Saat ini harga minyak mentah dunia sedang turun, artinya Pertamina lebih efisien jika membeli harga minyak mentah dunia daripada melalui MOPS. Akan tetapi Pertamina tidak dapat melaksanakan cara tersebut karena mempertimbangkan bebrapa aspek lain, salah satunya adalah posisi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yaitu Badan Usaha Tetap atau Perusahaan Pemegang Hak Pengelolaan dalam suatu Blok atau Wilayah Kerja yang memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia.
Berdasarkan pernyataan tersebut ada tiga hal penting mengapa harga BBM eceran tidak juga turun semudah membalikkan telapak tangan mengikuti turunnya harga minyak dunia, ini disebabkan oleh :
- Harga mengacu pada pada harga 2 bulan sebelumnya diperkuat oleh SK Menteri ESDM Nomor 62/2020
- Harga mengacu kepada penilaian Mean of Platts Singapore (MOPS)
- Mempertimbangkan posisi SSSK dan pekerja di kilang-kilang Pertamina. Posisi SSSK adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Jangka waktu Kontrak Kerja Sama paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan selanjutnya Kontraktor dapat mengajukan perpanjangan lagi paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Jadi manakah yang paling berpengaruh diantara ketiga "punggawa" di atas dalam menentukan harga jual minyak eceran dalam negeri? Perlukah ke tiga komponen di atas dilibatkan dalam kenaikan harga? Jika perlu dalam kenaikan harga mengapa dalam menurunkan harga peranan mereka seolah-olah samar-samar tidak berperan?
Kepada Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M pernah diharapkan agar dapat memutus rantai yang telah membuat Pertamina tidak bekerja dengan efisien dan dirampok bertahun-tahun. Tetapi sampai dimanakah kemampuan Ahok ?
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H