Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keluar dari Tahun Gaduh Masuk ke Tahun Rusuh

17 Januari 2016   02:01 Diperbarui: 17 Januari 2016   02:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi kegaduhan politik tak kunjung usai. dok.abanggeutanyo"][/caption]

Apa bedanya gaduh dan Rusuh? Sekilas hampir tak ada beda kelihatannya. Akan tetapi keduanya memiliki pengertian berbeda. Dalam KBBI, "Gaduh" berarti rusuh dan gempar karena perkelahian (percekcokan dan sebagainya); ribut; huru-hara. Hampir sama dengan itu, "Pergaduhan" berarti perihal bergaduh; perbantahan; perkelahian. Sedangkan "Kegaduhan" berarti perihal gaduh; kerusuhan; kekacauan; keributan.

Rusuh berarti tidak aman karena banyak gangguan keamanan (seperti pencurian, perampokan, pembegalan). Pengertian lainnya adalah kacau; ribut; huru-hara. Hampir sama dengan itu kerusuhan berarti. perihal rusuh (tidak aman); keributan; kekacauan; huru-hara.

Berkaitan dengan politik 2015 (dalam negeri) yang telah sama-sama kita tinggalkan sarat dengan muatan kegaduhan politik sehingga banyak yang menyebutkannya sebagai tahun penuh kegaduhan. Kita kerap disuguhi atraksi kegaduhan politik yang rasanya makin menjadi-jadi sejak berjalannya roda pemerintahan Presiden Jokowi. Kita banyak melihat pentas kegaduhan politikdi dari aneka panggung politik.

Lihatlah beberapa atraksi kegaduhan politik pada 2015 yang masih terasa hangat dan masih melekat dalam ingatan berikut ini :

  • Jaringan mafia BBM terbongkar dengan dicokoknya beberapa anggota DPR dan petinggi negara setingkat Menteri seperti Jero Wacik dan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
  • Perseteruan klasik dalam berbagai bidang antara Koalisi di DPR yakni Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat semakin transparan dan vulgar sehingga terang benderang melukai etika dan moral dalam berpolitik
  • Issue Reshuffle kabinet bagian pertama (akhirnya terjadi pada 12 Agstus 2015) menimbulkan pro dan kontra parpol menawarkan power bargain menawarkan bentuk koalisi tertentu.
  • Koordinasi di tingkat menteri kurang padu akibat tekanan kepentingan parpol masing-masing
  • Pencalonan calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan yang kontroversial. Anggota DPR telah menyetujui pencalonannya yang membuat posisi Presiden sangat dilematis karena hampir bersamaan KPK menetapkannya sebagai tersangka korupsi.
  • Pertengakaran sengit jilid 2 antara KPK dengan Polisi memanas tatkala salah satu unsur pimpinan KPK Bambang Widjojanto ditangkap tangan oleh petugas Bareskrim.
  • Konflik internal partai politik Golkar yang telah panas menjadi mendidih rasanya tatkala saling mengadakan Munas versi masing-masing.
  • Munas partai politik PAN menghangat tatkala pimpinan inkumben berjuang sekuat tenaga mempertahankan posisinya
  • Penangkapan Hakim PTUN Sumatera Utara dalam kasus Bansos Sumut dan hal lain yang terkait dengan kasus Bansos tersebut.
  • Penggerebekan kantor Dirut Pelindo II oleh Polisi Bareskrim Polda Metro Jaya menyeret petinggi negara sehingga saling menjaga pertahanan masing-masing
  • Skandal "Papa Minta Saham" telah menyeret ketua DPR RI Setya Novanto melibatkan adu taktik berbulan-bulan antara Eskekutif/ Yudikatif dengan Legislatif (DPR)
  • Kunjungan anggota dan pimpinan DPR RI pada kampanye calon Presiden AS, Donald Trump.
  • Setahun kepemimpinan Jokowi tak terhitung betapa vulgar sebagian anggota dewan  (DPR) atas menunggangi hak interpelasi. Sindiran dan cibiran bak rtingkah laku anak ingusan pun kerap tertuju kepada Presiden oleh beberapa elite pimpinan DPR dan sejumlah fraksi tertentu mewujudkan hak interlepasi seperti kebablasan rasanya.

Tentu masih banyak lagi yang lainnya yang tak dapat dimasukkan dalam daftar di atas seperti bangkitnya issue separatis, teroris dan kelompok perlawanan beraroma rasis yang mengancam ketenangan negara dan bangsa yang sedang terseok-seok ini akibat tekanan sistematis dalam perekonomian dimana nilai mata uangnya semakin melemah.

Berdasarkan uraian di atas, siapakah yang telah berkontribusi besar sebagai penyulut kegaduhan dalam politi selama 2015? Anggota dewankah (terutama DPR), Koruptorkah, Kementeriankah atau Lembaaga Yudikatif dan Kepolisian, atau malah Prisiden sendiri sebagai biang rusuh 2015?

Sesuai uraian di atas, yang paling banyak membuat manuver-manuver sehingga menjadi gaduh. Sesuai dengan prangkingan juara gaudh dalam kelompok tiga besar adalah sebagai berikut : (1). Partai Politik. (2). Anggota Dewan. (3). Menteri dan setingkat dengannya.

Dimana letak rangking gaduh oleh KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Presiden dalam daftar di atas? Letaknya bersirkulasi pada kepentingan Partai Politik, DPR dan Komisi DPR, DPRD dan DPRK di seluruh tanah air dalam merancang dan mewujudkan kebijakan mengutamakan kepentingan partai politik meski mengatasnamakan untuk kepentingan rakyat.

Tak terhitung sejumlah kantor pemerintahan dibakar massa anarkis akibat kecewa dan tidak berjiwa besar menerima kemenangan dan kekalahan pemilu kepala daerah (pilkada); Tak terhitng berapa anggota dewan berurusan dengan KPK dan kepolisian terjerat berbagai tindak pidana. Tak tercatat berapa kali kerusuhan di DPR akibat eforia koalisi dan pamer kekuatan sehingga serasa menampar wajah rakyatnya sendiri.

Kritik terhadap kebijakan pemerintah bergema dari siang sampai malam tak habis-habisnya sampai bulan berganti tahun sehingga lupa tanah airnya terancam tercabik oleh unsur radikal yang diam-diam mengakar dari sel-sel di lorong-lorong kota besar hingga ke pedesaan. Sementara itu jaringan mafia narkoba perusak masa depan generasi bangsa siap meremukkan kualitas anak bangsa ini akibat energi politik terkuras habis pada sesi kegaduhan yang telah kita saksikan sepanjang 2015.

Kini 2016 baru saja dimulai. Berbagai harapan, doa dan target mulia dilantunkan oleh segenap anak bangsa yang cinta damai mendambakan negeri ini mampu terlepas dari kutukan kegaduhan kalsik yang ternyata hanya menghabiskan energi sehingga terlupa mengurus kekuatan ekonominya dan lupa mengutamakan kesejahteraan bangsanya.

Berbekal pada pengalaman gaduh 2015 tenggelam dalam kegaduhan politik sehingga perekonomian melambat laju pertumbuhannya, pengangguran dan kemiskinan meningkat (meski berkoar-koar telah berhasil dientaskan) serta menimbulkan sejumlah masalah sosial lain yang disebutkan di atas, lembaran 2016 penuh asa telah terbuka  untuk masuk ke tahun yang lebih produktif agar mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan negara dan bangsa.

Maka wajarlah segenap anak bangsa yang sadar, setengah sadar atau kadang sadar kadang kumat kini bersepakat mengutamakan persatuan dan kesatuan mewujudkan iklim politik Indonesia yang lebih sehat di tahun 2016. Energi sepantasnya digunakan untuk melihat aneka celah kelemahan di atas untuk diperbaiki (bukan untuk diteriakkan).

Pemerintah demokratis bukanlah pemerintah yang otoriter apalagi tiran yang hanya semata-mata membangun imperium oligarkinya demi melanggengkan kekuasaan dan rakus kekayaan. Pemerintah demokratis yang telah diperkenalkan oleh mantan Presiden SBY dalam 10 tahun pemerintahannya.

Pemerintahan saat ini tak kalah  demokratis sehingga tidak akan alergi dengan kritikan atau cibiran bahkan hinaan sekalipun asal tidak memanipulasi tujuan.

Asa atau harapan adalah cita-cita. Seberapa banyak anak bangsa ini ingin meraih asa 2016 menjadi kenyataan? Sayang sekali, kenyataannya baru saja saj membuka lembaran penuh harapan 2016 kita telah dikejutkan oleh aksi teror pada 14 Januari 2015 yang jelas-jelas berpotensi menjadikan bangsa dan negara ini mundur langkahnya berpuluh tahun jika program radikalisme itu sukses berwujud kehancuran demi kehancuran.

Terkini, pada sebuah tayangan acara pukul 21.00 WIB di TV One Sabtu malam (16/1/2015) dalam acara ILC sejumlah dedengkot partai, cendikiawan dan pakar duduk berkolaborasi merusmuskan harapan seperti apa yang akan diraih pada 2016. Apa yang terjadi, lagi-lagi sejumlah politikus (kondang) dan mantan petinggi negara masa lalu kembali memperlihatkan kecongkakan dan arogansinya seolah lebih senang berada pada garis berseberangan (katanya) "demi kontrol terhadap pemerintah dan untuk kepentingan rakyat."

Seperti biasa, kritik dan cibiran bak gaya anak-anak usia ingusan akan berkalahi pun terlihat seakan-akan belum puas sebelum pemerintah goyah, hancur dan gagal total. Padahal apa yang dapat diraih politkus itu jika harapannya menjadi kenyataan, katakanlah pemeirntahan saat ini (jokowi) gagal. Apakah dengan kegagalan itu lantas ia mampu mewujudkan ambisinya (dalam kondisi seperti itu) menjadkani bangsa dan negara jadi lebih sejahtera?

Ironis sekali dan menyedihkan negeri ini masiih punya politkus dan mantan petinggi negara seperti ini. Kalau begini kondisi alam pikran mereka bisa jadi negeri ini keluar dari tahun gaduh masuk ke tahun rusuh. Mungkin dengan kondisi ini mereka yakin Indonesia bisa bangkit dan maju.

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun