Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Cegah Kerusuhan di Lapas Akibat Napi Fobia Corona

17 Maret 2020   23:15 Diperbarui: 19 Maret 2020   14:17 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi Rutan Kelas II B Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumut, pascakerusuhan Rabu (12/2/2020). (Foto:sumut.inews.id)

Di zaman serba teknologi informasi dan terbuka seperti ini tidak ada informasi dari luar yang tidak bisa tembus ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau lapas, rumah tahanan (rutan) atau penjara. 

Meskipun para napi dilarang menggunakan telepon (HP) dan sejenisnya tapi bukan rahasia lagi napi menggunakan handphone dengan leluasa dalam tahanan dan mendapatkan berbagai informasi dari luar.

Napi mengendalikan bisnis dari ruang tahanan bukan hal yang aneh lagi. Napi melakukan tindak penipuan dari ruang tahanannya juga hal yang sudah biasa, apalagi napi membaca dan menyimak aneka informasi dari media juga bukan hal yang aneh lagi.

Terkait yang terakhir, informasi perkembangan wabah Covid-19 (corona) yang telah melanda hampir seluruh negara di dunia ini juga telah diketahui oleh para napi. 

Bagi tipe napi berpendidikan tinggi pasti akan lebih mudah memahami perkembangan Covid-19. Lain halnya dengan tipe napi  kurang pengetahuan, cuma mengandalkan informasi hoaks, jadi lain masalahnya.

Tetapi kedua tipe napi tersebut lama-lama bisa juga termakan informasi hoaks  ketika membandingkan dengan situasi dan kondisi sesungguhnya di lingkungan tempat mereka dipenjara, bisa jadi  muncul kegelisahan akut di dalam penjara dan berakhir dengan kerusuhan.

Berkaca pada aneka kerusuhan yang terjadi selama ini awalnya dipicu persoalan-persoalan biasa misalnya pertengkaran sesama napi dan kurangnya mendapat perhatian pengurus LP atau penjara pada kebutuhan utama alias kurang manusiawi.

Kebutuhan utama yang dimaksud misalnya soal air bersih, soal air minum, soal sanitasi, WC, dan sejenis dengan itu dan tampaknya itu adalah sesuatu yang wajar-wajar saja karena para napi tidak menuntut kamar tahanan yang luas dan lapang serta alas tidur nyaman apalagi ber AC.

Ketika persoalan-persoalan itu terakumulasi lalu masuk pemberitaan hoaks yang membuat mereka menjadi lebih khawatir tentu saja di situlah momentum ledakan kerusuhan itu terjadi.

Sebut saja salah satu informasi yang diterima sekarang adalah tentang wabah corona (Covid-19) yang telah menjadi pandemi bagi seluruh dunia. Para napi lalu mendapat informasi proses penularan serta dampaknya (digambarkan) sangat mengerikan oleh para pembuat hoaks, lalu ditelan bulat-bulat oleh para napi. 

Jelas sekali arahnya untuk menciptakan phobia corona di dalam rutan dan berpotensi jadi kerusuhan.

Kerusuhan akibat phobia corona telah terjadi di Lapas Italia tepatnya di San Vittore, di kota Milan pada 9 Maret 2020 menyebabkan 6 napi tewas dalam kerusuhan tersebut.

Jika itu terjadi di sejumlah lapas di seluruh tanah air dengan jumlah tahanan mencapai ratusan ribu orang dan perlu diingat beberapa di antaranya adalah napi kasus kriminal sadis kelas wahid. Bayangkan jika mereka lolos dari lapas memanfaatkan kerusuhan, apakah mungkin atau tidak menuntut pembalasan pada lawannya?

Sebut saja napi kasus pembunuhan dan perkosaan atau napi perampokan lalu melarikan diri dengan melakukan kekerasan terhadap petugas LP. Dampak pelarian napi seperti itulah yang paling dikhawatirkan melebihi pasal konsekuensi kaburnya napi dari tahanan.

Terkait gejolak wabah corona, kegiatan penyemprotan disinfektan telah dilakukan di berbagai lingkungan dari kelurahan hingga ke bandara internasional dan fasilitas umum. 

Di beberapa tempat disediakan juga antiseptik seperti hand sanitizer secara gratis guna menciptakan suasana nyaman bagi warga atau pengunjung atau penumpang yang akan berangkat dan tiba di bandara dan stasiun kereta api dan lain-lain.

Jika penanganan pencegahan seperti itu TIDAK sampai ke lapas atau rutan tampaknya itu adalah sebuah kelalaian. Sangat mahal harga yang harus dibayar jika terjadi kerusuhan sebagaimana disebutkan di atas.

Bayangkan seperti kisah kerusuhan di rutan Pekanbaru pada 5 Mei 2017. Sebanyak 200-an tahanan kabur meloloskan diri. Sejumlah napi yang ditangkap kembali dan sukarela kembali mengatakan sebabnya adalah karena persoalan tidak manusiawi. Sumber ini.

Kerusuhan melanda LP Tanjung Gusta Medan pada 11/7/2013, juga berawal dari perlakuan tidak manusiawi akibat kelangkaan air bersih selama beberapa hari.

Di Lapas Narkoba Kelas III Langkat, kerusuhan mengakibatkan ratusan "sporing" dari hotel prodeo-nya pada 16/5/2019 setelah membakar sejumlah mobil. Sebabnya, lagi-lagi masalah tidak manusiawi. 

Dari catatan napi yang secara tertulis menyampaikan alasan kerusuhan terlihat beberapa dimensi tidak manusiawi, yaitu air tidak lancar, pelaksanaan ibadah dibatasi, kapasitas terlalu penuh, makanan tidak layak, harga makanan di kantin mahal, dan lain-lain.

Situasi Rutan Kelas II B Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumut, pascakerusuhan Rabu (12/2/2020). (Foto:sumut.inews.id)
Situasi Rutan Kelas II B Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumut, pascakerusuhan Rabu (12/2/2020). (Foto:sumut.inews.id)
Terkait pencegahan wabah corona di kalangan napi jangan dianggap sepele, perlu segera lakukan peningkatan kualitas rutan atau lapas agar memberikan rasa nyaman napi agar menghilangkan phobia corona di kalangan napi.

Di Iran, hingga 5 Maret 2020, pemerintah Iran telah membebaskan untuk sementara waktu 70.000-an napi yang negatif corona. Pemerintah tidak mau ambil risiko meluasnya sebaran corona di lapas atau rutan. Sumber di sini.

Mungkin negara kita tidak mengikuti langkah agresif Iran dalam menangani Covid-19 di kalangan napi, akan tetapi langkah antisipasi disebutkan di atas bukan sesuatu yang berlebihan dan tidak terlalu sulit untuk melakukannya.

Dengan langkah antisipasi lebih cepat dan terstruktur ini maka tidak ada alasan bagi napi mengambil kesempatan dengan tema atau alasan corona.

Di beberapa lapas atau rutan mungkin hal ini telah berjalan. JIKA belum berjalan diharapkan para napi dapat bersabar sejenak mungkin sedang terjadi konsolidasi dan koordinasi, karena namanya lembaga "plat merah" memang susah diajak ngebut cara kerjanya berhubung terlalu banyak para big bos yang harus tanda tangan sesuai hirarki birokratis dan menghindari dituduh melawan prosedural.

abangeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun