Sehari sebelum penandatangan dilakukan, Rusia menerbitkan daftar kelompok Moderat FSA (selama ini AS menolak menebutkannya). Salah satu kelompok dari daftar itu adalah grup paling kuat, Ahrar al-Sham yang memiliki kekuatan 80 detasemen dengan jumlah petempur seluruhnya mencapai 16.000-an orang. Selama ini dan sebelum damai Turki - Rusia dicapai, kelompok ini masuk katagori teroris Suriah.
Rusia terpaksa membatalkan sebutan teroris terhadap kelompaok Ahrar al-Sham sebagai salah satu syarat keterlibatan kelompok tersebut. Namun apa daya pada saat damai ditandatangani kelompok itu mengatakan tidak terlibat dalam perdamaian meskipun awalna memberi jawabab ikut serta dan akan menandatangani.
Entah karena terlalu sibuk atau alasan apa Turki hampir lupa mengundang atau mengajak AS. Tapi akhirnya sehari sebelum pertemuan Astana, MenluTurki Mevlut Cavusoglu, kepada pers mengatakan akan mengundang AS terlibat dalam proses damai kali ini. "We welcome the (possible) US participation in the meeting in Astana," katanya menjawan pertaynaan the Al Arabiya TV channel. Sumber : almasdarnews.
Pemimpin spiritual Kurdi menyayangkan Rusia dan Turki tidak melibatkan PYD dan PKK. Tapi apa boleh buat, Turki membuat syarat kedua kelompok itu ke dua Organisasi Kurdi itu --kini didukung AS- tidak dimasukkan dalam perundingan. Akan tetapi menurut sumber lain mengatakan Pihak Kurdi memang tidak mau telibat. "The Kurdish YPG would not take part in the peace talks, the FSA said," tulis BBC edisi 29/12∫2016.
Saat gencatan senjata dan damai berlangsung, Osama Abou Zaid ketua perwakilan FSA yang dianggap mewakili kubu FSA mengatakan, dari 40 grup bersenjata melawan rezim Assad dan dukungannya. Dari jumlah 40 itu ada 13 kelompok bersenjata FSA menerima gencatan senjata dan perdamaian kali ini. Zaid tidak menyebutkan 13 kelompok atau grup itu namun menebutkan beberapa saja antara lain adalah Faylaq al-Sham, Ahrar al-Sham, Jaysh al-Islam, Thuwwar Ahl al-Sham, Jaysh al-Mujahidin, Jaysh Idlib and al-Jabhah al-Shamiyah, sebutnya seperti diukutip dari hurriyetdailynews edisi 29/12/2016.
Sorotan paling utama kelompok FSA adalah keberadaan pasukan dan milisi Syiah-Iran di Suriah. Untuk itu posisi Rusia sangat sulit namun menjamin hal itu pada Turki akan dapat dilaksanakan penarikan jika damai Suriah dapat dicapai
Dua jam setelah gencatan senjata ditandatangani sekelompok FSA Idblib menyerang posisi SAA di sebuah desa Muhardah selatan menyebabkan 1 SAA tewas ditempat. Ini adalah catatan pertama pelanggaran gencatan senjata pasca ditandatangani Turki- Rusia dan pihak bertikai dalam SAA dan 13 grup dalam FSA.
Beberapa jam setelah perdamaian disepakai, sejumlah warga di kantong-kantong besar dan kecil kota dikuasai FSA hampir serentak melaksanakan demonstrasi besar meminta FSA melanjutkan perjuangan melawan pemerintah. Tak kurang belasan kota besar dan kecil melaksanakan aksi demo pada hari sama dan jam hampir sama mendukung FSA meneruskan perjuangan. Salah satu kota adalah Wadi Barada yang kemudian kembali diserang SAA pada 30 Desember 2016 atau setelah sehari sebelumnya mundur dari kawasan kota tersebut menikapi hasil gencatan senjata dalam catatan pengamatan Lembaga kemanusiaan di kota itu.
Sehari setelah gencatan senjata dan damai ditandatangani 13 grup FSA ikut perjanjian damai, para petinggi dan pemuka agama di kalangan FSA serta tokoh masyarakat mengeluarkan statemen dan usulan penggabungan seluruh kelompok pemberontak FSA menjadi Pasukan Islam Idlib. Tokoh agama dan masyarakat dari Ahrar al Syam dan Jabhat Fateh al-Sham (dahulu Al Nusra) mendukung dan mempublikasikan keputusan tersebut sehari setelah damai.
Sehari setelah kesepakatan damai, pesawat tempur Rusia - Turki kini berkolaborasi menyerang posisi ISIS di atas kota Al-Bab. Akan tetapi AU Rusia tidak terlibat membantu AU Turki (TuAF) di dalam kawasan SDF seperti di at kota Manbij pada hari ini saat tulisan ini dibuat.
Sedikit terlambat, dua hari setelah kesepakatan itu ditandangani, tepat di penghujung tahun ini, 31 Desember 2016 Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi 2336 mendukung proses damai Suriah oleh Turki-Iran-Rusia. Meski terlambat bereaksi namun dukungan PBB seperti menjadi obat pelepas dahaga pencari perdamaian Suriah