Jika tidak ada kendala apapun, sebentar lagi akan ada reshuffle kabinet sebagaimana telah dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan evaluasinya berkali-kali tentang adanya Menteri dan Lembaga yang terlihat biasa-biasa saja dalam menjalankan program pemerintahan pada masa krisis ekonomi dan pandemi covid-19 saat ini.
Sebelumnya mari "menyusuri" kembali tangga istana Presiden pada Rabu, 23 Oktober 2019 lalu. Saat itu presiden Jokowi duduk di tangga istana bersama menteri dan kepala lembaga memperkenalkan 38 punggawa pemerintahan Kabinet Indonesia Maju. Ketika itu presiden Jokowi menyampaikan sebuah harapan secara umum dengan penuh suka cita dan optimis.
"Dalam jangka pendek ini 5 tahun ke depan, fokus pada pengembangan SDM, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah," ujar presiden Jokowi saat itu.
Tidak sampai 5 tahun setelah itu atau cuma berselang beberapa bulan saja setelah itu presiden Jokowi mengeluarkan warning sangat keras dari yang pernah ada pada jajaran menteri dan kepala lembaganya agar fokus kerja, kerja dan kerja untuk mencapai tujuan.
Sebelum itu presiden juga sering mengeluarkan semacam peringatan atau reshuffle tetapi kali ini pada 18 Juni 2020 lalu ternayta sangat menghebohkan.
Reshuffle pun sesungguhnya bukan sesuatu yang luar biasa karena secara historis hal itu telah terjadi dan sering terjadi berkali-kali pada berbagai masa pemerintahan presiden sebelumnya.
Secara yuridis pun reshuffle bukan sesuatu yang berlebihan dan menegangkan karena Presiden memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan menterinya sesuai dengan aturan, sesuatu yang biasa sebetulnya dalam pemerintahan kepala negara presidential dimanapun di dunia.
Jika benar akan terjadi maka berikut ini adalah prediksi peluang Menteri dan kepala Lembaga yang (mungkin) akan tergusur dari pemerintahan kabinet Indonesia Maju (KIM).
Berdasarkan hal tersebut terdapat 7 Menteri atau Kementerian yang berada dalam kategori merah atau tinggi terkena reshuffle yaitu: Kementerian Perekonomian; Kementerian Perindustrian; Kementerian Perdagangan; Kementerian Sosial; Kementerian Kesehatan; Kementerian Perdagangan; Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Sedangkan Kementerian berada pada garis Orange (sedang) adalah Kementerian Ketenagakerjaan; Kementerian PUPR, Kementerian ESDM; Kementerian UMK dan Kementerian Ristek.
Sementara itu meskipun peluangnya kecil Kementerian dalam kategori kuning bisa juga berpotensi tergusur atau "angkat koper" dari KIM, yaitu Kemendes PDTT dan Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif.
Secara keseluruhan ada 16 Kementerian yang berpotensi tergusur dari orbit Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang terbagi dalam 3 skala prioritas disebutkan di atas.
Sementara itu Kementerian yang bertahan masih dominan yakni 22 Kementerian dan Lembaga.
Dari kalangan non politikus, yang bertahan sebanyak 13 Menteri. Mereka umumnya memperlihatkan greget yang dapat kita rasakan atau terlihat di media massa hampir setiap hari.
Bertahannya 7 Menteri dari kalangan politikus bisa juga karena berkinerja lebih memuaskan ketimbang 10 Menteri lainnya yang juga berasal dari Polikus (partai).
Dibalik ini semua (berdasarkan ekspektasi di atas) ada juga peristiwa paling menarik yakni tiga Menteri dan Lembaga dari kalangan partai yang tidak akan tergoyahkan meskipun performa kinerjanya tergolong rendah bahkan nyaris tidak greget sama sekali.
Walaupun tidak ada istilah Menteri superbody tetapi karena ada istilah "Lembaga Superbody" maka penulis menyebutnya Menteri superbody jika tak pantas disebut "the untouchable" karena berbagai alasan.
Tetapi mungkinkah pada kesempatan ini Presiden Jokowi akan berani menyentuh ketiga Kementerian atau Lembaga superbody tersebut? Kita lihat saja seperti apa pelaksanaannya.
Ekspektasi reshuffle penulis sampaikan ini adalah perkiraaan berdasarkan parameter disebutkan di atas. Segala sesuatunya tergantung pada Presiden dan tim khususnya mengambil keputusan berdasarkan aneka pertimbangan. Oleh karenanya bisa jadi ekspektasi penulis sampaikan di sini tidak akurat sedikit atau pun seluruhnya.
Oleh karenanya diharapkan tekanan yang telah disampaikan oleh Presiden harus dilihat sebagai sebuah cambuk atau pelecut motivasi agar para Menteri dan jajarannya lebih fokus pada rencana. Bersinergi mencapai tujuan dari atas hingga ke akar rumput di setiap kementerian masing-masing.
Diharapkan juga apabila Presiden ingin merombak kabinetnya (sesuai alasan dalam rapat kabinet tertutup pada 18 Juni 2020 lalu) seharusnya Presiden mengambil langkah tegas untuk Menteri manapun tanpa pandang bulu yang berkinerja tidak memuaskan.
Biarkan Fahri Hamzah (dalam acara mata Najwa 1 Juli 2020) mengatakan Presiden Jokowi sedang frustrasi dengan keputusannya. Biarkan juga Fahri mengatakan Presiden harus memperbaiki pikirannya dulu baru mengajak orang lain Menterinya) mempunyai perasaan yang sama.
Selain itu peranan Wakil Menteri sangat banyak jmlahnya dan terbukti kurang efektif, jadi perlu juga reevaluasi posisi Wamen. Akan tetapi langkah ini BUKAN satu-satunya menyelesaikan masalah reshuffle kabinet sebagaimana alasan yang terlontar dalam rapat kabinet 18 Juni 2020 lalu.
Jika Presiden benar-benar komit pada tujuan dan menilai perlu (langkah) pergantian Menteri maka itu adalah hak Presiden, termasuk pergantian untuk Menteri atau Lembaga superbody (jika ada).
Jika Presiden melakukan itu dalam kondisi seperti ini jangan sampai ada tebang pilih, bukan juga karena frustrasi, marah, bukan juga akibat gagal menyatukan pikiran dan perasaan.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H