Hingga saat tulisan ini dibuat, 20 negara telah bebas dan melonggarkan lockdown, yaitu: Afrika Selatan, Austria, Amerika Serikat (AS), Australia, China, Ceko, Denmark, India, Italia, Inggris, Jerman, Malaysia, Mesir, Nigeria, Norwegia, Perancis, Spanyol, Selandia Baru, Swiss dan Vietnam.
Mengacu pada 20 negara di atas telah mengalami berbagai situasi terkait corona virus antara lain mengalami jumlah angka kematian yang tinggi dan memiliki jumlah penduduk banyak dengan sejumlah dampak sosial dan lain-lain.
Sejumlah negara di sebutkan di atas akhirnya "berdamai" dengan virus corona. Belum jelas negara apa lagi tetapi tampaknya banyak negara lain juga akan menyusul.
Kata "berdamai" sengaja diberikan tanda kutip untuk mempertegas maksudnya yaitu BUKAN menganggap enteng pada virus corona tetapi membuka diri beraktifitas kembali secara normal dalam berbagai aktifitas namun tetap mempraktekkan budaya jaga kebersihan diri dan lingkungan dengan lebih ketat dan serius.
Benar juga lockdown, PSBB atau apapun namanya sudah saatnya diakhiri tetapi tetap mempraktekkan budaya jaga kebersihan diri dan lingkungan di mana pun kita berada karena China sebagai episentrum merebaknya wabah corona pada Desember 2019 lalu saja telah melepas isolasi wilayah atau negara tirai bambu tersebut pada akhir April lalu.
Dari sana kita melihat perlahan tapi pasti orang-orang mulai menata kehidupan mereka kembali dalam berbagai aktifitas khususnya aktifitas ekonomi. Di sisi lain literasi menjaga kesehatan dan pencegahan terhadap serangan virus corona tetap dijalankan secara otomatis dengan tingkat kesadaran sangat tinggi.
Hal yang sama terjadi di Jerman dan AS. Lelah diterpa oleh pukulan ekonomi yang hampir tak berkesudahan akhirnya membuat negara raksasa ekonomi tersebut harus keluar dari sarangnya "menyambut" Corona Virus lebih fleksibel tanpa mengorbankan kegiatan ekonomi lagi.
Di sisi lain kita juga dibuat heran dengan kebijakan-kebijakan kaku yang menjerat sejumlah negara tentang cara penanganan pencegahan wabah virus corona secara ekstrim berbulan-bulan lamanya.
Mengacu pada awal "kaburnya" virus corona dari Wuhan pada akhir Desember 2019 kini hampir 5 bulan beberapa negara terpasung oleh kekuatiran yang sangat tinggi pada virus tersebut sehingga memilih melawannya dengan memperpanjang lockdown, PSSB,PSBK atau apapun namanya senada dengan itu.
Tidak ada keuntungan secara ekonomis memperpanjang lockdown akan tetapi bencana kemanusiaan pun bisa menjadi "proyek" basah untuk mengeksploitasi isu tersebut sedemikian rupa guna mendapat keuntungan dari impor alat kesehatan, pengadaan alkes, obat-obatan, pendistribusian hingga ada juga memanfaatkannya dengan menjual kembali ke tengah masyarakat.
Bagi mereka masuk kategori itu memang berharap lockdown bisa lama karena ada keuntungan ekonomis yang dapat mereka peroleh dari bencana kemanusiaan.
Perumpamaan lain adalah pedagang senjata dan amunisi berharap perang atau pemberontakan bisa berjalan lebih lama dan panjang sehingga ada pembelian senjata dan amunisi serta petempur yang memberi keuntungan pada mereka.
Berkaca pada peristiwa di sejumlah negara yang telah "malang melintang" menghadapi dan mencegah corona virus tampaknya pemerintah Indonesia musti bersikap lebih fleksibel yaitu melonggarkan lockdwon atau PSBB atau apapun namanya tapi mirip dengan itu atau bila perlu berhentikan lockdown.
Akan tetapi petugas terkait musti terus memberi sosialisasi (cuci otak) setiap pagi dan sore pada masyarakat (di jalan, pasar, komplek perumahan dan lain-lain) agar menjaga kebersihan diri dan lingkungannya masing-masing dimanapun mereka berada dan beraktifitas termasuk di dalam pasar tradsional becek sekalipun. Brain storming simultan itu dihrapkan mampu mencuci otak warga dan mengubah budaya jorok otomatis jadi lebih bersih.
Kini semakin hari semakin terlihat pola penanganan corona virus menjadi amburadul. Ada berita mengatakan orang berkecukupan justru mendapat bansos. Ada pemilik rekening gendut memperoleh BLT, ada pasangan suami istri berkecukupan memperoleh bantuan pra kerja dan lain-lain.
Tak perlu menunjuk siapa tetapi kondisi itu mempertegas adanya kekacauan dalam program-program yang awalnya bertujuan mulia belakangan menjadi simpang siur karena kesalahan data, kesalahan informasi, kesalahan integrasi ini dan itu yang harusnya tak perlu terjadi.
Dampak PSBB pun telah bikin kacau perekonomian. Penerimaan negara lebih besar pasak dari tiang sedangkan penghasilan warga jauh panggang dari api. Semua merasakan getahnya terutama warga keluarga miskin seakan makin putus asa menghadapi sulitnya hidup saat ini.
Oleh karena itu sudah saatnya bangkit tapi JANGAN anggap enteng dengan virus corona. Sekali lagi, petugas musti meneruskan sosialisasi mengingatkan warga pagi, siang dan sore agar menjaga kebersihan diri dan lingkugannya. Petugas apapun kesatuan dan isntansinya musti secara kontinu selama setahun dilibatkan mensosialisasikan kebersihan termasuk pasar- pasar tradsional.
Jangan salahkan lockdown, PSSB apalagi corona virus. Mari ambil hikmahnya saja, setidaknya dengan peristiwa ini telah membuat kita jadi paham bahwa virus corona itu ternyata berbahaya. Literasi mitigasi dan pencegahannya telah membantu jutaan orang sadar dan paham bagaimana seharusnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Sangat ironi jika literasi itu putus sampai sampai di bulan Mei saja seiring berkahirnya PSBB atau lockdown. Menyedihkan sekali jika setelah itu warga kembali kurang perduli kebersihan diri dan lingkungan.
Beberapa jam lalu Presiden Jokowi telah membuka narasi tentang "damai" dengan corona tersebut. Jika itu terjadi maka sangat diharapkan petugas yang menjalankan tugas sosialisasi brain storming tetap gigih mendidik warga di manapun berada agar tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, tidak lapuk oleh waktu.
Selamat datang kehidupan baru. Mari kita bangkit kembali dengan "berdamai" dengan corona virus
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H