Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Akronim di Negeri Serba Singkatan

10 Agustus 2021   15:39 Diperbarui: 10 Agustus 2021   16:01 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia tanah air kita, soal singkat menyingkat mungkin jagonya meskipun kadang muncul istilah yang tidak standard. Padahal telah ada aturan bagaimana membuat singkatan (akronim) resmi berdasarkan standarisasi agar menjadi akronim yang wajar.

Akronim resmi itu pada dasarnya ada 3 tipe yaitu : Akronim gabungan huruf; akronim gabungan suku kata; dan akronim campuran. 

Namun meski tidak dasardari, kini muncul tipe ke 4 yaitu akronim tidak standard.

Itu pun belum termasuk akronim tipe ke 5 yaitu akronim "plesetan" yang betul-betul "gatot" alias gagal total memenuhi standarisasi terciptanya sebuah akronim.

Dari ke 4 jenis atau tipe akronim di atas tipe ke empat (tidak standard) ternyata paling banyak digunakan oleh banyak instansi meskipun awalnya membingungkan.

Padahal di dalam membuat singkatan tidak perlu bingung karena ada ketentuan harus diperhatikan yaitu :

  1. Mudah diucapkan
  2. Kata-kata yang digunakan sesuai dengan makna yang diwakilkan
  3. Jumlah suku kata dalam akronim tidak lebih dari 3 (tiga) suku kata
  4. Antara huruf vokal dan konsonan musti serasi agar mudah diingat

Dari panduan di atas sebetulnya tidak perlu ribet membuat singkatan, cukup gunakan awalannya. Jika gunakan suku kata tidak boleh lebih 3 suku kata dan musti serasi.

Serasi, mungkin inilah yang paling subyektif. Serasi menurut saya belum tentu serasi menurut Anda. Namun jika ini jadi kendala sebaiknya berpedoman pada 3 ketentuan di atasnya saja agar membuat singkatan tidak asal main comot.

Dalam unit kepolisian ada istilah "Curanmor" singkatan dari Pencurian Kendaraan Bermotor. Ada juga istilah "Jatanras" singkatan dari Kejahatan dan Kekerasan.

Bandingkan dengan penggunaan singkatan pada beberapa lembaga dunia dan Amerika Serikat (AS) sebagai berikut :

  • Dalam dunia penerbangan, ada singkatan AAE (Above Aerodrome Elevation); AHC (Altitude Heading Control); VSI (Vertical Speed Indicator) dan masih banyak lainnya
  • Dalam dunia Astronomi juga menggunakan istilah yang indah dan mudah dicerna. Ada singkatan 2MASS (Two-Micron All Sky Survey); ADAF (Advection Dominated Accretion Flow ) dan lainnya
  • Dalam dunia militer ada istilah A1C (Airman First Class); BRAT (Born Raised and Transferred).Tak masalah jika di Inggris singkatan itu berarti "British Regiment Attached Traveller"  
    • AAA (Army Audit Agency). Tidak masalah meskipun juga singkatan dari "Antiaircraft Artillery" atau Assign Atlterned Area dan sebagainya. 
    • Ada juga singkatan gabungan suku kata "MedEvac" singkatan dari Medical Evacuation.
    • Ada juga SAAS (Standard Army Ammuniton System) dan masih banyak lainnya.
  • Dalam dunia kepolisian juga ada istilah memukau, antara lain DEA (Drug Enforcement Agency); GIU  (Gang Intelligence Unit); OCU (Organized Crime Unit); RHD  (Robbery-Homicide Division) dan seterusnya.

Dari contoh di atas tidak ada singkatan yang aneh-aneh misalnya singkatan Abamel untuk AAE, atau Ahaco untuk AHC atau Verted untuk VSI atau "2Malls" untuk 2MASS dan seterusnya, karena musti mengacu pada aturan dan kaedah membuat singkatan yang berlaku di sana.

Membuat singkatan sebetulnya tidak rumit, tak perlu njelimet. Tapi mengapa menjadi rumit dan aneh karena lebih mengutamakan praktis, merasa familiar tapi tidak berkaca pada aturan sebelum meluncurkan singkatan.

Kondisi itu diperburuk oleh pejabat yang ternyata suka dengan istilah-istilah tersebut karena selain telah menjadi kosakata dari masa ke masa juga telah digunakan oleh pendahulu mereka.

Beberapa perusahaan media berita sangat menyadari ada kekeliruan tersebut sehingga MELARANG keras wartawan dan editor mereka menggunakan istilah dan singkatan yang tidak standard pada media mereka.

Boleh memasukkan singkatan dalam menulis atau dalam judul berita jika singkatan itu memenuhi syarat sebagai singkatan, misalnya "DPR Pilih Ketua yang Baru." Orang atau pembaca pasti tahu DPR yang dimaksud adalah "Dewan Perwakilan Rakyat."

Penggunaan singkatan pun kini semakin tak tekendalikan. Ini sebuah fakta, kita hidup di negeri penuh singkatan bahkan singkatan yang tidak standard.

Luangkan waktu Anda sejenak pada CONTOH kalimat di bawah ini.

Warga mendapat "Bansos" (bantuan sosial) "Bako" (bahan pokok) dari "Balon" (bakal calon) Kades (kepala desa) dalam Pilkades (pemilihan umum kepala desa) di Kopi (Kota Pinang). 

Peristiwa di atas cuma contih (semoga) tidak ada. Kalaupun ada mungkin bisa terhenyak menatap kalimatnya. Tapi kalimat mirip seperti itu mungkin saja ada karena singkatan itu sudah lazim muncul dalam berita. 

Untuk standarisasi nama kota saja musti berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) nama kota. Untuk Kota Pinang dalam SNI diberi 3 huruf yaitu KPI, bukan Kopi.

Tanpa disadari kita telah terperangkap dalam penggunaan bahasa singkat sehari-hari. Di sinilah di negeri ini orang-orang menjalani kegiatan, hidup dan mati menggunakan singkatan yang tidak atau kurang standard dan ironisnya menjadi kosakata yang baru.

Mungkin saya terlalu ekstrim tapi biarlah. Penggunaan singkatan sebagai kosakata baru terlebih lagi dari singkatan yang tidak memenuhi standard justru tidak menghargai bahasa persatuan.

Mungkin itu tidak penting bagi sebagian orang, yang penting praktis dan bisa cari uang banyak-banyak.

Mungkin juga itu sebabnya singkatan plesetan dan kocak pun kini makin marak.

Singkatan terkait covid-19 seperti PPKM kini juga di-plesetin  macam-macam. Ada yang menulis "Pelan-pelan Kita Mati" atau "Pelan-pelan Kita Miskin" atau "Pelan-pelan Kita Melar" karena gak ada aktifitas.

Dahulu, pada era 1980-an grup musik BIMBO pernah menyuarakan keprihatinannya lewat lirik dalam lagu berjudul "Jaman Singkat." Sayang sekali kini sulit menemukan lirik lagu tersebut, mungkin tidak populer lagi karena kontras dengan tuntutan jaman yang justru ingin serba singkatan.

Tapi kini wartawan, para penulis,  blogger terpanggil untuk mengoreksi penggunaan singkatan yang tidak standard untuk dihilangkan sama sekali diganti dengan singkatan yang standard.

Jika tidak ada yang perduli baiklah, kita nikmati saja sampai dia berevolusi sendiri secara alami nanti. 

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun