Sebelum pemilu 2014, masa pemerintahan Presiden SBY, issue ancaman dari negara lain terhadap Indonesia paling potensial datangnya dari Australia dan Malaysia, bukan Republik Rakyat China (RRC) atau Tiongkok. Pada saat itu, Presiden SBY dengan moto "a million friends and zero enemies” mampu mereduksi ancaman dari 2 negara tersebut sehingga sampai akhir masa pemerintahannya tidak terjadi pertikaian merusak hubungan meskipun kerap terjadi ketegangan --akibat berbagai hal-- antara Indonesia dengan Australia maupun Indonesia dengan Malaysia.
Kondisi itu kini kontras dengan masa kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi). Enam bulan setelah menjabat sebagai Presiden RI Jokowi melaksanakan sejumlah manuver tak biasa berkaitan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang selama ini terperangkap pada gaya bebas akif untuk membuat semua orang (negara) senang pada Indonesia.
Manuver Presiden Jokowi dimulai pada konfrensi Asia Afrika 2015 di Bandung. Pada sesi kata sambutan Jokowi mengkritik pedas peranan PBB dan International Monetary Fund (IMF). Menurut pengamat saat itu langkah tersebut tidak lazim. Tentu ada sebab mengapa Jokowi mengkritik pedas dua lembaga kakap kelas dunia itu.
Manuver berikutnya menyetujui penambahan anggaran belanja untuk sistim pertahanan Negara. Selain itu Jokowi memerintahkan penangkapan dan penghancuran kapal atau boat nelayan asing yang mencuri ikan di dalam perairan Indonesia.
Manuver Jokowi masih berlanjut, menolak memberi pengampunan terhadap terpidana mati kasus Narkotika asal Australia dan Brazil membuat dua negara tersebut merajuk. Australia mengancam memutuskan hubungan kerjasama ekonomi, pedidikan dan latihan militer dengan Indonesia sehingga muncul gerakan "kembalikan koin untuk Australia" membalas dikte Tony Aboot, PM Australia pada saat itu.
Sejumlah pandangan pemerintahan Jokowi dalam kebijakan LN disebutkan di atas sesungguhnya BELUM cukup menjadi kesimpulan ada pergeseran kebjakan LN Indonesia secara ekstrim pada masa pemerintahan Jokowi. Akan tetapi melihat pada manuver Jokowi pada masa 6 bulan itu SUDAH mampu memperlihatkan ada perbedaan menyolok (kontras) dalam memahami paradigma "a million friends and zero enemies,” menjadi lebih realistis.
Sebagai sebuah negara, tak mungkin rasanya tidak memiliki musuh atau ancaman dari luar. Apalagi masalah negara dan diplomasi bukan sekadar untuk menjaga gengsi. Dengan demikian jika pada SBY potensi ancaman datangna dari Australia dan Malaysia maka pada masa pemerintahan Jokowi ancaman itu akan datang dari negara Tiongkok, tepatnya Republik Rakyat China (RRC).
Kini setahun pemerintahan Jokowi kita terkesima dengan apa yang sedang terjadi --meski tidak semua mampu melihat-- tentang munculnya ancaman sistematis dalam sebuah grand design polarisasi nasionalisme Indonesia dan membuat negara ini setahap demi setahap menafikan nasionalisme hingga sebagian orang yang baru mampu melihat kondisi tersebut kini langsung tersadar dan menemukan tanda-tanda ada upaya menggiring Indonesia masuk dalam fase membahayakan masa depan dan kelangsungan NKRI.
Berbagai issue ancaman terhadap Indonesia dari negara lain bermunculan. Ada mengatakan Australia, AS, Papua Nuguini, Malaysia, Singapore dan RRC. Salah satu issue paling keras dan menggentarkan mendengarnya adalah hadirnya kembali ussue PKI dukungan Tiongkok dan ancaman Tiongkok. Hadir kembali issue antek-antek Tiongkok dalam politik dan pemerintahan Indonesia. Hadir juga issue taipan-taipan Tiongkok memonopoli bisnis di tanah air dan sebagainya.
Semua issue tersebut memperlihatkan grand design menjadikan Indonesia sebagai tujuan kekacauan oleh kekuatan dunia terutama oleh Tiongkok. Negeri tirai bambu ini melihat posisi Indonesia sangat seksi dan terlalu menggiurkan oleh karenanya mengharapkan adanya migran besar-besaran penduduk China daratan ke Indonesia.
Sejumlah pernyataan Pangab tentang ancaman Tiongkok dan kekuatan asing terhadap Indonesia adalah sumber layak dipercaya karena Pangab mendapat informasi dari intelijen yang memiliki kapasitas dan kapabilitas tentang akurasi informasi tersebut. Sejumlah perynataan Pangab TNI telah banyak diungkap dan beredar di media massa. Beberapa diantaranya dapat dilihat pada lampiran tulisan ini. Intinya adalah mengingatkan negara dalam bahaya oleh ancaman kekuatan asing dan terutama oleh Tiongkok. Bahkan lebih spesifik lagi pada 18 Nopember 2016 Pangab mengatakan "Ancaman Tiongkok Terhadap NKRI Nyata."