Berdasarkan penjelasan di atas tampaknya KPI belum dapat diandalkan menjadi katalisator apalagi diandalkan untuk menjadi lembaga yang efektif dan efisien "menggebuk" lembaga penyiaran yang bandel terhadap regulasi penyiaran di Indonesia.
Kesan yang penulis tangkap adalah :
- KPI masih jauh harapan. Masih jauh dari goretan tinta emas yang tercantum dalam visi dan misinya
- KPI belum dapat diandalkan sebagai katalisator bahkan ekseskutor pemberi sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan penyiaran.
- KPI belum bekerja secara efektif dan efisien meski telah dijejali oleh gerbong-gerbong berisi SDM yang berkulitas dan punya kapasitas dibidangnya. Dan lain-lain kesan.
Buktinya, lihatlah "jeritan" dari Papua yang disampaikan oleh pengadu punya nama samaran "Gak Usah" melaporkan tayangan alay masih "gentayangan" bisa menimbulkan generasi alay, katanya pada 11 Februari 2013 (kalau benar tanggalnya).
Sedangkan jeritan dari Aceh berikut ini :
Apa yang terjadi saat ini? Efektifkah contoh laporan warga disebutkan di atas? Tampaknya tidak.
Kita tahu KPI bukan "Jin Kartubi" yang cuma digosok-gosok lalu memejamkan mata langsung terpenuhi apa yang kita harapkan, tapi setidaknya KPI memiliki akses jelas, posisi yang meyakinkan dan sikap yang lebih tegas dalam menjalankan fungsinya. Bukankah negara telah memberikan akses dan kapasitas itu pada anda-anda? Siapa yang menghalang-halangi aktifitas Anda sehingga bergerak justru tidak independen?
Belajarlah pada counterparts anda di di luar negeri tentang bagaimana mereka disusun, menjalankan tugas, mendapat akses, diberi hak dan wewenang dan memberikan laporan yang tepat bagi masyarakat.