Sebagaimana pernah diulas sebelumnya di sini ada perubahan dramatis pada sikap dan raut wajah Bendarahara Negara atau Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI) terutama sejak awal Januari 2020 hingga kini. Apa pasalnya?
Banyak spekulasi berkembang memperkirakan aneka kemungkinan misalnya karena banyak terjadi kebocoran anggaran yang disalah gunakan oleh pejabat misalnya korupsi dana BOS, bantuan dana untuk Desa Fiktif. Selain itu juga ada penggelapan pajak oleh pejabat BUMN; Melencengnya penerimaan negara; Rentannya Rupiah dipermainkan oleh spekulan; Terlalu banyak pengeluaran belanja negara di tengah upaya perang melawan Corona dan lainnya.
Tetapi ada yang baru diungkapkan SMI sehari yang lalu yaitu kekuatirannya tentang potensi negara bisa masuk dalam resesi ekonomi.
Sekadar mengulangi saja. Resesi ekonomi adalah sebuah situasi merosotnya kegiatan ekonomi sebuah negara yang mengalami penurunan PDB dan pertumbuhan ekonominya negatif selama 2 kwartal atau lebih dalam satu tahun. Apabila resesi (kemorosotan) ekonomi itu terjadi lebih dari 3 kwartal maka disebut "depresi ekonomi" di sini akan muncul hiperinflasi dan kebangkrutan ekonomi dan lain-lain.
Jika mencapai tingkat depresi ekonomi seluruh parameter tolok ukur di dalam penyusunan APBN hanya menjadi catatan usang di atas seonggok kertas.
Begitu beratnya pukulan yang dirasakan sebuah pemerintah yang negaranya mengalami depresi ekonomi melebih resesi ekonomi. Perumpamaan paling dramatis untuk melihat perbedaan antara resesi ekonomi dan depresi ekonomi meminjam perumpamaan yang dibuat oleh Sydney Harris salah seorang kolumnis surat kabar The Chicago Daily News dan The Sun-Times.
"a recession is when your neighbor loses his job; a depression is when you lose your job." (Resesi adalah ketika tetangga Anda kehilangan pekerjaannya; Depresi adalah ketika Anda kehilangan pekerjaan Anda,) ujar kolumnis kawakan pada masanya (meninggal dunia pada 8/12/1986). Sumber ini.
Begitulah pengakuan Sri Mulyani yang terakhir menggambarkan kekuatiran sesungguhnya menimpa negara ini. Menurut SMI skenario terberat yang akan dihadapi negara ini (jika wabah Corona tidak kunjung usai) adalah resesi ekonomi.
"Kalau kondisinya berat dan panjang bisa terjadi resesi dimana PDB dalam dua kwartal berturut-turut negatif," ujar SMI 14/4/2020 kepada pers.
Meskipun SMI pernah melontarkan ekspektasinya tahun lalu tentang bakal terjadinya resesi ekonomi dunia pada 2020 akan menyerang negara-negara maju tetapi kspektasi itu tentu BUKAN sebuah harapan melainkan sebuah analisa sebab akibat dalam volatilitas ekonomi dan moneter.
Saat itu 28/8/2019, di ruang rapat Komisi XI DPR SMI melontarkan dugaannya berdasarkan indikasi sejumlah negara maju telah membuat kebijakan yang bermuatan kekhawatiran bakal terjadinya pelemahan ekonomi global. Dari indikator itu SMI melihat tampaknya negara-negara maju telah menyiapkan langkah-langkah penyelamatan lebih awal meskipun BELUM ada tanda-tanda munculnya pandemi Corona saat itu.
Apabila resesi ekonomi itu terjadi bahkan Depresi Ekonomi sekalipun, apa yang akan terjadi pada negara berkode +62 ini? Sekadar melukiskan seperti SMI menduga resesi ekonomi Global tersebut di atas, penulis memperkirakan situasi akan terjadi adalah sebagai berikut :
- Nilai mata uang Rupiah melemah dan terus melemah hingga batasan paling dramatis, setidaknya tembus 22.000 rupiah per USD
- Pengangguran meningkat. Pabrik-pabrik banyak yang tutup dan perkantoran hampir tidak ada pegawai yang datang
- Peminta-minta di jalan dan perumahan semakin banyak, sementara itu ruang perawatan di Rumah Sakit sudah tak mampu menerima orang sakit yang terus bertambah
- Bahan kebutuhan pokok sangat langka, harganya "selangit." Orang - orang kelaparan mudah terlihat di mana-mana
- Tindakan kriminalitas meningkat. Selain itu prostitusi dan perceraian semakin banyak
- Kelompok speratis dan gerombolan bersenjata yang selama ini terorganisir rahasia (clandestine) mengambil keempatan dengan menawarkan mimpi-mimpi indah untuk pengikutnya melalui propaganda hoaks dan fitnah agar melakukan perlawanan karena pemerintah telah "membuat" penderitaan.
Tapi sabar dulu. Beberapa "gambaran" di atas hanya terjadi pada masa Great Depression yang berawal di AS pada 24/10/ 1929 lalu menjalar ke Eropa dan dunia mulai 1930.
Meningkatnya tindakan kriminalitas, prostitusi dan kelompok bersenjata adalah "konsekwensi" atas meningkatnya kemiskinan dan pengangguran jangka panjang di manapun di seluruh dunia.
Great Depression berawal dari krisis moneter di AS yang menyebabkan 1/3 bank lenyap, kekayaan pemegang saham lenyap dan kontraski monter di AS sangat dalam. Pada 29/10/1929 harga saham di WS jatuh "berkeping," melengkapi kepanikan warga AS.
Jika wabah Corona dapat segera beranjak pergi dari seluruh dunia mungkin percepatan recovery ekonomi kita dan dunia akan pulih lebih cepat. Tak perlu menunggu sampai terlewatinya masa resesi dan depresi ekonomi.
Oleh karenanya perlu kerjasama kita semua mengentaskan Corona agar cepat berlalu. Tugas itu bukan tugas pemerintah saja, bukan pikiran SMI semata tetapi pikiran kita semua untuk menghentikan penularan dan penyebarannya sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H