Sebentar lagi pembelajaran tatap muka (PTM) akan dimulai.Siswa akan bersekolah kembali memeriahkan suasana pagi, siang dan sore seluruh jalan dari kota hingga ke celah-celah gang di pedesaan.
Mereka akan kembali ke tempat belajar setelah 18 bulan atau 1,5 tahun tidak menginjakkan kaki di sana.
Beberapa diantara mereka mungkin telah rindu bertemu guru kesayangan dan tentu saja teman akrab mereka.
Selama 18 bulan mereka bergelayut di rumah, cuma bisa menatap gambar sekolah atau sekali-sekali melewati jalan depan sekolah. Terasa sepi, senyap, kusam dan tak bersemangat dan mungkin menghadirkan rasa sedih di dalam kalbu.
Muncul getaran seakan-akan sekolah memanggil agar mereka hadir dan belajar kembali. Jika terpaksa berhenti mungkin debu telah menyelimuti seluruh lantai, dinding, bangku dan meja dalam kelas.
Satu setengah tahun belajar online menjadi pelipur lara rindu belajar tatap muka. Belajar online dalam durasi amat panjang seperti ini sungguh menyimpan banyak masalah sehingga penulis menyebutnya "libur panjang" (dengan tanda petik).
Apalagi belajar online terkait aplikasi (praktek) di sekolah kejuruan, belajar online praktek sangat kurang efektif sehingga siswa kurang semangat.
Siswa di bangku kelas 1 Sekolah Dasar, cuma bayar uang sekolah (jika swasta). Ibunya atau orang tuanya menjadi guru paling komplit bagi siswa di rumah. Syukur kalau ibu atau orang tuanya paham dengan materi pelajaran, jika tidak paham terpaksa mbah google ikut nimburung belajar.
Sebagian kondisi di atas mungkin berlaku juga untuk siswa hingga mahasiswa di perguruan tinggi.
Berada dalam kondisi belajar masa pandemi ini selama 18 bulan secara tidak langsung telah membentuk sisi lain pada siswa, diantaranya adalah siswa merasa asing dengan lingkungan sekolahnya.