Setelah meninggalkan puing-puing kehancuran dan puing-puing kekecewaan masyarakat pelan-pelan beradabtasi dengan kondisi harga BBM yang baru.
Seluruh kekuatiran dan pikiran negatif yang muncul di awal menyikapi naiknya harga BBM satu per satu sirna menjadi hal yang biasa dan musti dihadapi.
Faktanya masyarakat telah terbiasa dengan kondisi naiknya harga BBM seja jaman Orde Lama hingga saat ini.
Masyarakat terbiasa melihat dan alasan pemerintah menaikkan harga BBM.
Pemerintah sulit menurunkan harga BBM meskipun harga BBM dunia juga sedang turun. Pemeirntah pernah turunkan harga BBM, misalnya pada 30 Maret 2016 tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Sebaliknya pemeirntah seperti otomatis menerapkan kenaikan harga BBM begitu harga minyak dunia mengalami lonjakan.
Alasan-alasan dibalik harga BBM musti dinaikkan atau mengapa tidak diturunkan banyak ragamnya, satu diantaranya adalah alasan Subsidi, yaitu menghapus ketergantungan subsidi secara pelan-pelan.
Ironisnya ketika harga BBM dunia turun tidak serta merta teori Subsidi itu gugur. Harga tidak diturunkan. Alasan masih terikat subsidi maka harga BBM bertahan meski harga minyak dunia turun.
Namun kenaikan harga BBM kali ini terasa rancu, yaitu :
Pemerintah menurunkan harga BBM non subsidi lainnya pada 1 September 2022 lalu. Pertamina menurunkan harga BBM nonsubsidi Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex mulai 1 September 2022.
Kesannya seolah-olah masyarakat kena "prank" Pertamina. Harga BBM bukan naik malah turun. Maka ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan timbullah emosi, seakan-akan warga dipermainkan.