Penerbitan kartun itu satu sisi untuk mengenang 12 orang korban tewas pada masa itu tetapi satu sisi lain CH kembali berekspresi demi kepuasan kebebasannya.
Akibatnya sejumlah negara muslim kembali tersulut kemarahannya. Produk makanan dan minuman serta jasa Prancis ditolak di Timur Tengah dan Turki, pelopor gerakan negara Islam saat ini paling vokal hingga menimbulkan ketegangan kedua negara.
Menyikapi sikap keras Turki tabloid CH edisi terkini nomor 1475 edisi 28 Oktober 2020 malah menyulut masalah lebih besar membuat karikatur menjijikkan tentang Erdogan cabul.
"Di balik kedok bendera sekularisme tanpa kompromi, majalah Prancis sekali lagi lupa bahwa para pemimpin agama dari keyakinan yang berbeda, menolak kekerasan atas nama agama," seperti dikutip dari CNN, Kamis (7/1/2016) setahun setelah serangan 2015.
Tidak ada satu negara muslim manapun yang mengoyak-ngoyak kitab suci dan melecehkan tokoh agama lain manapun termasuk tidak membuat kartun melecehkannya walaupun memiliki skill atau mampu membuat seperti kartun ala CH.
Banyak idea lain bisa jadi topik kartun di CH mengapa musti menyasar tokoh agama atau nabi? Apakah CH telah kehilangan idea untuk menaikkan oplahnya dan mempolitisir perbedaan aturan Prancis dengan aturan Islam sebagai cara untuk pembenaran.
Jika Charlie Hebdo telah kehabisan idea itu adalah tugas Prancis mengarahkannya, tetapi jika Prancis kehabisan idea tentu BUKAN tugas Charlie Hebdo memberi arahnya.
Bagaimana kebebasan tetap berjalan tetapi juga bisa terarah. Ini jadi PR untuk Macron mewujudkannya agar nilai Prancis bukan cuma selebar Charlie Hebdo.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H