Menyikapi aksi demo seantero AS, kubu Presiden terpilih AS, Donald Trump bereaksi dengan berbagai cara untuk meredakan amukan massa dalam aksi bertema "Not My Presiden," yang kini makin beringas dan panas. Peserta demo semakin meluas setelah ratusan sopir bis dan puluhan ribu siswa setingkat SMA ikut serta dalam aksi anti Trump terutama sejak kemarin 14 Nopember waktu AS. Pada akun twitternya Trump menyalahkan media massa dan menulis gerakan demonstrasi itu digerakkan oleh sejumlah media massa.
Selain itu pada 11 Nopember lalu Trump diwawancarai stasiun televisi CBS dalam acara "60 Minutes." Acara eksklusif itu dilaksanakan di kediaman Trump sendiri "Trump Tower" Manhanttan New York, dipandu oleh presenter senior CBSNews, Lesley Stahl. Pada salah satu kesempatan Lesley Stahl menanyakan pada Trump, apakah tidak khawatir dengan aksi di luar dan apakah ada usaha untuk meredakan aksi tersebut.
Seperti biasa, sangat percaya diri, Trump enteng menjawab, "I would tell them don’t be afraid, absolutely,"
Stahl ingin Trump memperjelas pernyataan itu. Trump menjelaskan agar pendemo jangan takut karena ia akan menata kembali AS. Oleh karena itu ia minta sedikit waktu -pada pendemo-- agar memberi kesempatan pada presiden terpilih. Trump juga membandingkan apa yang akan terjadi jika ia pada posisi kalah dan kemudian pendukungnya melaksanakan demo pada Hillary, "Pasti orang-orang akan mengatakan itu (Hillary) memang sangat mengerikan," ujarnya.
"Don’t be afraid. We are going to bring our country back. But certainly, don’t be afraid. You know, we just had an election and sort of like you have to be given a little time. I mean, people are protesting. If Hillary had won and if my people went out and protested, everybody would say, “Oh, that’s a terrible thing.” And it would have been a much different attitude. There is a different attitude. You know, there is a double standard here," ujar Trump memperjelas pernyataan sebelumnya. Lebih lengkap wawancara itu dapat dilihat di sini: cbsnews.com
Pernyataan "Jangan Takut" atau Don't be Afraid itu entah bagaimana kemudian menggelembung dan entah bagaimana bisa berubah menjadi olok-olok. Kalimat "JanganTakut" diplesetkan pendemo seolah-olah Trump tidak takut pada aksi dan kondisi sedang terjadi pada saat ini. Beberapa spanduk dan Leaflet demonstran kerap ditemukan slogan "Don't be Afraid"itu seakan-akan menyindir ungkapan Trump.
Upaya kubu Trump hingga kini belum membuahkan hasil optimal. Masalahnya gerakan anti Trump kini masuk hari ke 6. Selain telah jatuh korban jiwa tewas 2 pendemo dan 1 polisi. Ratusan pendemo telah ditangkap tapi jumlah kelompok pendemo semakin bertambah dari pelajar tingkat SMA, pekerja, kelompok LSM hingga Komunitas lintas agama bahkan sopir Bis juga ikut nimbrung melengkapi aksi anti Trump yang dinilai membahayakan memimpin AS karena beberapa tuduhan bersifat pribadi, antara lain: rasis, anti imigran, eksploitasi wanita, Islam phobia dan lain-lain.
Tampaknya Trump kena bumerang sendiri akibat tingkah lakunya yang vokal, meledak-ledak dan tidak tenang. Lihat saja pada penjelasan tambahannya di atas, kembali mengalahkan Clinton dengan mengatakan JIKA Clinton menang dan pendukungnya melakukan hal yang sama. Ia lupa, demo anti Trump ini seakan-akan demo disponsori Demokrat (Hillary Clinton) padahal demo itu BUKAN untuk mengembalikan kemenangan pada Clinton.
Mungkin saja Trump lupa, demo ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kalangan dimotori oleh kawula muda khususna warga kota besar dan kecil di seantero AS. Demo dilaksanakan tidak untuk memaksakan kemenangan pada Clinton. Hampir tidak ada slogan dan spanduk atau ekspresi Tulisan apapun tentang kekalahan linton pada demo ini.
Dan satu lagi, demo anti Trump sesungguhnya telah terjadi sejak ia mencalonkan diri dalam Pilpres AS. Menurut catatan Wikipedia, demo anti Trump telah ada sejak 16 Juni 2015, jauh hari sebelum Trump mengalahkan Clinton dalam Pilpres AS dan dalam rangkaian demo pasca Pilpres AS hingga saat ini.
Mungkin hal-hal seperti inilah dikhawatirkan akan terjadi pada Trump dalam mengambil kebijakan-kebijakan penting dan strategis bagi AS di masa akan datang sehingga -(para pendemo memutuskan) lebih baik terlambat(saat ini) daripada terlambat sama sekali dan membahayakan.
Demonstran anti Trump mungkin saja benar tapi mungkin saja salah sebab dalam mengambil langkah penting untuk AS di masa akan datang tentu bukanlah hasil pertimbangan Trump seorang melainkan ada mekanisme kolektif meski Trump sebagai Presiden.
Selain itu apakah UU AS membolehkan presiden terpilih dalam pemilu demokratis di negara penegak Demokrasi bisa dibatalkan, atau Trump di-impeach beberapa saat setelah pelantikan. Jika kedua hal itu tidak ada dasarnya maka solusi pemilu ulang (voting) akan digelar dengan konsekuensi pemilu ulang butuh biaya dan persiapan matang. Selain itu jika Clinton menang maka kubu Trump kemungkinan besar akan melaksanakan protes.
Persoalan besar sudah pasti akan menghadang jika pemilu ulang digelar kembali. Ironisnya jika aksi demonstrasi itu dibiarkan berlanjut akan mengganggu ketertiban umum. Kondisi tak kalah bahaya adalah apabila petugas keamanan bertindak represif pada pendemo maka pemerintah Trump akan kena tuduhan pelanggaran HAM dan anti demokrasi dan sebagainya.
Kesimpulannya AS akan menghadapi persoalan serius dari kasus pilpres paling rusuh dalam sejarah pilpres pertama AS digelar sejak 1789 lalu. Meski demikian jangan berharap AS akan masuk dalam musim perang saudara seperti pernah dialami pada jaman tempo dulu sebab rakyat AS telah dewasa untuk hal-hal seperti ini, artinya hal itu tidak akan terjadi.
Jalan keluar mengatasi hal itu kemungkinan adalah berbagi kekuasaan. Trump akan di 'impeach' pada tahun ke dua dan langkah perbaikan kedepan UU Pilpres AS mugkin akan direvisi misalnya Pemilu Presiden akan dipisahkan dengan pemilu Kongres
Apapun langkah ditempuh pemerintah AS mengatasi amukan kawula muda AS saat ini menjadi sikap dilematis. Meski jauh dari 'aroma' perang saudara tapi amukan kawula muda AS saat ini bikin para politkus AS ke depan harus meninjau kembali sistem dan tata kelola atau aturan main pemilu AS. Bukan saja melelahkan tapi juga membuat bingung sebagian orang memahami jalan pemilu di negara itu.
Mungkin sistem pemilu sudah tidak kompatibel lagi dengan perkembangan jaman dan kebutuhan warga, bangsa dan negara AS. Faktanya adalah sistem melelahkan dan membingungkan itu kini adalah melahirkan amukan 'kawula muda' AS menuntut pembatalan Trump. Apa jadinya jika pemilu terpaksa harus diulangi?
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H