Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memanusiakan Pengangkut Sampah Kota Medan

13 April 2019   12:28 Diperbarui: 8 Maret 2021   08:39 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi. Sumber: mobilpenyapujalanindonesia.blogspot. Diedit oleh penulis menambahkan gambar dari dok Pribadi

Siapa yang duluan menghargai?

Petugas Dinas Kebersihan mungkin berpikir tanpa mereka sampah kota Medan akan menimbulkan masalah besar, setidaknya kota Medan akan beraroma sangat tidak sedap. Reputasi kota terjorok se Indonesia pun akan melekat kembali. Dalam hal ini petugas dinas kebersihan melihat warga sebagai sumber pencipta sampah dan seharusnya warga menghargai jasa dan tenaga mereka.

Warga sadar, tanpa petugas kebersihan atau sampah akan berhadapan dengan masalah sampah dan aneka dampak negatifnya. Akan tetapi di sisi lain ada sebagian warga melihat petugas sampah bagaikan jongos. Jangankan membantu bayar iuran bulanan, melihat mereka pun  -maaf- seperti babu.

Kantor Dinas Kebersihan menyadari petugas kebersihan adalah asset maka mereka harus dipelihara agar dapat bekerja optimal sesuai dengan target dan rencana. Ironisnya di sisi lain Dinas Kebersihan tidak menyediakan sarana dan prasarana yang manusiawi terhadap tenaga-tenaga kebersihan andalannya yang mereka sebut sebagai tim tim Bestari dan Melati. 

Dari tiga polemik disebutkan diatas, fakta yang terjadi adalah :

  1. Kendaraan angkutan yang digunakan petugas Kebersihan bentuknya acak adul bin amburadul
  2. Pengemudi kendaraan ugal-ugalan, sembrono dan tidak memiliki identitas diri dan kendaraan
  3. Pengemudi yang secara psikologis tertekan. Tidak nyaman bekerja. Entah karena gaji yang kurang atau tekanan berlebihan atau bisa jadi tenaga kerja yang tidak bekerja sepenuh hati
  4. Kendaraan yang "membuang" sampah di tengah jalan
  5. Kendaraan tidak manusiawi. Jika hal ini ditelusuri mungkin pihak dinas kebersihan akan mengatakan anggaran pembelian kendaraan mereka ajukan tidak disetujui Walikota atau penghematan anggaran untuk anggaran tingkat Provinsi.

Dengan demikian tampaknya ada semacam benang kusut dalam membangun tenaga dan armada kebersihan yang manusiawi. Padahal ini baru menyangkut tentang kualitas SDM dan armada angkutannya, belum lagi termasuk sistem apa yang dilaksanakan dalam pengelolaan di tempat pembuangan akhir.

Apakah kita cuma bermimpi mempunyai armada dan tenaga dinas kebersihan yang handal seperti di kota besar dunia? Satu kendaran cukup satu tanga kerja. Mereka mengambil sampah dari rumah ke rumah, dari komplek ke komplek dan sebagainya hingga dikirim ke lokasi TPA dimana telah ada semacam pabrik pengelohan sampah yang mengurai aneka jenis sampah menjadi bahan baku daur ulang kembali.

Tak tahulah berapa gaji dan fasilitas apa dinikmati petugas dari dinas kebersihan di manca negara yang jelas secara UMR saja sudah beda dan pasti menarik. Akan tetapi hal yang terpenting di luar masalah gaji itu adalah :

  • Dinas  Kebersihan tempat mereka bekerja mampu memanusiakan mereka dalam berbagai bidang
  • Pekerja Kebersihan melaksanakan tugasnya sepenuh hati tanpa merasa menyalahkan orang lain yang (dianggap) penghasil sampah
  • Masyarakat menghargai jerih payah petugas sampah melalui sikap yang santun dan membayar iruan/ retribusi sampah secara tulus ikhlas dan merasa berkewajiban membayarnya tanpa merasa terpaksa
  • Peralatan kebersihan termasuk kendaraan pengangkut sampah yang manusiawi dan petugas yang mengoperasikannya mampu memberikan sentuhan humanis pada mesin atau alat yang mereka gunakan.
  • Melatih dan membekali petugas kebersihan degan pendidikan dan training secara sistematis dan periodik. Pejabat Dinas Kebersihan tidak dapat menganggap mereka sebagai alat yang bekerja bagaikan mesin, tapi adalah manusia yang bekerja sepenuh hati.

Kapan hal ini akan terwujud?

Jadi memang ada baiknya masyarakat, Dinas Kebersihan dan Petugas Kebersihan harus sama-sama menciptakan iklim kerja Petugas Kebersihan yang manusiawi.

Itulah fenomena petugas Dinas Kebersihan di Kota Medan. Bagaimana di kota Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun