Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Generasi Milenial Nihil Kontribusi, Apa Faktanya?

31 Oktober 2020   03:11 Diperbarui: 31 Oktober 2020   19:34 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarno Putri (Mega) juga sebagai mantan Presiden RI ke 5 mengatakan generasi Milenial (kini) cenderung dimanjakan oleh  pemerintahan Jokowi.  

Megawati juga mepertanyakan sumbangsih generasi Milenial bagi bangsa dan negara.

"Apa sumbangsih kalian terhadap bangsa dan negara ini? Masa hanya (bisa) demo saja," kata Megawati sebagaimana dikutip dari Kompas.com

Pernyataan tersebut disampaikan saat pembukaan kantor DPD dan DPC PDIP secara virtual pada Rabu 28/10/2020 lalu. 

Bagaikan petir siang bolong pernyataan Megawati menyambar berbagai lapisan masyarakat yang mewakili generasi Milenial dan dikritisi serius karena dianggap "nihil Kontribusi."

Hillary Brigitta Lasut, anggota DPR RI termuda dari Partai Nasdem, sepakat dengan pernyataan Megawati  agar pemerintah tidak memanjakan kaum muda atau generasi Milenial, tetapi di sisi lain Hillary menyayangkan pernyataan Megawati tersebut karena mendiskreditkan generasi Milenial.

Ernest Prakasa, komika dan sutradara ikut menanggapi. Pernyataan Megawati karena terlalu semangat sehingga lupa sejumlah pada prestasi generasi Milenial.

Dia membeberkan, pencapaian Unicorn, Decacorn, penghargaan E-Sport International dan aplikasi teknologi transportasi dan lain-lain adalah contoh-contoh sumbangsih generasi Milenial pada era industri (digital) kreatif.

Abia Indou salah seorang mahasiswa dari Universitas Nasional yang turun ke jalan berdemonstrasi menolak Omnibus Law Ciptakerja menyayangkan pernyataan Megawati. Dia mengingatkan pembentukan bangsa ini tidak terlepas dari peran Pemuda pada masa itu yakni Boedi Utomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928).

Menjustifikasi generasi Milenial (saat ini) seakan-akan generasi manja dan cuma tahu enak-enak saja bahkan cuma bisa demo saja jelas pernyataan kontroversial.

Megawati sudah siap menghadapinya, "meskipun bakal dibully," ujarnya. Terlepas dibully atau tidak oleh generasi Milenial, mari kita mundur sejenak ke belakang. 

Mengacu pada Biro Sensus AS kategori milenial  adalah mereka yang lahir dalam rentang 1981-2000. Artinya kelompok tersebut kini berusia antara 20 - 39 tahun.

Mengacu pada keterangan Kementerian Kominfo, pengelompokan generasi Milenial atau disebut juga "Generasi Y" untuk mereka yang lahir diantara tahun 1980 hingga 1994. Dengan kata lain, saat ini mereka yang sedang berumur 26 hingga 40 tahun

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelompok atau generasi Milenial ini adalah mereka yang rentang usianya antara 20 hingga 40 tahun pada saat ini.

Mengacu pada buku Profil Milenial 2018 yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling, MA, (mantan) Menteri Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di sini (jika masih dapat diunduh) jumlah penduduk  generasi Milenial (sensus 2017) mencapai 33% dari total penduduk Indonesia.

Jika dimasukkan ke dalam kelompok produktif keberadaan generasi milenial mencapai setengah dari kelompok produktif (2017).

"Generasi Milenial akan memegang kendali atas roda pembangunan khususnya di bidang perekonomian yang diharapkan akan mampu membawa bangsa Indonesia menuju ke arah pembangunan yang lebih maju dan dinamis. Intinya, generasi milenial adalah modal besar untuk mewujudkan," sebagaimana dikutip dari buku Profil Milenial 2018 Kementerian PPPA di atas.

Masih dari buku tersebut, diingatkan juga bahwa bonus Demografi khususnya generasi Milenial bagaikan pisau bermata dua, bisa membawa berkah bisa juga membawa bencana.

Membawa berkah jika generasi Milenial tersebut sehat, cerdas dan produktif. Sebaliknya bisa membawa bencana jika yang terjadi sebaliknya karena akan menciptakan ledakan pengangguran di mana-mana mengingat persaingan pencari kerja lebih intens dan tinggi di segala sektor lapangan kerja.

Selain pertimbangan terkini di atas mari kita surut sejenak ke jaman pemerintahan Soekarno. Suatu ketika bung Karno pernah berkata “Beri aku 1000 orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku 10 pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia.” 

Tidak tahu kapan dan dimana kalimat itu disebutkan tetapi secara eksplisit mengaku betapa strategisnya para kaum muda (mungkin kelompok Milenial yang dimaksud saat ini.)

Kini generasi Y atau Milenial Indonesia mulai mengambil alih tongkat estafet bisnis dan pemerintahan di mana-mana bahkan mengambil alih komando kemudi protes atau demo terhadap kebijakan-kebijakan (katanya) tidak pro rakyat.

Gelombang demonstasi Reformasi simultan pada 1998 didominasi oleh kekautan milenial, sebuah demo paling parah bahkan super anarkis dan biaya mahal tetapi "membawa" Megawati menjadi Presiden Indonesia dua tahun setelah reformasi itu.

Kini, demonstrasi mengkritisi kebijakan yang melenceng dengan amanat rakyat atau melawan tirani dan totaliter apakah mendapat ganjaran generasi Milenial yang bejat, jahat, bodoh dan tidak produktif dan hanya bisa merusak?

Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Ada beberapa pendemo anarkis dan provokatif, tetapi tidak semua pendemo bejat dan merusak. 

Tidak semua pendemo bodoh. Jika ada pengecualian (ada pendemo yang merusak, tidak tahu duduk masalah dan tujuan demo) lebih tepat disebut sekelompok atau oknum pendemo anarkis dan kebetulan mereka adalah kelompok usia generasi Milenial.

Jadi mengjustifikasi generasi Milenial sebagai kelompok manja, tak produktif, bisanya cuma merusak, nihil kontribusi jelas sebuah pernyataan keliru jika tak pantas disebut pemikiran yang sesat.

Sejarah nasional mengakui peran penting Pemuda. Bung Karno sangat mengandalkan peran pemuda pada masanya. Sejarah Reformasi juga mencatat betapa penting dan strategis kekuatan generasi pemuda atau milenial yang dimaksud saat ini.

Menteri PPA (2014- 2019) telah mengakui betapa dahsyatnya posisi generasi Milenial dalam barisan usia produktif penduduk Indonesia dalam mengisi pembangunan nasional.

Kini, dalam kondisi tertekan Megawati mengeluarkan pernyataan irasional hingga menyatakan diri siap dibully adalah pemikian emosional dari seorang yang dianggap sebagai tokoh nasional.

Semua orang yang berpikir juga tahu yang dimaksud Mega mengarah pada kelompok tertentu atau oknum yang berdemo anarkis. Tapi itu kan perlu penjelasan lebih lanjut dan penalaran tambahan di luar konteks pernyataan langsung.

Seharusnya seseorang sekaliber "tokoh nasioanal" seyogyanya pikir dulu sebelum bicara, bukan bicara dulu baru pikir. Semoga hal ini dapat disikapi dengan arif dan bijaksana oleh para generasi Milenial, jangan ikut-ikutan irasional apalagi emosional menggelar demo dengan tema baru.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun