Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ini Alasan Amien Rais di Balik Tunda Pindah Ibu Kota

23 Agustus 2019   23:56 Diperbarui: 24 Agustus 2019   01:10 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pemindahan ibukota telah digulirkan sejak 2017 lalu. Ketika itu presiden Jokowi membahas dalam rapat kabinet pada Senin, 29 April 2017. Setelah itu wacana "pindah ibukota" bergulir menjadi topik hangat. Dalam perkembangan selanjutnya (kemungkinan besar) Kalimantan Timur tampaknya menjadi pilihan jika tidak ada perubahan signifikan.

Ketika presiden Jokowi melontarkan anak rencana pemindahan ibukota negara, dimanakah Amien Rais saat itu? Jelas kita tidak tahu dimana beliau berada bukan? Tidak terdengar sepatah dua patah sekalipun dari AR tentang hal itu minta ditunda apalagi menolaknya.

Berulang kali penulis coba gogling ke berbagai sumber mencari informasi tentang sikap AR terhadap rencana pemindahan ibukota negara pada masa itu tapi tidak menemukan. Penulis temukan justru politkus PAN, Abdillah Toha salah satu anggota pansus RUU ibukota pada 2006 pernah memberi usul pemindahan ibukota saat itu.

Dimanakah AR pada 2006 saat Abdillah Toha melontarkan wacana tersebut? Saat itu ketua umum PAN dijabat oleh Soetrisno Bachir (2005-2010) dan di dalam  kepengurusan DPP PAN 2005-2010, AR dinobatkan sebagai Majelis Penasihat Partai. Mungkinkah Abdllah Toha tidak berkoordinasi dengan partainya tentang RUU tersebut?

Pada 1 Mai 2019, anak perempuan AR yaitu Hanum pernah memberi tanggapan (mungkin seloro) dalam menanggapi ciutan @hariz Azhar tentang topik pemindahan ibukota dalam akun twitternya. Saat itu Hanum menjawab "ke Boyolali, donk," balasan ciutan Hanum jelas aroma candanya.

Beberapa jam lalu saat artikel ini sedang dibuat -sebagaimana dikutip dari berbagai media online- AR mengingatkan Presiden Jokowi "MENUNDA" rencana pemindahan ibukota menimbulkan pertanyaan mengapa beliau menyampaikan hal tersebut baru sekarang ini. Ironisnya pernyataan tersebut dikaitkan dengan perkembangan politik panas tentang issu papua barat.

 "Yaitu, kemarin ada pick up call, kita terhenyak, terhentak dan tersadarkan bahwa di Papua dan Papua Barat ada sebuah katakanlah gejolak, sebuah fenomena amat sangat memprihatinkan ini harus didahulukan untuk diselesaikan oleh Pak Jokowi dan teman-teman yang sekarang sedang berkuasa," ujarnya.

Secara eksplisit kita paham dengan apa yang AR jelaskan. Dari kutipan penjelasan di atas, penekanannya adalah meminta rencana pemindahan ibu kota ditunda karena sedang tidak tepat momennya terkait kisruh Papua dan Papua Barat.

Tanpa menganggap enteng peristiwa terkini, sesungguhnya gejolak di bumi cendrawasih yang terus membara itu telah terjadi sejak lama (salah satu tulisan saya sebelumnya telah membahas tentang hal itu. Jika berkenan dapat dilihat di sini).

Masalah penundaan tidak jadi persoalan. Menjadi soal karena pernyataan itu seperti secara implisit mengandung kesan dramatisir, politisir dan menyindir.

Kesan didramatisir karena peristiwa yang terjadi di Papua dan Papua Barat terkini terkait kerusuhan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya tidak perlu dicari siapa yang salah dan benar lagi karena sudah jelas ada benang merahnya adalah miskomunikasi, salah pengertian di dalamnya. 

Pelampiasan yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Fakfak adalah wujud kekecewaan terhadap pemerintah khususnya aparatur negara dalam menyikapi 43 mahasiswa Papua di Surabaya. 

Kesannya dipolitisir karena pemerintah pasti tidak dijejali oleh barisan pejabat yang telah mati rasa atau mati empati, artinya pemindahan ibukota tidak dilaksanakan tergesa-gesa termasuk tidak pindah saat ini ketika issu Papua sedang menghangat. 

Padahal musti diingat adalah wacana pemindahan ibu kota adalah  program yang telah terproses sekian lama dan telah bergulir dari hari ke hari hingga beberapa hari lalu ketika Papua bergolak kembali terkait banyak hal termasuk akumulasi sebab akibat sebelumnya.

Jadi apa "sindiran" AR melontarkan penundaan pemindahan ibukota dibalik issu Papua? Kemungkinan AR memanfaatkan issu Papua menyindir pemerintah Jokowi, yaitu :

Meminta pertanggung jawaban Jokowi terhadap hasil pemilu (pilpres) lalu ketika Provinsi Papua dan Papu Barat memberi andil hebat dengan memenangkan paslon 01 hingga 90% kemenangan terhadap paslon 02. Dengan kata lain AR meminta pemerintah yang kini berkuasa dan "teman-temannya" fokus pada Papua (mengapa menang telak di sana) tapi kini justru bergelora melawan pemerintah berkuasa.

Pindah ibu kota penuh pro dan kontra dan ada sisi positif negatif yang tidak cukup dibahas dalam artikel ini. Apapun sisi positf dan negatif dan siapapun yang pro dan kontra langkah itu telah mengarah pada presisi wujud 99%. 

Selaku kepala negara dan kepala pemerintahan Preisden Jokowi berhak memindahkan ibukota dan itu dibolehkan. Dan itu diakui oleh presiden Jokowi "Dalam memutuskan pemindahan ibu kota ini, posisi saya bukan sebagai kepala pemerintahan tetapi sebagai kepala negara. Kita harus melihat visi besar berbangsa dan bernegara untuk 10 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun yang akan datang," ujarnya sebagaimana dikutip di sini.

Jadi sebagus apa pun visi seorang Jokowi tampaknya hampir tidak ada yang bagus jika berhadapan dengan sekelas AR. Memanfaatkan issu panas dengan cara menyindir, dramatisir maupun mempolitisir AR siap menghadangnya. Kali ini bukan dengan people power melainkan issu Papua sedang membara.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun