Sebuah rumah makan menuliskan moto tak kalah bergidik rasanya, " Anda pedas kami puas," atau penjual mie Pangsit Meler..
Entah seperti apa standard yang digunakan faktanya memang kini sangat banyak produk makanan menawarkan aneka level pedas menggila dengan kesan menyeramkan.
Menyeramkan karena sesungguhnya secara ilmu kesehatan makanan sangat pedas berbahaya untuk tubuh kita.
Sebuah informasi kesehatan yang diterbitkan Fakultas Keperawatan dari Universitas Airlangga edisi 31 Maret 2021 menulis, "Mengonsumsi makanan yang sangat pedas dapat menyebabkan dampak buruk pada lambung. Pasalnya, makanan pedas memicu naiknya asam lambung yang menyebabkan tenggorokan menjadi panas. Selain itu, dinding lambung pun dapat mengalami iritasi dan kerusakan." Sumber : ini.
Mungkin itu sebabnya beberapa orang tidak suka pedas-pedas. Kabarnya orang barat juga tidak suka dengan makanan pedas. Urusannya ribet, musti bolak-balik "melapor" ke bilik belakang akibat pengaruh dahsyat di dalam perut seperti disebutkan di atas.
Seperti disebutkan di atas bagaimana cara mengukur standard level pedas di tanah air hampir tidak ada acauannya meskipun skala SHU telah memberi batasan sebagaimana seharusnya.
Terkait pandemi Covid-19 kini ikut menambah perbendaharaan istilah baru meskipun tidak asing, yakni PPKM level 3-4 mengacu kepada penerapan 3T pada 131 kabupaten kota se Indonesia. Padahal tidak ada level 3-4 pun idealnya seluruh wilayah musti jalankan 3T dengan maksimal.
Jika penerapan level itu tidak sesuai standard akan menimbulkan pertanyaan normatif, tidak unik tapi sangat wajar :
- Apa standardnya
- Level sebelumnya apa? (Kenapa dahulu di pelaksanaan PSBB, PPKM jildi 1, PPKM jilid 2, PPKM Mikro dan PPKM darurat tidak levelnya). Baru ingat sekarang?
- Setelah itu ganti istilah baru lagi?
- Terus mau sampai level berapa?
Kembali ke soal level pedas.
Seharusnya memang ada standard baku soal tingkat kepedasan sehingga tidak suka-suka memberi istilah level.