Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengukur Prasetyo dari Efek 'Bola Salju' Bansos Sumut

14 Januari 2016   01:05 Diperbarui: 18 Juli 2019   23:25 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah issue target perombakan kabinet kini sedang menghangat sejumlah Menteri atau setingkat Menteri semakin banyak yang disoroti oleh media massa.  Diantaranya, Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo. Selain disorot rapor kinerjanya sangat rendah, rangking paling buncit dari 77 lembaga yang diterbitkan oleh Yuddy Chrisnandi, Menteri PAN-RB 4 Januari 2016 lalu,  Prasetyo juga disorot karena dicurigai mengamankan kasus korupsi dana Bansos Sumatera Utara (Sumut) periode 2011-2013.

Posisi Prasetyo memang tidak nyaman, sebelum ditetapkan sebagai Jaksa Agung RI pada 20 Nopember 2014, mendapat banyak sorotan kontroversi karena penunjukannya oleh presiden Jokowi tidak melibatkan KPK.

Segudang jejak karier di lingkungan Kejaksaan sebelumnya tidak mampu memberi jaminan kualitasnya memimpin lembaga bergengsi tersebut. Tekanan sistematis yang diperagakan sejumlah parpol seakan memperlihatkan sisi buram statusnya sebagai anggota DPR RI dari kendaraan politk Nasdem ketimbang catatan reputasinya di bidang kejaksaan.

Jabatan terakhirnya di Kejaksan adalah Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung RI (2005 - 2006). Sejak penisun dari Kejaksaan Prasetyo merapat ke percaturan politik partai Nasedem. Sayangnya publik seakan terlupa pada masa lalu karier Prasetyo di Kejassaan dan lebih menyoroti kendaraan politik Nasdem yang ditumpanginya sebagai faktor yang paling menakutkan. Prasetyo dikuatirkan tidak akan mampu memisahkan kepentingan partai dengan kepentingan negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Kepala Kejaksaan RI.

Jika diperhatikan secara mendetail, sesungguhnya Prasetyo sangat serius keluar dari kepentingan poliik Nasdem dalam menjalankan tugasnya meski ia kader Nasdem. Hal itu dapat dilihat dari beberapa fakta dalam proses hukuman terhadap mantan Ketua Dewan Pembina Partai Nasdem Sulteng HB Paliudju dan kader Nasdem lainnya Bupati Sumba Barat Daya, Jubilate Pieter Pandango. Tidak ada pembelaan Prasetyo terhadap kedua pesakitan kader Nasdem tersebut.

Mungkin ada yang menilai kondisi di atas adalah hanya sedikit fakta untuk mengukur kekuatan independensinya sebagai Kejagung dan harusnya mampu memberi kepercayaan publik lebih positif tentang kemampuan indenpensinya lebih besar.

Tapi apa daya, sesuatu yang dikhawatirkan itu pun menjadi nyata ketika nama Prasetyo dituding terkait dengan kasus Korupsi Bansos Sumatera Utara (Sumut) periode 2011-2013.  Berawal dari pengakuan salah satu saksi kunci dalam sidang korupsi terhadap Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho telah membuka tabir yang tak terduga sedalam-dalamnya.

Patrice Rio Capella (mantan Sekjen Nasdem) terpidana korupsi Bansos di Provinsi Sumatera Utara dan OC Kaligis tak mampu menahan tangisnya (setidaknya di dalam hati) dijerat hukuman anti korupsi dan gratifikasi. Keikhlasan PRC menerima hukuman menimbulkan tanda tanya besar seakan demi "sesuatu" ia siap menjadi martir untuk kasus tersebut. Sementara OC Kaligis seakan tak menerima hukuman tersebut mengaitkan hukumannya berlatar belakang dendam KPK terhadap dirinya.

Salah satu saksi kunci yakni Franciska (pegawai OC Kaligis) dalam kesaksiannya terhadap tersangka lainnya Evy Susanti -istri Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho- pada 18 Nopember 2015 lalu mengatakan Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo menerima uang 20 ribu USD dari tersangka. (bukan 20 USD-red).

Sementara itu antara KPK dan kejagung beradu kecepatan dan strategi mengungkap kasus bola salju bansos Sumut tersebut sehingga publik menilai ada "udang dibalik batu" di Kejagung dalam kasus Bansos Sumut tersebut.

Ketiga sekuel flashback di atas jelas menempatkan Prasetyo pada posisi yang sulit dalam kasus ini. Namun apakah benar Jaksa Agung terlibat dalam kasus itu, mari kita lihat dari sudut pandang lain yaitu dari rentetan konfrmasi Muhammad Prasetyo yang disampaikan (dikutip) di berbagai media massa atau media online dan elektronik berikut ini :

Pernyataan Prasetyo pada 14/7/2015. "Kasus itu diambilalih oleh Kejagung. Maksudnya, kasus korupsi (Bansos, BOS, dan dana bagi hasil pajak dari APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2011-2013)," kata Prasetyo,

Pada 5/8/2015, Satgatsus Tipikor Kejagung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di PTUN Medan.

Pada 7/72015, Kejagung kirim 7 Jaksa periksa kasus dana Bansos Sumut dan hasilnya mengantongi nama calon tersangka.

Pada 14/7/2015, Kejagung mengambil alih kasus suap dana Bansos Sumut. “Kasus dugaan korupsinya ditangani Kejagung. Sedangkan kasus suapnya tetap ditangani KPK,” ujarnya.

Pada 25/7/2015. Hakim PTUN Sumut ditangkap. "Sudah saya katakan, saya memberikan apresiasi kepada KPK, yang ternyata justru dengan kewenangan yang dimiliki, dengan kelebihan, kesempatan dan peluang yang dimiliki, itu mengawal kejaksaan dalam menangani proses itu. Jadi sekarang terbuka kan. Dan saya meminta kepada KPK untuk diusut tuntas, siapa dalang di balik itu semua, itu yang kita tunggu,” ucapnya.

Pernyataan Prasetyo ada 29/7/2015, "Predicate crime-nya berbeda. Di KPK itu berkaitan dengan kasus suap hasil operasi tangkap tangan, sementara kejaksaan menangani perkaranya itu sendiri yang berkaitan dengan dana bantuan sosial di Sumut," ujar Prasetyo.

Pernyataan Praseto pada 7/8/2015. "Bansos, jajaran Satgassus Jampidsus melakukan penyidikan perkara itu, proses berjalan terus, tunggu kesimpulan-kesimpulan bekerja," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, R Widyo Pramono, di Jakarta, Jumat (7/8).

Pada 8/8/2015. Melihat lambatnya peerkembangan tersangka kasus Bansos ada tudingan kasus penahanan Gubernur SUMUT adalah permainan politik semata."Unsur politis di mana? Jangan praduga seperti itu. Tidak ada unsur politis atau unsur apapun, kecuali unsur hukum," ujar Prasetyo.

Pernyataan Prasetyo ada 16/10/2015. “KPK punya hak untuk supervisi dan koordinasi, kalau mereka menyatakan perlu diambil, ya silakan ambil,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo.

Pernyataan Prastyo pada 16/10/2015. "Kita sedang memeriksa laporan para penerima dana Bansos di Sumut. Ini kita kerjakan tidak pernah kita berhenti," kata Prasetyo.

Pada 18/8/2015, Kejagung meminjam ruangan di Kejati Sumut untuk memeriksa sejumlah pejabat Pemprov Sumut.

Pada 10/10/2015, Imam Prasetyo menjamin lembaganya tidak terlibat kasus Bansos Sumut. "Oh tidak. Saya tahu diri saya, kejaksaan tahu kejaksaan,” tegas Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan soal dugaan keterlibatan dalam ‘pengamanan’ Gubernur Sumut non-aktif Sumut Gatot Pujo Nugroho.

Pda 17/10/2015. Prasetyo dituding melakukan proses pengamanan kasus Bansos Sumut berdasarkan penyadapan teleponnya oleh KPK. ‘’Silakan KPK buka sadapan. Saya belum dengar itu sadapannya apa. Kami tidak akan gentar menghadapi isu seperti itu,’’ujarnya.

Pada 19/10/2015. Wapres Jusuf Kalla menilai Prasetyo tidak mungkin terlibat kasus Bansos. “Saya yakin dia [Prasetyo] tidak,” ujar JK di Kantor Wakil Presiden.

Pada 30/10/2015, Entah karena kian jengkel namanya dikaitkan oleh beberapa tersangka Bansos Sumut, Prasetyo sempat mengeluh. "Sekarang begini, silakan Anda tanya langsung pada KPK. Apa dan bagaimana. Saya tidak perlu jawab sendiri. Kalau saya benar pun banyak yang tidak percaya," keluhnya.

Pada 16/11/2015, Jaksa Agung menjelaskan tidak ada bukti Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidus), Maruli Hutagalung menerima suap dari Gatot.

Pada 16/11/2015. Saksi Fransisca Insani Rahesti menyebut, istri Gatot, Evy Susanti menyiapkan US$ 20 ribu untuk Jaksa Agung HM Prasetyo. "Silakan saja mereka menyebut berulang kali tidak apa-apa. Yang jelas saya tidak pernah menerima uang. Saya juga tidak pernah berhubungan dengan mereka. Saya jamin itu," ujarnya.

Pada 17/11/2015, Prasetyo memberikan penjelasan tentang penarikan Yudi Jaksa Agung Muda yang bertugas di KPK dan penyidik kasus Bansos Sumut terhada Rio Capella. Yudi ditarik dan dikembalikan ke habitatnya di Kejagung. Aksi ini menuai kecurigaan publik. Menurut Prasetyo, penarikan Yudi dari KPK tidak ada hubungannya dengan kasus yang tengah ditangani. "Janganlah kalian pikir negative thinking terus. Tidak ada kaitannya sama sekali," kata Prasetyo.

Pada 29/12/2015. Prasetyo menjamin proses kasus Bansos Sumut tidak akan mandeg. "Tidak ada itu istilah mandek, itu jalan terus. Saya katakan itu saksinya ratusan orang. Kalian belum melihat bagaimana kinerja mereka," kata Prasetyo.

Pada 5/1/2016, Rombongan 5 pimpinan KPK melaksanakan kunjungan ke gedung Kejagung. Usai pertemuan tersebut, Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan tentang tudingan Evi Susanti (Istri Gatot) bahwa ia dituduh menerima uang 20 dolar AS. “Tanya saja ke KPK,” kata Prasetyo yang menjamin tuduhan itu bohong belaka. “Saya berani jamin 1000 persen itu (saksi-saksi) omong kosong,” ujarnya.

Pada 8/1/2016, tim Satgasus Tipkor Kejagung dilantik. Usai pelantikan, Prasetyo menjelaskan "ini adalah satu bentuk betapa Kejaksaan ingin berlomba memerangi tindak pidana korupsi karena memang dalam kenyataan yang kita saksikan betapa tindak pidana korupsi telah berkembang begitu meluas, masif, sistematis dan sangat menggurita," ujar Prasetyo.

Sejumlah pernyataannya dari berbagai media massa dan online yang penulis kutip langsung sedikit tidaknya mampu membuat kita melihat secara implisit dan eksplisit ada apa dibalik setiap pernyataannya. Ada apa di balik ungkapan tersirat dan tersurat yang terkandung di balik sejumlah pernyataan yang dapat penulis rangkum di atas?

Setidaknya kutipan-kutipan asli di atas membantu kita melihat apakah Prasetyo disinyalir terlibat sebagaimana disebut dalam beberapa bagian kutipan di atas, atau malah sebaliknya sedang bertarung melawan hegemoni jaringan Koruptor.

Perkembangan kasus Bansos Sumut kini masih bergulir. Efek penyidikan bola salju Bansos Sumut itu memantul dan bergelinding kesana kemari menggulung siapapun yang terlibat atau dituduh terlibat didalamnya sehingga efeknya membesar, semakin berat dan berpotensi pecah dengan sendirinya di saat tidak terduga.

Ditengah ancaman pecahnya bola salju kasus bansos Sumut, Prasetyo meski merasa telah lama tertekan ia tetap menjalankan tugas dan fungsinya dengan berusaha tenang. Untuk kasus besar 2016 ia dan lembaganya siap menggulirkan TUJUH kasus besar, yaitu :

  1. Kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial Sumatera Utara 2011-2013 yang kini sedang berproses dan ikut memfitnah dirinya, menurut Prasetyo.
  2. Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik. Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi.
  3. Perkara dugaan korupsi pembangunan Gardu Induk unit pembangkit wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN. Tersangka di dalam kasus ini termasuk Dahlan Iskan.
  4. Penjualan aset Badan Usaha Milik Daerah Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha. Kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Kasus ini juga melibatkan Dahlan Iskan saat menjabat Menteri BUMN.
  5. Kasus dugaan pidana penyalahgunaan hak tagih dan pengalihan yang dilakukan Victoria Securities. Prasetyo mengaku calon tersangka kasus Victoria ini berat sekali prosesnya karena ada oknum the unctouchable terlibat di dalamnya.
  6. Kasus "Papa Minta Saham" yang melibatkan Setya Novanto. Sejumlah alat bukti yang disebutkan Prasetyo sudah cukup kuat namun sampai kini kasus tersebut belum juga masuk kedalam tahap Penyidikan alias masih berkutat pada tahap penyelidikan.
  7. Perkara korupsi penggelapan aset PT Kereta Api Indonesia di Medan.

Meski baru menjabat Jaksa Agung pada 20 Nopember 2014 lalu, Berikut kita lihat sejumlah data kinerja atau prestasi Kejaksaan Agung sejak Januari 2015 hingga 30 Nopember 2015 yaitu : (1). Penyelamatan uang negara Rp274,8 miliar ditambah USD 8,1 juta. (2). Pemulihan keuanga negara Rp 632,7 miliar dari eksekusi uang rampasan dan uang pengganti. (3). Memasukkan dalam tahanan 87 terpidana dari berbagai tindak pidana. (4). Melakukan proses penyelidikan terhadap 1.538 kasus. Diantaranya 1.365 kasus masuk tahap penyidikan dan dari jumlah tersebut sebanyak 1.023 masuk dalam proses tuntutan.

Mungkin belum cukup untuk dijadikan ukuran jika mengingat jumlah kerugian negara yang berhasil dinikmati oleh koruptor atau dari berbagai tindak pidana lainnya yang dilakukan sejumlah terpidana. Akan tetapi hal itu setidaknya memberi ruang kepada kita untuk melihat sejauh apakah peran dan fungsi Praseyo sebagai Jaksa Agung menjalankan tugasnya.

Ia juga menyadari pada dasarnya tugasnya penuh risiko apalagi memberantas korupsi tantangannya sangat berat karena kemampuan koruptor sekarang jauh lebih hebat dalam melaksanakan aksinya secara tersetruktur dengan tingkat kerugian lebih besar. Selain ancaman tak jarang juga terdapat jebakan maut yang mempesona. Yang jelas para koruptor melakukan apa saja untuk menghalangi proses di Kejagung, 

"Tidak jarang para koruptor melakukan perlawanan balik. Banyak hal dilakukan para koruptor menghalangi, dengan rayuan dan godaan. Hendaknya tak mempengaruhi semangat berantas korupsi," ujarnya. Sumber : majalah-prosekutor.com

Reshuffle semakin mendekat. Akankah nasib Prasetyo diujung tanduk dan mungkin jatuh tersungkur dari jabatannya jika Presiden Jokowi menilai Prasetyo tidak memenuhi syarat untuk menjadi Jaksa Agung sejati.

Mampukah Prasetyo lolos dalam ujian terberatnya kali ini sehingga meneruskan jabatannya di gedung Bundar sambil menatap para terpidana satu per satu memenuhi ruang Hotel Prodeo yang semakin panas dan sumpek akibat tak mampu lagi merawat penghuninya dengan baik (kecuali bikin kamar sendiri atau membawa fasilitas masing-masing, hehehehhee..).

Mari kita saksikan saja apakah Presiden Jokowi termakan bisikan sponsor kekuatan tertentu ataukah mampu melihat profil Prasetyo secara jernih dan obyektif tanpa terpengaruh atas nama dan untuk kepentingan politik apapun yang berusaha menunggangi pemerintahannya termasuk (misalnya) kesepakatan terbaru dalam berkoalisi.

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun