Adakah sebuah tempat di dunia ini tanpa preman? Pasti tidak ada, karena preman pasti ada di mana-mana. Mungkin sudah ada seiring dengan perjalanan usia dunia atau setidaknya seiring dengan mulai hadirnya sekelompok manusia di sebuah tempat.
Sosok preman sesungguhnya tendensius sekali dan umumnya berkonotasi negatif. Tak usah diuraikan apa arti preman, klasifikasi preman, sifat preman, dan sebagainya karena sudah banyak sekali deskripsi sosok preman tersebut, salah satunya seperti yang diuraikan oleh rekan Kompasianer kita, Hendi Setiawan di sini.
Pendek kata sosok yang satu ini lebih identik dengan hal-hal berbau negatif meskipun ternyata ada juga preman berhati mulia, misalnya "Pensiunan Preman", "Preman Insaf" atau "Mantan Preman" dan sebagainya.
Preman berasal dari kata "Vrijman" berarti orang bebas atau merdeka itu jelas ada di mana-mana. Dari desa sampai kota ada premannya. Dari satu kota negara dan negara lain ada premannya yang tak kalah seru kelakuannya.
Setiap negara memiliki cara dan nama sebutan beraneka ragam. Seperti di negara lain kita juga punya polisi anti preman, Anti Gang Unit (AGU) misalnya Tim Pemburu Preman, Tim Anti Begal, atau Unit Jatanras, dan lain-lain. Harus diakui keberadaan mereka mampu mereduksi -meski sedikit- keberanian preman.
Mengapa penanganan premanisme tidak kontinyu atau berkesinambungan, tampaknya persoalan inilah yang musti dikaji lebih dalam secara terpisah. Yang jelas kita mengingatkan memberantas preman dan premanisme tidak musti ikut-ikutan menjadi seperti preman.
Wajar pada akhirnya sosok ini menyandang sifat peyoratif, yakni hal-hal yang bersifat merendahkan atau menghina sehingga pengertian preman pun menjadi sangat terpolarisasi ke segala bidang termasuk pada bidang mata pencaharian seorang preman.
Berdasarkan mata pencahariannya preman adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari hasil pemerasan pada orang (kelompok) lain.
Terkait dengan cara memperoleh penghasilannya preman pun kini banyak yang sudah "cerdas". Membentuk organisasi terutama organisasi kemasyarakat (ormas).
Dengan adanya badan hukum, payung organisasi dan legalitasnya para preman yang bernaung di dalamnya dapat "menyalurkan" misi mulianya. dari hobi kumpul-kumpul hingga mendapatkan penghasilan.
Di dalam lembaga negara pun ada premannya. Dari cara mereka mengondisikan sebuah ide hingga menjadi sebuah program tak luput dari tekanan demi tekanan yang wajib menghasilkan uang bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Kelompok ini lebih tepat disebut "preman berkerah putih."
Di perusahaan BUMN, perusahaan swasta hingga penjaga pasar dan tukang parkir pun tidak susah menemukan profil preman yang memperoleh penghasilannya dengan cara menekan atau memaksa orang lain.
Di sekolah ada yang menyebut dirinya "preman sekolah" sementara di kampus pun ada "Preman Kampus" menjadi salah satu ide dalam sinetron sosok preman tapi berhati mulia.
Bukan fenomena aneh lagi, pemuda setempat (PS) pun lebih berani mengejar-ngejar mobil pick up atau mobil box di hadapannya untuk memperoleh uang dan uang dengan alasan melewati kampungnya.
Kini bermunculan pekerja pengatur lalu lintas di setiap tempat putar arah (U Turn) dan persimpangan jalan serta mulut jalan keluar atau masuk tol.
Tak heran juga setiap ada mobil yang berhenti tidak sampai 1 menit langsung dikejar-kejar minta uang parkir. Tak dikasih siap-siap dibikin malu dengan umpatan bahkan dinding mobil digedor-gedor mirip mobilnya sendiri.
Ironisnya wanita atau ibu-ibu pun kini tak sungkan lagi bersikap seperti preman menyikapi anak, keluarga, tetangga, pedagang, dan sebagainya.
Kini di Bekasi timbul sebuah peristiwa baru meski bukan asing lagi yaitu sekelompok preman yang dituding sebagai Forum Betawi Rempug (FBR) minta jatah parkir di sejumlah minimarket di Bekasi dan sekitarnya.
Entah benar apa tidak sekelompok warga yang disebut preman itu dengan hingar-bingar melakukan demo (23/10/2019) mengatasnamakan FPR, yang jelas ketuanya mengatakan hasil parkir disetorkan ke Pemda. FPR merasa peduli dengan kas Pemko Bekasi yang sedang paceklik, kilah bos yang bawa-bawa FPR tersebut.
Kelompok preman lainnya dalam kelompok Gabungan Inisiatif Barisan Anak siliwangi (Gibas) juga melakukan aksi pada Senin (4/11). Akan tetapi beberapa jam kemudian menyampaikan permohonan maaf pada hari ini (4/11/2019) di hadapan Kapolres, Kodim, dan Pemda Bekasi.
Aksi serupa pernah bikin panas Bekasi pada 25 Januari 2018. Ketika itu 3 ormas bikin heboh gegara persaingan kutipan retribusi parkir di kota Bekasi. GMBI, GIBAS, dan PP bentrok memaksa petugas kepolisian dan Kodim Bekasi turun tangan pada saat itu.
Itu baru satu item sumber pendapatan, yaitu rebutan parkir. Belum lagi rebutan persimpanan jalan dan putar balik (arah), rebutan uang keamanan, rebutan jaga malam.
Pendengarannya setajam hayna dan pandangan matanya seliar burung elang sehingga mampu melihat warga yang bawa pulang material bangunan pun musti dikutip uang pajak oleh sang preman berhati "mulia" membantu pemasukan kas untuk Pemda setempat.
Dengan demikian jelaslah sudah, menjadi preman di Tanah Air kita tampaknya lebih menjanjikan ketimbang menjadi pekerja keras, pekerja bermodal yang nyaris "meleleh" rasanya membayar gaji pegawainya akibat penghasilan laba masih pas-pasan.
Kontras sekali mereka yang jadi preman cukup duduk-duduk ngopi-rokok bernaung di bawah satu organisasi lalu menguasai lahan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H