Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap MUI tentang Shalat Idul Fitri dalam Pandemi Covid-19 Kini Lebih Tegas

17 Mei 2020   16:58 Diperbarui: 17 Mei 2020   18:13 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mejelis Ulama Indonesia (MUI) telah berperan dalam banyak bidang guna mencapai maksud dan tujuan pembetukannya sejak 26 Juli 1975 . Salah satunya adalah sikap MUI dalam mendukung pemerintah dalam pembangunan bangsa dan negara. Kini salah satu dukungan itu adalah mendukung pemerintah memerangi Covid-19, melarang warga melaksanakan ibadah berkumpul dan berjamaah semua agama, termasuk kaum muslimin dan muslimah sejak  Maret lalu di tanah air.

Menyikapi pencegahan penularan covid-19 MUI telah mengeluarkan fatwa tatacara shalat di rumah yang belakangan diakui oleh MUI bukan melarang Shalat (dari shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat sunnat tarawih dan aturan tentang shalat Idul Fitri) tapi menganjurkan shalat di rumah saja.

Terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri di tengah covid-19 lembaga yang (masih) dipimpin oleh Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin (KHMA) ini telah mengeluarkan fatwa Nomor 28 Tahun 2020 terkait Tatacara (panduan) Shalat Idul Fitri sendiri atau di rumah dan berjamaah.

Kita TIDAK akan membicarakan bagaimana cara atau rukun pelaksanaannya di sini melainkan ingin melihat sejauh apa tingkat ketegasan Fatwa MUI kali ini dalam mengeluarkan fatwa agar tidak disalah artikan (multi tafsir) oleh berbagai kompenen masyarakat.

MUI mengakui fatwa sebelumnya telah "diplesetin" menjadi larangan shalat berjamaah selama menghadapi pandemi virus corona sejak pertengahan Maret 2020 lalu.

Berawal dari fatwa MUI Nomor 14 tanggal 16 Maret 2020 tentang tata cara "shalat di Rumah" menghadapi Covid-19, fatwa tersebut sesungguhnya berisi ketentuan shalat berjamaah dan tentang banyak hal lainnya termasuk terhadap individu yang terkena sakit covid-19. 

Didalamnya juga diatur ketentuan tentang ibadah bagi orang yang sehat agar tidak tertular covid-9, larangan shalat Jumat berjamaah, larangan buka puasa bersama, sahur on the road, tabligh, pelaksanaan 17 Ramadhan hingga aturan zakat dan "janji" MUI akan menerbitkan fatwa khusus shalat Idul Fitri, telah di urai dalam Fatwa nomor 14 tersebut.

MUI berpendapat, belakangan (telah) muncul aneka persepsi yang memenggal sepotong-sepotong fatwa tersebut seakan-akan MUI melarang orang shalat berjamaah, menutup masjid dan shalat Idul Fitri. Selain itu juga ada yang mengatakan sebaliknya atau memlintir Kemenag mengatakan justru mengizinkan shalat berjamaah termasuk shalat sunat Taraweh 

Opini-opini seperti itu dapat menimbulkan ketidak percayaan warga dan menimbulkan preseden buruk terhadap MUI. Hal ini diakui oleh ketua MUI Sumatera Barat, Gusrizah Gazahar. Menurutnya, dengan begitu banyak yang mengatakan bahwa MUI melarang umat muslim melaksanakan salat Jumat. Akibatnya, masyarakat jadi heboh lalu protes.

"Padahal dalam fatwa itu ada rinciannya, ada yang tertuju pada perorangan, pada penyelenggara ibadah, dan ada yang tertuju kepada masyarakat yang berada di wilayah tertentu," katanya Senin (23/3/2020). Sumber : di sini.

Akhirnya, sesuai dengan "janji" yang tertera dalam Fatwa MUI nomor 14 Tahun 2020 di atas akhirnya MUI menerbitkan Fatwa terbaru dengan tegas yaitu Fatwa Nomor 28 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan Shalat Idul Fitri di Rumah di tengah Pandemi Covid-19.

Berusaha Agar tidak terulang lagi warga salah persepsi  seperti sebelumnya maka pada fatwa terkini yang ditandatangani pada 13 Mei 2020 lalu,  MUI melalui aneka pertimbangan hadis dan pendapat para ulama menerbitkan fatwa setebal 12 halaman, memutuskan 7 bagian aturan pelaksanaan, yaitu :

Bagian I : Shalat Idul Fitri hukumnya Sunnah muakkadah (sangat dianjurkan); Sunnah dilaksanakan di masjid tanah lapang, mushalla dan lain-lain; Boleh berjamaah dan boleh di rumah; Pada malam idul fitri di sunnahkan merayakan dengan takbir dan tahmid dan beribadah.

Bagian II: Pelaksanaan shalat Idul Fitri di Masjid, Mushalla dan lain-lain secara berjamaah pada kawasan bebas Covid-19 atau daerah yang telah memperlihatkan penurunan kasus Covid-19 berdasarkan pendapat ahli kredibel. Selain itu disebutkan juga pelaksanaan shalat idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah.

Bagian III. Panduan Shalat Idul Fitri Berjamaah

Bagian IV : Panduan Khutbah Idul Fitri

Bagian V : Tatacara shalat Idul Fitri di rumah

Bagian VI : Panduan Takbir Idul Fitri

Bagian VII : Amaliah Sunnah Idul Fitri

Selengkapnya dapat diunduh di sini.

Dengan demikian jelaslah sudah bahwa MUI kali ini sedikit lebih tegas dari sebelumnya dalam fatwanya yaitu :

Membolehkan orang shalat idul fitri di rumah dan membolehkan shalat idul fitri di lapangan, masjid atau mushalla terutama di kawasan yang BEBAS Covid-19 atau kawasan yang menunjukkan penurunan kasus Covid-19 berdasarkan kajian para ahli berkompeten.

Jadi akhirnya berpulang kembali pada individu masing-masing. Jika kuatir menularkan penyakit atau kuatir tertular penyakit silahkan memilih menurut alasan masing-masing. Yang penting jangan bersikap akal-akalan, misalnya karena malas shalat berjamaah akhirnya beralasan kuatir tertular atau menularkan covid-19.

Selain itu jika pulang dari shalat idul fitri tiba-tiba merasa flu, sakit kepala, batuk-batuk jangan langsung menyalahkan ada orang lain telah menularkan karena bisa jadi hal itu adalah batuk atau flu biasa, jangan langsung memvonis dan menyesali telah hadir shalat idul fitri.

Diharapkan juga fatwa MUI kali ini tidak ada yang memelintir dengan berbagai macam persepsi karena sudah jelas sekali bagi orang-orang yang membacanya dengan seksama dan teliti. 

Pihak MUI sendiri juga diharapkan konsekuen dengan keputusannya, jika dampak penderita covid-19 meningkat setelah itu lantas TIDAK meredefinisi Fatwanya misalnya justru melarang. "MUI cuma keluarkan dalil pelaksanaan dan tatacara shalat Idul fitri, bukan menganjurkan berjamaah, " semoga tidak seperti itu.

Bagaimana pun kita berharap positif, semoga akhir Ramadhan tahun ini menandakan bencana Covid-19 telah lenyap, musnah dari negeri kita sehingga ummat agama manapun dapat kembali melaksanakan ibadahnya dengan leluasa, riang gembira dan tanpa cemas lagi.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun