Dahulu hampir tak terdengar tenaga pengajar dianiaya atau dipukuli tapi kini terjadi beberapa kasus penganiayaan terhadap guru bahkan ada guru yang dibunuh oleh siswanya sendiri seperti dialami Ahmad Budi Cahyono, guru seni lukis di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang pada 1/2/2018 silam.
Bapak guru itu ditinju oleh muridnya hingga tersungkur. Beberapa jam setelah tiba dirumah dia pusing-pusing lalu tewas akibat mati batang otak (MBO). Sumber : kompas.com.
Kekerasan lainnya sangat banyak, salah satu yang mirip dengan kasus Astiah pernah dialami juga Astri Tampi (57) guru di SMP N 4 Lolak Kecamatan Lolak pada pada 13/8/2018 lalu. Ibu guru ini dihajar oleh orang tua muridnya dengan meja kearah kepalanya hingga bocor darah segar mengucur deras.
Beberapa kasus kekerasan lainnya juga banyak hingga mengambil korban jiwa diantaranya adalah kasus hilangnya nyawa guru di Madura dan seorang dosen di Medan beberapa waktu lalu.
Seorang psikolog UGM, Novi Chandra melihat kasus-kasus penganiayaan terhadap guru dari sudut pandang teori ekologi Bronfenbrenner, bahwa faktorn penyebabnya tidak semata-mata akibat guru tetapi akibat banyak sistem dari sistem sekolah, sistem keluarga, sosial, masyarakat dan budaya.
Sementara itu, Irna Minauli psikolog lainnya yang melakukan penelitian kekerasan terhadap guru menyimpulkan kekerasan terhadap guru terjadi akibat guru ingin menerapkan disiplin terhadap muridnya tapi murid (termasuk wali murid -red) tidak terima.
Irna mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap guru yang terjadi berupa Fisik dan Nonfisik. Secara fisik terjadi 9% berupa ancaman kekerasan dan 5% serangan fisik. Sedangkan dalam bentuk nonfisik mencakup penyebutan nama tanpa embel-embel "Pak" atau "Bu", dihinakan, difitnah hingga dicuri atau dirusak barang-barang miliknya. Selengkapnya liha di kitakini.news edisi 26 Februari 2019.
Memang diakui ada juga kasus bapak atau ibu guru atau dosen (sebut saja tenaga pengajar) yang tidak memperlihatkan karakter pengajar. Dengan segudang persoalan internal yang terjadi padanya juga terjadi kasus penganiayaan guru terhadap murid akan tetapi jumlahnya tidak signifikan.
Meski tidak signifikan sebaiknya korps PGRI harus merapatkan barisan membentuk citra guru tauladan dambaan pendidikan Indonesia kini dan masa depan sehingga tdak dikotori oleh sejumlah oknum guru yang mencoreng citra PGRI.
Melalui peristiwa yang dialami ibu Astiah akankah membuat semangat mengajar Astiah-astiah lainnya merasa tercampakkan atau terhina? Tentu saja tidak karena korps Guru Indonesia adalah abdi negara yang jiwa mengajarnya tak lekang oleh waktu dan tak pudar oleh ancaman apapun demi mendidik cikal penerus bangsa ini.
Kepada pihak berkompeten kiranya dapat memberi efek jera pada siapapun yang memperlakukan guru dengan cara hukum rimba bar-bar atau dengan cara mirip hewan. Hukuman setimpal dari masyarakat juga perlu diberikan pada orang-orang yang memperlakukan guru secara hina.