Risiko menggunakan bensin beroktan rendah serta dampaknya terhadap kinerja mesin berkompresi rendah atau tinggi kurang menarik perhatian masyarakat. Faktanya selama ini jarang terdengar masyarakat komplain pada bensin 88 (premium) apalagi terhadap bensin 90 (pertalite) terkait mesin kendaraan mereka.
Dirjen ESDM sebalumnya telah menetapkan ke dua produk pertamina tersebut sebagai produk berstandar dan bermutu, tergolong bensin tanpa timbal (TT) melalui beberapa kali SK Dirjen sebelumnya, salah satunya SK Dirjen Migas bertanggal 13 Maret 2006 saat itu dalam keputusan nomor duanya adalah berbunyi sebagai berikut :
Sama seperti usia kekuasaan ada batasnya, SK pun ada batas berlakunya seperti kedua SK di atas jika Bensin 88 dan 90 benar-benar musnah tinggal kenangan
Tetapi memusnahkan dua primadona bahan bakar andalan masyarakat disebutkan di atas pada saat orang sedang menanti turunnya harga BBM dan terjadi saat pendapatan masyarakat (bahkan negara) sedang gonjang-ganjing diamuk covid-19 sangatlah tidak tepat meskipun alasannya demi protokoler teknologi Euro-4 dan pelestarian lingkungan (alam).
Haruskah sebuah negara sedang berkembang yang didera oleh sejumlah persoalan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan ekonomi dan disparitas penghasilan dengan gap sangat jauh musti tunduk pada protokoler era industri otomotif euro 4 dan mungkin sebentar lagi era euro 5?
Sangatlah ironis JIKA Pertamina "membunuh" kedua produk unggulan masyrakat tersebut. Jika dipaksakan yang akan terjadi akan sangat kontradiktif dengan tujuan sejati Pertamina (peningkatan volume penjualan dan laba) yakni:
- Menurunnya penggunaan bahan bakar secara massif di seluruh tanah air
- Biaya perjalanan, pengiriman dan sejenisnya akan meningkat
- Bertambahnya pengangguran
- Melemahnya pendapatan masyrakat
- Dalam jangka pendek akan memperkecil volume penjualan dan laba pertamina
Diharapkan para komisaris Pertamina kali ini berani memberi pandangan pada Erick Thohir yang tampaknya seperti kehilangan arah akibat dipaksa menjadi mesin ATM untuk membiayai negara pada masa paceklik saat ini.
Idealnya Pertamina dapat mempertahankan dua primadona terebut dan solar dalam kondisi paceklik saat ini agar warga dapat memulai era new normal kembali dari merangkak pelan-pelan lalu bisa berjalan hingga "berlari" kencang kembali beraktifitas seperti sedia kala. Toh pencapaian akhirnya adalah meningkatkan GDP yang akan membawa aneka dampak positif pada sisi ekonomi makro negara.
Jika lambat laun masyrakat dipaksa menerima keputusan tersebut paling juga hanya bisa pasrah. Tetapi kemungkinan besar hasilnya sangat kontraproduktif dengan harapan disebutkan di atas.
abanggeutanyo