Meskipun operasi militer atau invasi Rusia dimulai pada 24 Februari 2022, tapi pengepungan terhadap kota Mariupol baru benar-benar terjadi pada 2 Maret 2022.
Setelah dijepit berhari-hari dari selatan (laut Azov), dari barat (Krimea) dan dari timur (Rpublik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk) serta tekanan Rusia dari arah utara kota Mariupol sedikit demi sedikit ditaklukan.
Awalnya pasukan Rusia dibantu pasukan Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR) serta dukungan serangan artileri dan serangan udara dron hanya menguasai sebagian kota namun belum membuat penjaga Mariupol menyerah.
Situasi berubah drastis ketika pasukan khusus Chechnya ikut memperkuat pasukan Rusia/LPR-DPR sejak 15 Maret 2022, akhirnya pasukan Ukraina didominasi resimen Azov terpaksa bertekuk lutut.
Mereka "terkunci" dalam 4 blok yang dipisahkan jarak 100 meter hingga 500 meter antar blok satu dengan lainnya dalam kota Mariupol.
Dahulu, resimen Azov yang diperkuat batalion nationalists and far-right radicals, grup ultra nasionalis dan neo-Nazi punya reputasi hebat dalam pembebasan kota Mariupol dari tangan pemberontak speratis Luhansk dan Donetsk pada pertempuran 2014.
Ketika itu kota Mariupol kembali ke pangkuan Ukraina setelah batalion Azov, Aidar, Donbass dibantu pasukan Ukraina mengusir milisi pemberontak DPR/ LPR dari sana.
Total kekuatan resimen Azov (pada 2017) adalah 2.500 orang di seluruh Ukraina termasuk 1.000 orang yang mengawal Mariupol. (Sumber: Spiegel dan DW)
Kini gempuran Rusia bukan hal yang mudah bagi tentara Ukraina terutama resimen Azov yang berkuasa di sana. Resimen Azov yang pernah menggetarkan DPR pada 2014 lalu kini tidak berdaya menghadapi pasukan Rusia, Chechen dan LPR/DPR di kawasan tersebut.
Andrei Biletsky, komandan resimen Azov di Mariupol menyerukan seluruh warga Ukraina turun ke jalan guna menekan Rusia membuka pemblokiran Mariupol.