Ibu Lidya Setyadi, sang Kepsek: Abang, kamu ikut lomba nggambar ya. Hari Kamis gambarmu dikumpulkan.Â
SK: Lho Bu, ujian bagaimana?
Bu Lidya (sambil tersenyum mengirim ancaman killer-nya): Ah kamu kan pinter nggambar. Lakukan saja sebisamu.
Pening juga kepalaku! Tetapi tugas lomba nggambar itu yang jelas terlupakan sampai hari Rabu saya diingatkan Bu Kepsek. Â Matih aku, belum nggambar je! Malamnya setelah belajar secepat kilat bikin skets gambar cepet2an berkhayal situasi pelabuhan rakyat Kalibaru yang sering kukunjungi bersama Bapak, lalu sregusreg-usreg nggambar asal2an pakai cat air. Lukisan itu elek, jelek. Saat dipamerkan di TIM lukisan peserta lain uapik2 tenan, saya punya termasuk paling jelek.
Lhadalah koq menang juara satu. Pasti kemenangan itu diraih karena alamat rumah yang harus ditulis di belakang gambarku mengacu ke sanggar Bapak. Karena alamat rumah kami di Desa Pejaten, Pasarminggu memang demikian. Mana ada nomer rumah di perdesaan Pasarminggu nan udik itu, jadi harus disebut nama rumah dan Km jalan itu. Jadilah alamat rumah kami adalah Sanggar Pandanwangi, Pasarminggu Km 18,2, Jakarta Selatan. Pelukis mana di jaman itu yang tidak tahu Sanggar Pandanwangi coba!? Â Padahal ketiga juri lomba itu murid Bapak semua. Habis sudah, saya terpaksa jadi juara pertama!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H