Ketika kecelakaan menimpa anggota TNI sedang menjalankan tugas banyak orang atau pengamat menyesali peralatan yang dipakai TNI sudah kategori tua. Meskipun sudah di-upgrade tapi kurang performa, secara teknologi sudah ketinggalan jaman. Keselamatan anggota TNI diliputi bayang-bayang bahaya tidak dalam perang.
- KRI Teluk Jakarta-541 tenggelam di perairan Masalembo pada 14 Juli 2020 lalu berusia 42 tahun.
- KRI Teluk Peleng-535 tenggelam pada 18/11/2013 saat sandar di Tanjung Priok usianya sudah kategori uzur, 35 tahun.
- Pesawat Hercules nomor ekor A-1234yang jatauh di Condet pada 5 Oktober 1991. Ketika itu terjadi usia pesawat 33 tahun.
- Pesawat Hercules nomor ekor A-1310 yang jatuh di Medan pada 30 Juni 2015, berusia 51 tahun.
- KRI Nanggala-402 tenggelam di laut Bali pada 21 April 2021 lalu. Seluruh kru dan awak 53 orang gugur di laut yang dalam. Ketika itu terjadi usia kapal itu 43 tahun. Meskipun coba direkondisi pada 2012 tapi tak mampu menyembunyikan daya tahannya makin melemah.
Para pengamat menyalahkan TNI mengapa tidak memodernisasi alat perang atau peralatan penunjang pertahanannya.
Selain itu tak sedikit anggota dewan mengkritik pemerintah mengapa tidak membangun alautsista lebih modern, mengapa memilih beli rekondisi dan lain-lain alasan sejenis itu.
Secara realistis pembangunan militer Indonesia baru dimulai sejak 2010 guna mewujudkan tugas pokok dan fungsi TNI yang tertuang dalam "buku putih" Rencana Strategis (renstra) Minimum Essential Force (MEF) yang dibuat Departemen Pertahanan pada 2007.
Ada 3 tahapan dalam mewujudkan renstra MEF. Tahap 1 (2010 - 2014); Tahap 2 (2015 - 2019) dan Tahap 3 (2020 - 2024). Jadi sesungguhnya tahun ini kita berada dalam Renstra Tahap ke tiga.
Sebuah kajian yang dibuat oleh Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI 2020 berjudul "Analisa Ringkas Cepat (ARC) Anggaran Pertahanan Indonesia di sini memberi jawaban sejauh apa MEF itu telah terlaksana, yaitu :
- Pencapaian MEF tahap 2 (2014-2019) masing-masing matra berturut-turut TNI AD 75%, TNI AL 62% dan TNI AU 44%.
- Penyediaan anggaran belanja untuk pertahanan TNI BEKUM teralokasi sebesar 1,5% dari GDP, syarat minimal yang diarahkan dalam buku putih MEF
- Meningkatkan peranan Industri dalam negeri guna meningkatkan riset, uji coba, produksi mandiri berbagai sektor industri pertahanan
- Meningkatkan kepedulian pada matra TNI AU pada MEF tahap 3 karena rendahnya serapan dana pertahanan pada 2 MEF terakhir
Masih berdasarkan sumber tersebut memberi arahan sejauh apa target yang harus dicapai TNI dalam mewujudkan MEF tahap 3 pada 2024 nanti, seperti terlihat pada gambar berikut ini :
Kita ambil 2 contoh saja. Pada matra TNI AD misalnya, sebelum MEF (katanya) ada 67 pesawat terbang. Pada MEF 2 sudah ada 104 unit. Pada MEF 3 harusnya 224 unit. Padahal menurut postur ideal jumlah yang diperlukan adalah 1.224 unit.
Pada Matra TNI AU. Sebelum MEF hanya ada 20 unit penangkis serangan udara. Terkepas dari apa jenisnya disebutkan pada MEF 3 harusnya sudah ada 64 unit baterai penangkis serangan udara dari 96 unit baterai yang dibutuhkan dalam postur MEF.
Guna memenuhi renstra MEF 1 dan 2 selama ini pemerintah memang telah menyikapi dengan sangat dilematis, satu sisi berusaha menyokong strategi MEF tapi seadanya dengan alokasi anggaran tidak sampai 1% dari GDP karena berbagai pertimbangan, diantaranya proyek skala prioritas.