Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Langganan Ejekan, Siapa Mampu Hentikan Emmanuel Macron untuk Prancis?

10 Juni 2021   01:47 Diperbarui: 10 Juni 2021   01:56 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emmanuel Macron Photographer: Nathan Laine/Bloomberg. Dari edisi 21 Maret 2021

Pernahkah terbayangkan apa yang akan terjadi jika seorang Presiden Indonesia ditampar oleh warganya sendiri (masyarakat) karena berbagai sebab? Syukur sekali itu tidak pernah terjadi di tanah air kita oleh bangsa yang beretika, berluhur tinggi dan ramah tamah.

Namun peristiwa itu benar-benar terjadi di Perancis salah satu negara -katanya- paling menjujung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan pelaksana Demokrasi (salah satu) yang terbaik di dunia, menimpa Presiden Perancis, Emmanuel Macron pada 9 Juni 2021.

Ketika mendekati sebuah kerumunan warga di sebuah desa di kawasan Drome, seorang pria berambut gondrong baru saja menyalaminya berusaha menamparnya karena kurang berkenan dengan jawaban Macron tentang masa depan pilpres Perancis yang akan digelar tahun depan.

Pelakunya ditangkap petugas pengawal Presiden Perancsisd dan diproses secara hukum karena mencoreng nilai kemanusiaan secara vulgar dan tentu saja sebuah pelecehan yang sangat serius.

Pelecehan terhadap Macron memang unik karena hal itu terjadi pada sebuah kepala negara Eropa paling maju, modern dan kuat. 

Ejekan kepada Macron kerap terjadi meskipun ada yang berbelok arah (bias) menyasar kepada ibu negara Brigitte Macron.

Ketika menang Pilpres Perancis pada 7 Mei 2017  saat itu Macron berusia 39 tahun. Sejarah Perancis mencatatnya sebagai Presiden Perancis paling muda di abad modern.

Meskipun dikelilingi staf ahlinya, entah karena relatif muda dan terkait kurang pengalaman menyikapi aneka gejolak dan tekanan politik di dalam dan luar negeri menyebabkan Macron sering jadi sasaran sindirian dan kemarahan.

Macron pernah disindir Recep Tayyip Erdogan sebagai "Yunior" ketika Macron menanggapi dengan keras intervensi Turki di Libya pada 2021, Erdogan menyebutnya "Anda masih Yunior, perlu belajar lagi bagaimana menyikapinya (kehadiran Turki di Libia)"

Setelah pembunuhan terhadap guru di Paris oleh siswa muslim terjadi kerusuhan anti muslim di mana-mana di Perancis. Petugas keamanan dan pemerintah Perancis menyikapi secara intimidatif warga muslim di sana, Erdogan kembali berkicau mengatakan "Macron perlu perawatan mental."

Di sejumlah negara Arab dan muslim gambar dan patung Macron dibakar dan diteriaki dengan kata-kata kasar dan hinaan.

Pada 10 Nopember 2018 beberapa saat saja setelah Trump tiba di Hotel Paris dia mengejek  melalui Twitter tentang rencana Macron membentuk pasukan Eropa guna melindungi Eropa dan ancaman AS, China dan Rusia. 

"Orang Perancis mulai belajar bahasa Jerman pada saat itu sebelum tentara AS datang (membebaskan Percancis dari Nazi Jerman).." tulis Trump seakan menampar jalan pikiran Marcon yang dicetuskan beberapa hari sebelum Tump tiba di Perancis. Akibat ejekan itu pertemuan keduanya keesokan harinya sedikit tegang.

Pada 2019 hubungan Perancis dan Brazil juga tegang akibat dalam pidatonya di G7 Macron berkata Jair Bolsonaro berbohong kepada Perancis tentang komitmen Brazil pada kesepakatan perubahan iklim Paris akibat maraknya kebakaran di hutan Amazon yang ikut menyebabkan terjadinya perubahan iklim global. 

Menyikapi hal itu netizen yang sedang menyoroti "noraknya"penampilan ibu negara Perancis mendapat timpalan komentar Bolsonaro. Dia menuliskan komentar sarkasmenya di sana, "betul, wanita itu memang jelek sekali," yang kemudian secara terpisah mendapat reaksi marah Macron bahwa komentar itu sangat kasar.

Penampilan Brigitte Macron yang usianya lebih tua hampir 25 tahun dari Macron memang sering terjadi dan jadi bahan lelucon di Perancis diantaranya tampil dalam tabloid satir "Charlie Hebdo."

Ejekan lainnya terjadi pada 18 Juni 2018, ketika itu Macron berkunjung ke Suresnes, Perancis utara, guna memperingati gugurnya Charles De Gaulle. Ketika sedang berswa foto dengan sekelompok siswa remaja tiba-tiba seorang remaja lain menyapanya "Ca Va Manu?" artinya kurang lebih apa kabar Manu (sebutan nama masa kecil Macron).

Sontak saja raut wajah Macron berubah tegang, dia langsung merespon, menegur dan menasihati remaja tersebut. "Kamu di sini untuk mengikuti acara resmi. Tidak boleh membadut di sini" ujarnya sekaligus menasehati agar memanggilnya "pak Presiden Republik" atau "pak" saja. 

Pepatah lama berkata "Mulutmu adalah Harimau mu." Pasti Macron tahu pepatah lama itu dan pepetah itu juga dikenal dalam bahasa Perancis.

Ironisnya tampaknya itu tidak berlaku pada Macron. Gayanya berbicara yang cepat, menyerang dan meledak-ledak sering membuahkan kontroversial yang memerlukan klarifikasi kembali setelah kritikan pedas datang menghujamnya.

Popularitas Macron yang diselenggarakan 12 lembaga survey memperlihatkan tingkat kepercayaan (rata-rata) pada Marcon semakin menurun sejak Januari 2021 (tingkat kepercayaan masih 43%).  

Kini berdasarkan poling 2 Juni 2021 cuma meraih (rata-rata) 38%. Padahal beberapa bulan pertama menjabat pernah mencapai tingkat kepuasan tertinggi (77%) pada 3 Desember 2018.

Meskipun itu hanya soal angka saja tetapi tantangan Macron kini sangat serius menjelang Pilpres 2022 . Di sana sudah ada 4 kandidat yang siap menjegal ahli keuangan yang piawai bermain piano ini. 

Diantaranya ada wanita tangguh, Marine Le Pen dari kubu National Rally (RN) yang pernah dikalahkan Macron pada pilpres 2017 lalu. 

Wanita tangguh lainnya adalah Anne Hidalgo dari kubu Partai Sosialis yang memiliki kekuatan 86 kursi di parlemen majelis tinggi Perancis.

Polling yang diselenggarakan oleh Politico pada 20 Mei 2021 memperlihatkan populariitas Le Pen 27%, sedangkan Macron (25%) dan Hidalgo jauh di bawah mereka (7%).

Secara teoritis sulit mengalahkan Macron dari partai La Republique en Marche yang kini menguasai (mayoritas) majelis rendah Parlemen Perancis, tapi Le Pen, Xavier Bertrand, Hidalgo dan kandidat lainnya mungkin akan bersekutu jika tak mau melihat Macron yang kontroversial itu menjabat untuk kedua kalinya.

Jika mereka gagal menghentikan Macron berarti ahli keuangan yang pandai bermain piano atau pejabat negara Perancis paling sering dibuly dan dianggap "Yunior" dalam pentas politik dunia akan kembali menguasai Perancis pada Pilpres 2022 nanti.

Jika itu terjadi kita akan melihatnya menjadi pemimpin Senior, lebih matang, lebih hebat dan mungkin saja Macron lebih bijaksana. 

Tapi jika terjadi sebaliknya dunia akan bercerita lain lagi nanti.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun