Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Drone Fotros, "Siluman" Penyerang Kilang Minyak Saudi?

25 September 2019   13:05 Diperbarui: 25 September 2019   14:23 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Conflict Armament Research (CAR) documents.

Empat hari setelah sejumlah drone menyerang fasilitas minyak milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais, Brigjen Yahya Al-Saree, Panglima Angkatan Bersenjata Yaman dukungan pemberontak Houthi (juga disebut Hutsi) memberikan keterangan pers.

Disebutkan, mekanisme serangan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, pesawat pengintai mengambil gambar udara (Aireal Images).  Setelah itu operasi tahapan kedua dilaksanakan oleh Drone penyerang Sammad 3 yang (katanya) dilepas dari kawasan Yaman. 

Yahya Al-Saree menegaskan juga bahwa serangan dilakukan oleh Drone Sammad 3. Kemampuan Sammad 3 meluncur sejauh 1500 - 1700 Km. Beberapa Drone bertugas melakukan "pengamanan" terhadap drone "temannya" sedang bertugas menyerang. Peranan jammer yang diemban drone tersebut juga sangat mumpuni sehingga dapat mengecoh sistem peringatan dini dan deteksi radar patriot Saudi.

Sebanyak 14 tanki penyimpanan dan 3 menara penyulingan "tertusuk" bom atau misil dengan sudut yang hampir sama dari arah utara. Jika mengacu pada posisi lubang yang sama drone siluman tersebut mempunyai teknik pencari jejak yang sangat brilian sehingga ketika dilepaskan 1700 km mampu menuju titik kordinat yang telah ditetapkan dengan akurasi sangat tinggi.

Sebelum peristiwa serangan besar tersebut terjadi pada 14 September 2019 lalu, beberapa kali sejumlah drone juga pernah menembus pertahanan udara KSA. Menurut catatan Aljazera di sini sejak 5 Januari 2018 dapat dilihat "aksi" drone Houthi, Saudi dan UEA saling serang.

Mengapa Houthi Yaman mampu melaksanakan serangan drone, karena sejak 2015 hingga pertengahan 2017 sangat leluasa bagi Iran memperkuat "duet" Houthi - Abdullah Saleh, termasuk transfer teknologi militer khsusnya teknologi drone. Teknologi teranyar yang diberikan Iran pada "duet" tersebut adalah teknologi Drone Qasef-1 hingga akhir 2017.

Melalui kota-kota pelabuhan Hoedaidah dan sekitarnya Iran leluasa memasok peralatan tempur hingga duet tersebut "berpisah" pada 4 Desember 2017 ketika kelompok Saleh dan Houthi terlibat perang sengit selama seminggu.

Meski kelompok Saleh dikalahkan Houthi dan Abdullah Saleh (mantan presiden sebelumnya) dibunuh oleh Houthi sejak saat itulah kawasan demi kawasan Yaman dikuasai kembali oleh koalisi Arab pimpinan Arab Saudi. Seluruh kota pelabuhan telah direbut koalisi Arab sehingga sangat sulit bagi Iran mengirim secara parsial apalagi utuh drone ke dalam Yaman untuk Houthi.

Upaya penyelundupan kemasan drone dari Oman beberapa kali gagal. Mislanya,  6 unit kemasan drone Qasef-1 disita koalisi Arab di perbatasan Oman pada 28Februari 2017.

Melalui puing rongsokan drone berhasil ditembak jatuh koalisi Arab terlihat aneka peralatan dan instrumen yang dibuat oleh China dan Iran. Beberapa buatan China adalah mesin bensin 2 silinder DLE-111 dan baling-baling terbuat dari kayu umumnya digunakan drone Qasef-1.

Sumber: Conflict Armament Research (CAR) documents.
Sumber: Conflict Armament Research (CAR) documents.
Berdasarkan fakta tersebut setidaknya hingga akhir 2017 Houthi hanya memiliki teknologi drone terkini (pada masanya) Qasef-1. Lalu apakah kepungan dapat menghalangi transfer teknologi di tengah kenyataan mudahnya kini mengakses aneka media informasi kapan pun dan dari siapapun? 

Dari sisi kemudahan akses mungkin benar, tapi  untuk memperoleh aneka instrumen dan komponen untuk peralatan drone dipastikan tidak mudah dibuat di Yaman. Meskipun bukan sesuatu yang mustahil tapi sangat sulit menyelundupkan peralatan berteknologi tinggi dan pasokan alat militer untuk kawasan yang dikuasai Houthi di Yaman sejak 2017 hingga saat ini sebagaimana disebutkan di atas.

Selain itu, mengacu pada keluarga dan famili drone buatan Iran TIDAK ADA nama atau jenis drone Sammad-3. Daftar keluarga dan famili drone buatan Iran yang sudah diproduksi, dikembangkan dan digagalkan hingga ahir 2018 adalah:

The Qods Saeghe (Saeghe-1 dan Saeghe-2); H-110 Sari (tidak berlanjut); Hamaseh; Hazem (Hazem 1: jarak jauh, Hazem 2: jarak menengah, Hazem 3: jarak pendek).

Ababil (Ababil 1, Ababil 2, Ababil B, Ababil-R, Ababil-T, Ababil-CH, Qasef-1, Ababil 3 (produksi pertama 2009).

Karrar; IAIO Fotros; Mobin; Robot pars; Qods Mohajer (Mohajer-1, Mohajer-2); Saegheh (Saegheh -1, Saegheh-2); Sarad; Shahbal; Shahed 129; Shahed 171 Simorgh; Sofreh Mahi; The Nightmare of the Vultures; Yasir UAV dan Zohal.

Jika Qasef-1 dan Ababil-3  melakukan misi serangan siluman terhadap fasilitas minyak Saudi tampaknya tidak mungkin dilaksanakan dari Yaman apalagi dari Iran, Irak dan Suriah mengingat jangkauan kedua drone itu sangat terbatas, jarak maksimal 100 km dan paling dikembangkan jadi 120 km.

Tidak banyak dari keluarga drone Iran itu mampu terbang jauh, tipe siluman dan menyandang sistem komunikasi mumpuni. Rata-rata hanya mampu terbang antara 80 km hingga 450 km. Padahal jarak terdekat dari kawasan dikuasai Houthi ke fasilitas Abqaiq (lebih kurang) 1.103 km dan jarak terjauhnya 1.562km. Jarak rata-rata kawasan dikuasai Houthi ke fasilitas Abqaiq KSA lebih kurang 1320 km.

Jika serangan diluncurkan dari kawasan Suriah yang dijaga milisi Iran sekitar Deir Ezzour dan Albukamal, setidaknya memerlukan Drone yang mampu terbang 1.500 km hingga tiba di fasilitas Abqaiq.

Jika serangan diluncurkan dari kawasan Irak yang dijaga milisi Iran dekat perbatasan Albukamal setidaknya memerlukan drone yang mampu terbang 1.250 km ke Abqaiq.

Jika serangan diluncurkan dari jarak terdekat Al-Faw di Iran (459 km) hampir sama dengan dari jarak terdekat dari Jahra Irak (457 km).

Jadi kesimpulannya, untuk menjangkau jarak tersebut semuanya tidak mungkin dilakukan oleh drone Ababil-3, Qasef 1 dan 2 dan drone jarak pendek dan menengah lainnya termasuk Shahed 129 yang terkuat diantara kelompok diatas (selain Fotros). Misi tersebut pasti dilaksanakan oleh drone yang lebih superior dan lebih mumpuni dalam berbagai bidang.

Drone yang mampu terbang jauh dengan teknologi terbaik dan mumpuni dilengkapi dengan ciri-ciri sistem persenjataan yang menyerang fasilitas Saudi Aramco lebih mengarah drone jarak jauh. 

Dari beberapa yang ada dalam famili drone Iran dugaan paling kuat mengarah pada "FOTROS" buatan Aviation Industries Organization (IAIO) Iran.

Berdasarkan informasi dari  militaryfactory.com Fotros diproduksi oleh Iran pada pertama sekali pada Nopember 2013 ini punya beberapa kelebihan sebagai berikut:

  • Memiliki ketinggian terbang maksimal 7,6 km dan daya tahan terbang 30 jam
  • Jangkauan jelajah 2.000 km dengan kecepatan 215 perjam dan kemampuan menghindar deteksi radar lawan yang baik
  • UCAV (Unmanned Combat Aerial Combat Vehicle) disetiap sayapnya terpasang ATGM (misil anti tank) atau senjata mematikan dengan presisi tinggi lainnya seperti bom berpandu laser dan rudal. Spesial untuk serangan darat dan menjadi koordinator dalam Close-Air Support (CAS).
  • Dilengkapi kamera TV CCD dan sistem IR Charge (Flare); Panduan dan sistem kontrol Shahid Noroozi dan peralatan nightvision.

Tampaknya (dugaan) drone inilah yang telah menimbulkan tanda tanya Arab Saudi, AS, Eropa (barat) bahkan dunia. Permasalahannya dari arah manakah benda siluman itu  dilepaskan. Dari Iran, Yaman, Irak atau Suriah.

Dari manapun ditembakkan setidaknya Iran telah membuka mata barat begitu besar kerugian akibat dampak perang meski dilakukan oleh alat pernag yang tidak semahal misil anti misil Patriot atau S300, S400 dan sebagainya.

Pesan lainnya pada AS (barat termasuk Israel) bahwa Iran dapat melakukan serangan terukur dan sangat akurat ke seluruh target dan pangkalan musuhnya. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan menembak jatuh RQ-4A Global Hawk drone  seharaga $220 juta AS di atas selat Hormuz pada 20 Juni lalu.

Peristiwa di atas juga membuat kita mengenang kembali "pembajakan" Spy Drone "Sentinel" canggih AS yang sedang terbang di atas angkasa Iran pada  Desember 2011 lalu diturunkan ke pangkalan Iran oleh sistem jammer radar dan anti drone milik Iran.

Tampaknya perang masa depan telah memasuki fase yang menentukan pentingnya armada drone. Khayalan dalam film-film fiksi dan novel perang puluhan tahun lalu tentang "pasukan drone" bukan sebuah impian tapi kenyataan.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun