Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sponsor dan Ahli Vaksin Nusantara Perlu Berkaca Ke FDA Sikapi BPOM

17 April 2021   01:13 Diperbarui: 18 April 2021   03:52 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi BPOM vs Vaksin Nusantara. Sumber gambar CNN Indonesia. Diedit dan tambahkan oleh Penulis

Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto coba meramaikan "blantika vaksin" Indonesia. Sayangnya masih berkutat pada tahap yang tidak menggembirakan, sementara vaksin lain telah siap pakai merambah ke seluruh pelosok desa setanah air.

Digagas Terawan beserta tim ahli dalam dan luar negerinya Vaksin Nusantara adalah vaksin unik karena berbasis sel dendritik (dendritic cell) dan pastinya untuk outoimun. Belum bisa  dipastikan apakah dapat digunakan untuk seluruh masyarakat.

Gambaran berbasis dendritik adalah seseorang yang diambil sampel darahnya untuk diberikan antigen berupa virus yang sudah dilemahkan. Setelah diolah beberapa hari kemudian disuntikkan kembali ke orang tersebut.

Keunikan lain vaksin ini mengarah kepada penderita Komorbid yaitu orang yang terinfeksi covid-19 karena juga menderita penyakit (bawaan) lainnya.

Karena bersifat unik dan personal vaksin ini secara teoritis bernilai ekonomis tinggi dan eksklusif. Bisa jadi perusahaan yang memproduksi dan memasarkan atau melayani vaksin ini akan menangguk pemasukan berlimpah ruah nantinya.

Tetapi sebelum sampai ke sana Vaksin Nusantara terlilit persoalan serius pada hasil uji klinis perdananya setelah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) banyak menemukan informasi sangat menyita pertanyaan mendalam.

Pada 16 Februari 2021 atau 2 bulan setelah Terawan tidak lagi menjabat sebagai Menkes, sejumlah anggota DPR Komisi IX memenuhi undangan untuk mendengarkan pemaparan hasil uji klinik tahap I vaksin Nusantara di RSPU Dr Kariadi, Semarang.

Wakil ketua komisi IX Emanuel Melkiades dalam pertemuan itu antusias sekali seraya berkata anggota komisi IX nantinya bersedia jadi relawan pada uji klinis tahap 2. 

BPOM telah menerima salinan uji klinis tahap satu tesebut dan telah memberikan review kepada tim ahli Vaksin Nusantara dan tembusannya juga dikirimkan kepada Kemenkes yang menimbulkan polemik sangat hangat saat ini.

DPR RI menggagas pertemuan antara keduanya. Dalam rapat kerjasama yang digelar oleh komisi IX DPR RI dengan tim ahli Vaksin Nusantara (Vanus) dan BPOM pada 10 Maret 2021 lalu ternyata semakin banyak hal yang membuat BPOM ragu.

Tim ahli Vanus dipimpin Terawan menyajikan data berbeda dengan salinan yang pernah diberikan kepada BPOM sebelumnya dan beberapa pertanyaan tidak dapat dijawab oleh tim ahli dalam negeri.

Di akhir pertemuan itu Penny Lukito ketua BPOM menegaskan "Silakan diperbaiki proof of concept-nya, kemudian data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan validitas dari tahap I clinical trial, barulah kalau itu semua terpenuhi kita putuskan apakah mungkin untuk melangkah ke fase selanjutnya," seraya berharap ada pertemuan selanjutnya dengan tim ahli Vanus pada 16 Maret 2020 yang ternyata tak kunjung terealisir hingga kini.

Persyaratan itu belum dapat dipenuhi tim ahli Vanus. Oleh karena itu BPOM belum mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) tahap 2 dan 3 untuk tim pengembang Vanus. Kesan yang muncul di media seolah-olah BPOM mempersulit pengembangan Vaksin buatan anak bangsa. 

Padahal tidak seperti itu, mengacu pada Perpres Nomor 80 Tahun 2017, tentang fungsi pokok BPOM, ada 11 macam Tugas Utama BPOM. Dua tugas utama terkait polemik ini adalah :

  • Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar
  • Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar

Mengacu pada 2 (dari 11) tugas utamanya di atas jelas sekali apa yang diminta BPOM bukanlah rekayasa berkomplot menggagalkan kreasi anak bangsa tapi dalam rangka menjalankan tugas. 

BPOM bukan lembaga kaleng-kaleng, bukan sekadar tukang stempel izin peredaran obat dan makanan baru.

Peranan BPOM seperti itu sama dengan yang dilakukan Food and Drug Administration (FDA) BPOM ala Amerika atau Badan Pengawas Obatan Uni Eropa (EMA).

FDA  Amerika Serika dengan tegas me-reject surat izin edar untuk beberapa produk karena beberapa alasan : Data tidak cukup; Potensi penyalahgunaan; Masalah seterilisasi pabrik manufaktur; Butuh percobaan lain;  Kurangnya data pendukung; Data keamanan yang tidak memadai; Data tidak lengkap dan lain-lain.

Sebuah contoh saja, pada 2014 FDA pernah menggagalkan peredaran RLX030 sejenis serelaxin obat mengatasi gagal jantung akut produksi Novartis. Obat itu akhirnya di-reject FDA karena alasan "insufficient data" atau data tidak cukup. 

Apa yang dimaksud data tidak cukup? Apakah musti ada uang pelicin, fee atau hadiah atau gratifikasi lainnya untuk petugas berkompeten di FDA agar surat izin terbit? Bukan, bukan itu sama sekali.

Artinya, FDA memerlukan informasi tambahan pada obat itu. Tapi Novartis tidak mampu memenuhinya sehingga FDA memutuskan produk tersebut TIDAK LAYAK EDAR, alias tidak dapat dipasarkan. Selesai ! Tidak ada yang menjerit.

FDA  seperti BPOM tidak mengikuti "order" yang ditetapkan oleh Presiden atau pihak yang berkuasa, karena keduanya tidak pernah menjadi pusat agenda siapa pun. Sebaliknya meski tidak disadari, mereka melindungi dirinya dari serangan, tekanan, pemaksaan dari pihak yang melawan aturan main.

Aturan main seperti bagaimana?

Untuk obat-obatan FDA menetapkan langkah-langkah sistematis yang harus dipenuhi sponsor atau produsen yang ingin mendapatkan surat izin edar di AS selengkapnya dilihat di sini.

Di sana terlihat proses dari tahap 1 (Sponsor harus menguji obat barunya dalam 3 fase) sampai pada tahap 11 (melakukan peninjauan klinis pada pabrik). Perlu waktu 2 bulan proses barulah FDA mengeluarkan surat izin. 

Terkait Vaksin Nusantara, siapakah sponsornya?

Menurut informasi beredar sponsornya adalah PT Rama Emerald yang menggandeng Balitbangkes dan AIVITA Biomedical Inc di AS. Sponsor inilah yang harusnya kooperatif dengan persyaratan BPOM, bukan menganggap enteng apalagi merasa dipersulit.

Mengacu pada cara produsen memperoleh izin dari FDA di AS sepantasnya AIVITA tanggap dengan ini, bukan menganggap sepele apalagi menganggap cukup dengan katabelece (menganggap) surat izin apapun di Indonesia masih dapat di atasi dengan rekayasa.

Padahal tidak demikian, jaman sudah berubah ada SOP yang melekat pada tugas masing-masing lembaga yang dikelola oleh SDM yang telah punya pengetahuan luas. Tidak bisa lagi diberi penjelasan remeh temeh berbasis rekayasa murni.

Jika ingin meramaikan blantika bisnis vaksin di tanah air diharapkan tim Vanus segeralah berbenah sebelum terlambat. Jika terlambat Vaksin Nusantara hanya menemukan kebun yang sudah habis masa berbuah .

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun