Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Medan Muhammad Husni, jmlah armada sampah kota Medan pada 2017 adalah 200 truk dan 400 becak. Sumber medan.tribunnews . Padahal jumlah armada yang ideal untuk mengangkut sampah di kota Medan adalah 350 truk dan 1.500 becak. Jika mengacu pada jumlah armada yang tersedia pada 2017 (anggap saat ini) dibanding idealnya maka yang tersedia hanya tersedia 57% truk dan 27% becak.
Kini tak kurang 200 truk melayani sampah 2,9 juta penduduk kota Medan yang menghasilkan sampah 2.000 ton (rata-rata) dalam sehari. Jika dirata-ratakan 200 truk itu mengangkut 10 ton dalam sehari atau setiap truk berkapasitas 4 ton hanya dapat mengakut 2-3 trip dalam sehari.
Pertanyaannya adalah apakah truk tersebut mampu mengangkut rata-rata 10 ton sehari per armada truk. Lihat apa yang sering terjadi pada truk sampah Medan setiap hari :
- Truk sampah mogok
- Truk sampah ugal-ugalan
- Truk sampah "buang sampah" di jalan raya
- Truk sampah tidak perduli aturan keselamatan di jalan raya
- Truk sampah bentuknya tidak karuan
- Truk sampah Kecelakaan (Tabrakan dll)
Terkait sejumlah fenomena di atas sering terlihat kita di kota Medan kejadian truk sampah tabrak pengendora motor. Ketika diperiksa alasannya rem blong; Sopir serap; Kejar Rit/ trip; Pusing; Ngantuk; SIM ditahan di kantor; Belum ada duit setoran dan alasan klise menggeramkan lainnya.
Salah satu peristiwa terkini adalah tabrakan di hadapan saya pada Jumat 12 April 2019. Sebuah truk didepan saya (truk sampah nomor 05 milik Kecamatan Medan Johor) menyeruduk barisan kendaran paling belakang sedang berhenti karena sedang memberikan kesempatan lewat pada kendaraan dari jalan kecil memotong ke jalan raya di sebuah perempatan di kawasan pasar 7 jalan Marelan Raya sekitar pukul 16.10.
Kita sering menyaksikan truk sampah ugalan-ugalan mirip kendaraan pencabut nyawa gentayangan seenaknya di jalan raya. Tidak bawa surat apapun tapi berani mengemudi ugal-ugalan bak jagoan. Lalu ketika timbul masalah dengan orang lain di jalan raya tidak dapat bertanggungjawab, bikin apes sial) orang lain.
Pasti ada yang mengatakan tidak semua sopir truk sampah seperti itu. Benar juga, tapi ibarat kata pepatah "gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga.."
Bukan maksud menjustis tapi ingin membenahi apa kendala untuk memanusiakan tenaga dan armada pengangkut sampah agar pekerja dan armadanya kesannya lebih manusiawi dan modern.
Mengapa sopir truk sampah merasa seolah-olah juga seperti sampah yang diangkutnya? Terpaksakah mereka menjadi sopir truk sampah atau pekerjaan itu sambilan atau merasa hina dengan pekerjaannya sehingga mencari konpensasi melalui kesusahan orang lain.
Jika hal itu ditanyakan pada mereka past mereka pasti menyalahkan pemko Medan yang menyediakan kendaraan abal-abal dengan fasilitas yang juga abal-abal. Contohnya mereka pernah menyalahkan adanya korupsi Bahan Bakar Minyak atau juga pada bagian maintenant sebagaimana terjadi pada 2016 lalu. Sumber : news.metro24jam.com
Siapa yang duluan menghargai?
Petugas Dinas Kebersihan mungkin berpikir tanpa mereka sampah kota Medan akan menimbulkan masalah besar, setidaknya kota Medan akan beraroma sangat tidak sedap. Reputasi kota terjorok se Indonesia pun akan melekat kembali. Dalam hal ini petugas dinas kebersihan melihat warga sebagai sumber pencipta sampah dan seharusnya warga menghargai jasa dan tenaga mereka.
Warga sadar, tanpa petugas kebersihan atau sampah akan berhadapan dengan masalah sampah dan aneka dampak negatifnya. Akan tetapi di sisi lain ada sebagian warga melihat petugas sampah bagaikan jongos. Jangankan membantu bayar iuran bulanan, melihat mereka pun -maaf- seperti babu.
Kantor Dinas Kebersihan menyadari petugas kebersihan adalah asset maka mereka harus dipelihara agar dapat bekerja optimal sesuai dengan target dan rencana. Ironisnya di sisi lain Dinas Kebersihan tidak menyediakan sarana dan prasarana yang manusiawi terhadap tenaga-tenaga kebersihan andalannya yang mereka sebut sebagai tim tim Bestari dan Melati.
Dari tiga polemik disebutkan diatas, fakta yang terjadi adalah :
- Kendaraan angkutan yang digunakan petugas Kebersihan bentuknya acak adul bin amburadul
- Pengemudi kendaraan ugal-ugalan, sembrono dan tidak memiliki identitas diri dan kendaraan
- Pengemudi yang secara psikologis tertekan. Tidak nyaman bekerja. Entah karena gaji yang kurang atau tekanan berlebihan atau bisa jadi tenaga kerja yang tidak bekerja sepenuh hati
- Kendaraan yang "membuang" sampah di tengah jalan
- Kendaraan tidak manusiawi. Jika hal ini ditelusuri mungkin pihak dinas kebersihan akan mengatakan anggaran pembelian kendaraan mereka ajukan tidak disetujui Walikota atau penghematan anggaran untuk anggaran tingkat Provinsi.
Dengan demikian tampaknya ada semacam benang kusut dalam membangun tenaga dan armada kebersihan yang manusiawi. Padahal ini baru menyangkut tentang kualitas SDM dan armada angkutannya, belum lagi termasuk sistem apa yang dilaksanakan dalam pengelolaan di tempat pembuangan akhir.
Apakah kita cuma bermimpi mempunyai armada dan tenaga dinas kebersihan yang handal seperti di kota besar dunia? Satu kendaran cukup satu tanga kerja. Mereka mengambil sampah dari rumah ke rumah, dari komplek ke komplek dan sebagainya hingga dikirim ke lokasi TPA dimana telah ada semacam pabrik pengelohan sampah yang mengurai aneka jenis sampah menjadi bahan baku daur ulang kembali.
Tak tahulah berapa gaji dan fasilitas apa dinikmati petugas dari dinas kebersihan di manca negara yang jelas secara UMR saja sudah beda dan pasti menarik. Akan tetapi hal yang terpenting di luar masalah gaji itu adalah :
- Dinas Kebersihan tempat mereka bekerja mampu memanusiakan mereka dalam berbagai bidang
- Pekerja Kebersihan melaksanakan tugasnya sepenuh hati tanpa merasa menyalahkan orang lain yang (dianggap) penghasil sampah
- Masyarakat menghargai jerih payah petugas sampah melalui sikap yang santun dan membayar iruan/ retribusi sampah secara tulus ikhlas dan merasa berkewajiban membayarnya tanpa merasa terpaksa
- Peralatan kebersihan termasuk kendaraan pengangkut sampah yang manusiawi dan petugas yang mengoperasikannya mampu memberikan sentuhan humanis pada mesin atau alat yang mereka gunakan.
- Melatih dan membekali petugas kebersihan degan pendidikan dan training secara sistematis dan periodik. Pejabat Dinas Kebersihan tidak dapat menganggap mereka sebagai alat yang bekerja bagaikan mesin, tapi adalah manusia yang bekerja sepenuh hati.
Kapan hal ini akan terwujud?
Jadi memang ada baiknya masyarakat, Dinas Kebersihan dan Petugas Kebersihan harus sama-sama menciptakan iklim kerja Petugas Kebersihan yang manusiawi.
Itulah fenomena petugas Dinas Kebersihan di Kota Medan. Bagaimana di kota Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H