Tentang rekor masa jabatan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tentu saja dipegang oleh Kapolri pertama Indonesia yaitu Komisaris Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
Beliau menjabat dari 29 September 1945 hingga 14 Desember 1959 (hampir 14 tahun). Rekor jabatan Kapolri lainnya (tanpa ditulis tanda pangkat) adalah sebagai berikut:
- Kapolri ke 2, Soekarno Djojonegoro : genap 4 tahun
- Soetjipto Danukoesoemo : 1 tahun 5 bulan
- Soetjipto Djoedodihardjo : genap 3 tahun
- Hoegeng Imam Santoso : 3 tahun 5 bulan
- Mohammad Hasan : 2 tahun 8 bulan
- Widodo Budidarmo : 4 tahun 4 bulan
- Awaluddin Djamin : 3 tahun 8 bulan
- Anton Soedjarwo : 3 tahun 6 bulan
- Moechammad Sanoesi : 4 tahun 8 bulan
- Koenarto : 2 tahun 2 bulan
- Banarusman Astrosemitro: 2 tahun 11 bulan
- Dibyo Widodo : 1 tahun 9 bulan
- Roesmanhadi : 1 tahun 5 bulan
- Roesdihardjo : 8 bulan
- Soerodjo Bimantoro : 1 tahun 2 bulan
- Chairuddin Ismail : 2 bulan
- Da'i Bachtiar : 3 tahun 8 bulan
- Soetanto : 3 tahun 2 bulan
- Bambang Hendarso Danuri : genap 3 tahun
- Timur Pradopo : genap 3 tahun
- Sutarman : 1 tahun 9 bulan
- Badroedin Haiti : 1 tahun 3 bulan
- Tito Karnavian : 3 tahun 3 bulan
- Idham Aziz : 1 tahun 10 bulan
- Listyo S. Prabowo : baru 1 tahun sampai saat ini
Siapakah Kapolri paling berprestasi diantara 26 Kapolri pernah ada hingga saat ini?
Semua Kapolri punya tantangan tersendiri di masanya sehingga prestasipun disesuaikan dengan perkembangan jaman yang akan terlalu panjang jika diurai di sini untuk 25 Kapolri.
Kapolri pertama Soekanto punya tantangan tersendiri ketika berhadapan dengan Polisi sipil bentukan Inggris di Jakarta pada 1946.
Selain itu mengingat Indonesia masih merdeka banyak terdapat kelompok bersenjata ditambah kondisi ekonomi masih sangat buruk ketika itu sehingga tingkat kriminalitas sangat tinggi.
Prestasi utamanya adalah mampu mempertahankan kepolisian dalam segala keterbatasannya saat itu.
Pada zaman Soekarno Djojonegoro dan Sutjipto Danoekusoemo kondisi Indonesia juga masih rawan akibat pengaruh komunis yang semakin terbuka. Kapolri ke dua dan ketiga tersebut mampu merumuskan program pembinaan melalui Catur Prasetya dijadikan pedoman kerja dan Tribrata sebagai pedoman hidup.
Begitu juga Kapolri yang datang setelah itu punya prestasi tersendiri dari memberantas perjudian, kriminalitas hingga mengungkap pelaku aksi terorisme dari dalam dan luar negeri.
Tetapi ada yang menarik melihat dua pergantian Kapolri terakhir yaitu Idham Aziz dan Lityo S. Prabowo.
Ketika Idham Azis menjabat dia meneruskan program khusus yang digelontorkan pendahulunya (Tito Karnavian) "Promoter," akronim dari Profesional, Modern dan Terpercaya.
Dengan segala keterbatasan atau dengan beberapa ketidakpuasan Polisi memang dibentuk sedemikain rupa agar bisa tampil Profesioanl di bidangnya, menggunakan peralatan dan sistem modern serta Terperya dalam bidang informasi dan kepercayaan masyarakat.
Terlepas dari apakah slogan tersebut terlaksana seluruhnya, separo atau seberapapun faktanya slogan itu mudah dipahami oleh masyarakat setidaknya oleh warga pemerhati kepolisian.
Menjelang Aziz meninggalkan tampuk kekuasaan POLRI-1, Sigit Prabowo (calon Kapolri saat itu) dalam dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI pada 20 Januari 2021 disanalah Sigit memperkenalkan program khususnya bertitel "Presisi" akronim dari "Prediktif, Responsibility (bertanggung jawab) dan Tansparansi Berkeadilan."
Terlalu dini menilai slogan program Presisi itu tidak populer apalagi mengatakannya gagal karena masa jabatan Kapolri Sigit baru "seumur jagung" sehingga tidak tepat memberi nilai sebelum mengikuti tantangan atau ujian
Selain itu program "Prediktif" dan "Bertanggung jawab dan Adil" adalah kebutuhan saat ini ditengah semakin kompleksnya keluhan masyarakat ditengah beberapa oknum Polisi dan lembaga atau unit yang dipimpinnya justru kontradiktif dengan profesinya sebagai Polisi
Meski demikian jargon atau slogan pada program Presisi kali ini dapat dikatakan rumit, baik dalam memahaminya apalagi mewujudkan transparansi berkeadilan tersebut.
Sulit dipahami karena mengandung singkatan campur baru. Meskipun dalam akronim memboleh membuat akronim seperti itu tapi karakter yang diambil di awal kata, ditengah kata bahkan diakhir sebuah frasa untuk akronim sangat berat.
Sulit diwujudkan terutama mengenai Transparansi Berkeadilan. Program ini tampaknya memang sangat sulit dicapai bahkan pada sebuah kerajaan yang memiliki Polisi dengan tingkat peralatan dan sistem modern sekalipun tidak berani mencetus program bombastis ini.
Beberapa Kapolri telah menerapkan mekanisme Reward and Punishment untuk mewujudkan program. Jika kini Kapolri Sigit menerapkan sepenuhnya maka program Presisi tersebut akan tersimpan sebagai retorika saja.
Istilah "Presisi" memang mudah dihafal dan diingat tapi perlu ekstra keras merincinya karena terdiri dari kata atau frase yang tergolong butuh energi mengingatnya.
Dengan kata lain Transparansi Berkeadilan adalah sebuah harapan jika tak pantas disebut impian. Untuk merealisasikannya butuh ekstra energi melebihi energi memahami akronim tersebut.
Jika ingin membuktikan cobalah sekarang ulangi, apa kepanjangan dari Presisi dalam slogan program Kapolri Sigit S.Prabowo?
Setidaknya butuh beberapa detik mengingat "Prediktif, Responsibility (bertanggung jawab) dan Tansparansi Berkeadilan."
Setiap Kapolri memiliki tantangan sesuai jamannya, terlebih Kapolri pasca jaman Reformasi hingga kini ketika persoalan Hak Azasi Manusia (HAM) harus direspon sedemikian rupa di tengah upaya menegakkan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat yang semakin dilanda krisis pelanggaran hukum.
Setiap Kapolri pasti mempunyai program kerja khusus disamping program utama Polri. Untuk mensosialisasikan programnya Kapolri membuat terobosan-terobosan program.
Apapun istilah dan bentuk programnya selayaknya memperimbangkan sisi mudah dalam mengingatnya mudah juga dalam implementasi dan pengawasannya.
Kita berharap hadirnya Polisi yang lebih profesional di segala bidang sesuai semangat Catur Prasetya dan Tribrata yang telah dicetus 6 dekade yang silam, tidak lapuk oleh perkembangan jaman dan tidak terkikis oleh tekanan hedonisme.
Sekadar mengingatkan, masyarakat butuh sentuhan Melindungi, Mengayomi dan Melayani setulus hati dari Polisi.
Jika ada yang bilang "ini pun bombastis" apalagi yang kita harapkan? wallahualam bissawwab..
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H