peduli lingkungan kerja dan akhirnya rentang kendali pegawai akan sulit dan menjadi masalah bagi lembaga.

Implikasi lain dari peralihan jabatan adalah munculnya disparitas kesejahteraan (tunjangan) jabatan fungsional yang cukup jauh. Grade tunjungan pada setiap lembaga juga berbeda. 

Menurut sebagian teman, tunjangan pada kementerian keuangan jauh lebih tinggi karena beban kerja mereka tinggi dan juga beresiko.

Mungkin karena itu, tunjangan fungsional seorang humas, guru, atau dosen tidak perlu sama dengan mereka. Karena beban kerja mereka tidak tinggi dan tidak beresiko. 

Kerja humas bisa santai-santai saja kata mereka. Boleh jadi karena persepsi seperti inilah muncul istilah ada tempat basah dalam struktur organisasi birokrasi kita.

Rupanya, implikasi peralihan jabatan ini mulai dirasakan (sudah diprediksi) Kementerian Menpan RB. 

Setelah 2 tahun gelombang peralihan berjalan, Menpan RB mengeluarkan moratorium (pemberhentian sementara) peralihan ke jabatan fungsional baru melalui surat nomor B-639/M.SM.02.00/2021 tertanggal 3 November 2021.

Dalam konsideran surat tersebut, Menpan RB menyebutkan perlunya transformasi ke fungsional yang mendukung mekanisme kerja organisasi pasca penyerderhanaan birokrasi. Untuk itu, Kemenpan RB sedang merancang sistem kerja jabatan fungsional dan standarisasinya.

Tapi menurut penulis, selain membangun sistem kerjanya. Implikasi adanya peralihan jabatan ke fungsional yang diuraikan di atas perlu menjadi perhatian serius. 

Meski kelihatannya masalah mikro tetapi akan menjadi bumerang jika diabaikan begitu saja. Transformasi birokrasi ini mesti komprehensif. Konsepsi harus seiring dengan praktisnya. Wallahu a'lam bisshwab.

By. Suherman Syach
Penulis adalah JFT Pranata Humas Muda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun