Mejelis Ulama Indonesia (MUI) telah berperan dalam banyak bidang guna mencapai maksud dan tujuan pembetukannya sejak 26 Juli 1975 . Salah satunya adalah sikap MUI dalam mendukung pemerintah dalam pembangunan bangsa dan negara. Kini salah satu dukungan itu adalah mendukung pemerintah memerangi Covid-19, melarang warga melaksanakan ibadah berkumpul dan berjamaah semua agama, termasuk kaum muslimin dan muslimah sejak Maret lalu di tanah air.
Menyikapi pencegahan penularan covid-19 MUI telah mengeluarkan fatwa tatacara shalat di rumah yang belakangan diakui oleh MUI bukan melarang Shalat (dari shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat sunnat tarawih dan aturan tentang shalat Idul Fitri) tapi menganjurkan shalat di rumah saja.
Terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri di tengah covid-19 lembaga yang (masih) dipimpin oleh Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin (KHMA) ini telah mengeluarkan fatwa Nomor 28 Tahun 2020 terkait Tatacara (panduan) Shalat Idul Fitri sendiri atau di rumah dan berjamaah.
Kita TIDAK akan membicarakan bagaimana cara atau rukun pelaksanaannya di sini melainkan ingin melihat sejauh apa tingkat ketegasan Fatwa MUI kali ini dalam mengeluarkan fatwa agar tidak disalah artikan (multi tafsir) oleh berbagai kompenen masyarakat.
MUI mengakui fatwa sebelumnya telah "diplesetin" menjadi larangan shalat berjamaah selama menghadapi pandemi virus corona sejak pertengahan Maret 2020 lalu.
Berawal dari fatwa MUI Nomor 14 tanggal 16 Maret 2020 tentang tata cara "shalat di Rumah" menghadapi Covid-19, fatwa tersebut sesungguhnya berisi ketentuan shalat berjamaah dan tentang banyak hal lainnya termasuk terhadap individu yang terkena sakit covid-19.
Didalamnya juga diatur ketentuan tentang ibadah bagi orang yang sehat agar tidak tertular covid-9, larangan shalat Jumat berjamaah, larangan buka puasa bersama, sahur on the road, tabligh, pelaksanaan 17 Ramadhan hingga aturan zakat dan "janji" MUI akan menerbitkan fatwa khusus shalat Idul Fitri, telah di urai dalam Fatwa nomor 14 tersebut.
MUI berpendapat, belakangan (telah) muncul aneka persepsi yang memenggal sepotong-sepotong fatwa tersebut seakan-akan MUI melarang orang shalat berjamaah, menutup masjid dan shalat Idul Fitri. Selain itu juga ada yang mengatakan sebaliknya atau memlintir Kemenag mengatakan justru mengizinkan shalat berjamaah termasuk shalat sunat Taraweh
Opini-opini seperti itu dapat menimbulkan ketidak percayaan warga dan menimbulkan preseden buruk terhadap MUI. Hal ini diakui oleh ketua MUI Sumatera Barat, Gusrizah Gazahar. Menurutnya, dengan begitu banyak yang mengatakan bahwa MUI melarang umat muslim melaksanakan salat Jumat. Akibatnya, masyarakat jadi heboh lalu protes.
"Padahal dalam fatwa itu ada rinciannya, ada yang tertuju pada perorangan, pada penyelenggara ibadah, dan ada yang tertuju kepada masyarakat yang berada di wilayah tertentu," katanya Senin (23/3/2020). Sumber : di sini.
Akhirnya, sesuai dengan "janji" yang tertera dalam Fatwa MUI nomor 14 Tahun 2020 di atas akhirnya MUI menerbitkan Fatwa terbaru dengan tegas yaitu Fatwa Nomor 28 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan Shalat Idul Fitri di Rumah di tengah Pandemi Covid-19.