Di sisi lain, meski ISIS dan FSA kerap saling melumpuhkan di medan laga akan tetapi dalam hal kerjasama selundupan minyak tetap terjalin komunikasi. Informasi terkini pada 1 Mei lalu YPG melumpuhkan ratusan truk pengangkut minyak dari Azas menuju pasar gelap di Idlib yang juga dikuasai FSA di beberapa lokasi. Menurut infomasi syriadirect truk lain dari Idlib menuju Azas memuat bahan makanan dan kebutuhan lainnya hasil dari penjualan minyak.
Meski pemasukan menurun signifikan sejak Oktober lalu ISIS tetap mampu menghasilkan penerimaan sangat menggiurkan karena proses penyelundupan minyak masih terjadi. Serangan udara koalisi AS pun masih mampu disiasati ISIS dengan cermat.
Salah satu saksi mata dari ISIS sendiri memberi informasi bahwa koalisi pimpinan AS tidak serius melaksanakan serangan udara tehadap IS, beda dengan Rusia memang sengaja mencari dan menghancurkan konvoi tanki mereka.
Untuk mengatasi ancaman serangan udara Rusia, ISIS dan jaringannya memperbaiki cara mengatasi ancaman tersebut melalui teknik pengisian mobil. Perjanjian pengisian dan penyulingan pun disepakati pengisiannya di lokasi dan pada waktu tertentu berdasarkan laporan kondisi keamanan oleh intelijen ISIS. Selain itu ISIS juga memberi garansi keamanan bagi konvoi truk pembeli selama pengisian dan tempat penulingan. Tentu saja ISIS menawakan harga murah meriah dan masih ada bonus tambahan, bebas pajak.
Berdasarkan data dan fakta di atas, apakah perang Suriah berbungkus issu sektarian itu benar-benar murni alasan sektarian? Apakah rebutan minyak Irak dan Suriah yang tertanam kokoh diantara issue jihad dan sektarian hanya pantas dianggap sebagai dampak perang?
Mungkin ada yang mengatakan selundupan ini adalah ekses atau dampak perang, bukan strategi perang. Meski dugaan itu bisa saja benar akan tetapi dengan melihat kondisi dan fakta-fakta di atas mungkinkah perang paling brutal tersebut adalah salah satu wujud strategi saling mempertahankan dan menguasai minyak untuk kepentingan masing-masing ?
Ironis sekali memang mengapa strategi merebut ladang minyak itu tidak berlaku untuk negara anti kepentingan barat lain misalnya Korea Utara, Kuba. Mexico, Ghana, Argentina atau sejenis dengannya ? Tak ada minyak di sana atau karena mereka TIDAK mampu dijadikan obyek untuk sebuah strategi perang?
Pantaslah pada akhirnya nyaris tidak ada hasil apa - apa untuk damai Suriah jika cuma AS dan Rusia saja yang berdamai di atas kertas. Dengan kata lain, pihak yang berdamai dan berperang berbeda strategi. Pihak berperang sangat serius berperang, mereka saling mematikan melalui kepungan, penyiksaan, pembantaian dan pengorbanan jiwa raga bahkan segalanya, sementara pihak lain penuh strategi kotor dengan kemasan siasat damai.
Semoga suatu saat nanti mereka akan mengetahuinya meski agak terlambat dan semoga juga mampu memberi inspirasi untuk semua pihak..
Salam Kompasiana