Jika mengacu pada data CIA Factbook, jumlah penduduk Indonesia per Juli 2020 sebanyak 267 juta jiwa itu tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote.
Dari yang baru lahir hingga kakek nenek dimanapun berada semuanya butuh kebutuhan dari hal mendasar dan pokok hingga kebtuhan ekstra.
Kebutuhan mendasar setiap warga adalah jaminan keamanan dan ketertiban, jaminan kesehatan dan jaminan ketersediaan kebutuhan pokok dan kepastian hukum.
Kebuthan tambahan biasanya berupa bentuk yang lebih ekslusif dan bernilai lebih tinggi dari setiap kebutuhan dasar disebutkan di atas.
Beberapa warga masyarakat yang berkecukupan bersyukur dapat menikmati aneka kebutuhan dasar atau pokok dan kebutuhan tambahan dengan nilai dan citarasa ekslusif dan mahal, namun sebagian besar orang lain hanya mampu menikmati cita rasa biasa saja dan mungkin tidak memenuhi standar bahkan ada yang tidak mampu menikmatinya sama sekali.
Tetapi bagaimana JIKA kebutuhan pokok dan tambahan itu dikelola oleh Kartel swasta maupun pemerintah (BUMN) yang bersembunyi di dalam kartel swasta?
Secara kasat mata tidak nampak pihak pemerintah bersembunyi di balik kartel swasta dan idealnya pun tak boleh ada. Akan tetapi dalam kenyataan atau prakteknya ada.
Richard Posner seorang pakar hukum legal menyatakan bahwa kartel merupakan suatu kesepakatan atau kontrak persaingan para penjual untuk mengatur harga penjualan. Intinya menaikkan harga dan membatasi produksi.
Banyak lagi pengertian Kartel hampir senada dengan corak pengertian di atas. Intinya adalah adanya para pengusaha dalam usaha sejenis bekerjasama dalam pengendalian produksi dan pemasarannya guna menentukan harga.
Sekadar me-refresh beberapa contoh praktek kartel pernah terjadi adalah :
- Layanan pesan singkat (SMS) antara sesama operator seluler
- Kasus bahan baku garam oleh Kartel pengusaha garam pada 2005. Kasus ke dua pada 2019 terulang lagi
- Minyak goreng curah pernah dipermainkan oleh 20 produsen minyak goreng pada 2008.
- Penetapan harga tiket untuk menekan biaya avtur maskapai pada 9 maskapai pada 2006 hingga 2009
- Pada 2017 lalu terdengar adanya kartel cabai di Jawa yang menjadi penyuplai utama cabai ke pabrik-pabrik
- Baru-baru ini pada Mei 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengantongi nama 5 perusahaan migas Indonesia melakukan kesepakatan tidak menurunkan harga BBM meskipun harga minyak dunia seanjlok-anjloknya
Dari contoh di atas kita dapat melihat dimana posisi pemerintah (BUMN) yang berlidung dibalik kartel swasta. Mungkin itu oknum yang tidak bertanggung jawab tapi apapun sebutannya fakta memperlihatkan fenomena itu memang ada.
Ada raja dan ratu kartel yang bermain di pemasaran tepung, ada juga yang bermain di gula, beras, telur dan ayam potong dan lain-lain hingga harga harga daging sapi bahkan Narkoba sekalipun tak lolos dari incaran raja dan ratu Kartel.
Sandiaga Uno pernah mengakui dengan terang benderang adanya kartel bahan pangan di tanah air. Tak tanggung-tanggung, 94% rantai pengadaan bahan pangan dikuasai kartel. Hanya 6% yang dikuasai pemerintah.
"Tiap pemerintah harus punya ketahanan pangan yang kuat. Indonesia ini saya rasa kurang baik. Di Indonesia sendiri hanya 6% yang dikuasai oleh Bulog, 94% dikuasai kartel. Mafia impor pangan pegang kendali," kata Sandiaga dikutip dari investordaily.id.
Fakta teranyer pada April lalu, di tengah isu pandemi Covid-19, harga gula pasir melambung tinggi tak terkendali hingga usai lebaran. KPPU menemukan bukti harga gula pasri di jula di 34 provinsi dengan harga di atas harga eceran.
Ketika diusut, raja dan ratu kartel mengatakan Pemerintah lambat mendatangkan kapal pembawa gula impor. Ketika dicek ternyata bukan kapal yang terlambat tetapi gula di gudang-gudang penampung milik kartel digembok rapat. Kuncinya disimpan dalam peti lalu petinya terbawa hanyut entah kemana.
Raja dan Ratu kartel apapun bergerak sangat leluasa di tanah air ini menfaatkan lemahnya aturan tentang anti kartel dan monpolistik di tanah air tercinta yang sedang berjuang menghidupi 270 juta bangsa rakyatnya termasuk keluarga raja dan ratu kartel.
Siapa yang mau lawan raja dan ratu Kartel? Apa kekuatan dan dimana undang-undang anti-Kartel itu berada?
Tidak ada, bahkan KPPU pun sekalipun dibuat tak berdaya, bagaikan macan ompong pernah "diceramahin" Pertamina dan Shell tatkala menjelaskan apa sebab harga BBM tidak turun juga.
UU nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, telah lahir tidak lama setelah IMF mencairkan dana untuk Indonesia guna mengatasi krisis moneter dan ekonomi 1998, tapi dalam prakteknya tak mampu menggetarkan raja dan ratu kartel di tanah air.
Kondisi itu diperparah dengan hadirnya RUU Cipta Karya memangkas semua kewenangan yang sebelumnya menjadi tugas KPPU, praktis KPPU yang sudah ompong jadi melompong melihat gaya dan aksi raja dan ratu Kartel menari-nari di atas binis masing-masing.
Itu sebabnya praktek kartel tak mudah dimusnahkan, selain menguntungkan dan kuat (jika solid) juga telah berakar beranak pinak dari generasi ke generasi.
Akhirnya pengaruh kartel jadi hal biasa. Antara monopoli dn kartelpun seakan sama saja. Masyarakat jadi tak perduli karena tak berdaya dipermainkan harga dan persediaan setiap saat.
Ketika harga naik secepat kilat muncul alasan dari pihak kartel dari di luar logika hingga tak terduga, dari alasan gempa di samudera Hindia, taifun di laut Cina Selatan hingga virus corona di pelabuhan bikin barang langka, harga naik. Tetapi ketika harga seharusnya turun hanya mengeluarkan statemen sengaja dibuat sebingung-bingungnya supaya tidak jadi bertanya lagi.
Di sinilah tempat 267 juta rakyat Indonesia termasuk keluarga raja dan ratu Kartel hidup dan dirawat oleh pemerintah. Semuanya bergelayut mengais rejeki dari kelas kakap hingga kelas teri. Pada kelompok kelas teri beberapa diataranya cuma dapat aromanya saja, itupun tak sedap baunya.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H