Setidaknya kutipan-kutipan asli di atas membantu kita melihat apakah Prasetyo disinyalir terlibat sebagaimana disebut dalam beberapa bagian kutipan di atas, atau malah sebaliknya sedang bertarung melawan hegemoni jaringan Koruptor.
Perkembangan kasus Bansos Sumut kini masih bergulir. Efek penyidikan bola salju Bansos Sumut itu memantul dan bergelinding kesana kemari menggulung siapapun yang terlibat atau dituduh terlibat didalamnya sehingga efeknya membesar, semakin berat dan berpotensi pecah dengan sendirinya di saat tidak terduga.
Ditengah ancaman pecahnya bola salju kasus bansos Sumut, Prasetyo meski merasa telah lama tertekan ia tetap menjalankan tugas dan fungsinya dengan berusaha tenang. Untuk kasus besar 2016 ia dan lembaganya siap menggulirkan TUJUH kasus besar, yaitu :
- Kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial Sumatera Utara 2011-2013 yang kini sedang berproses dan ikut memfitnah dirinya, menurut Prasetyo.
- Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik. Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi.
- Perkara dugaan korupsi pembangunan Gardu Induk unit pembangkit wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN. Tersangka di dalam kasus ini termasuk Dahlan Iskan.
- Penjualan aset Badan Usaha Milik Daerah Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha. Kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Kasus ini juga melibatkan Dahlan Iskan saat menjabat Menteri BUMN.
- Kasus dugaan pidana penyalahgunaan hak tagih dan pengalihan yang dilakukan Victoria Securities. Prasetyo mengaku calon tersangka kasus Victoria ini berat sekali prosesnya karena ada oknum the unctouchable terlibat di dalamnya.
- Kasus "Papa Minta Saham" yang melibatkan Setya Novanto. Sejumlah alat bukti yang disebutkan Prasetyo sudah cukup kuat namun sampai kini kasus tersebut belum juga masuk kedalam tahap Penyidikan alias masih berkutat pada tahap penyelidikan.
- Perkara korupsi penggelapan aset PT Kereta Api Indonesia di Medan.
Meski baru menjabat Jaksa Agung pada 20 Nopember 2014 lalu, Berikut kita lihat sejumlah data kinerja atau prestasi Kejaksaan Agung sejak Januari 2015 hingga 30 Nopember 2015 yaitu : (1). Penyelamatan uang negara Rp274,8 miliar ditambah USD 8,1 juta. (2). Pemulihan keuanga negara Rp 632,7 miliar dari eksekusi uang rampasan dan uang pengganti. (3). Memasukkan dalam tahanan 87 terpidana dari berbagai tindak pidana. (4). Melakukan proses penyelidikan terhadap 1.538 kasus. Diantaranya 1.365 kasus masuk tahap penyidikan dan dari jumlah tersebut sebanyak 1.023 masuk dalam proses tuntutan.
Mungkin belum cukup untuk dijadikan ukuran jika mengingat jumlah kerugian negara yang berhasil dinikmati oleh koruptor atau dari berbagai tindak pidana lainnya yang dilakukan sejumlah terpidana. Akan tetapi hal itu setidaknya memberi ruang kepada kita untuk melihat sejauh apakah peran dan fungsi Praseyo sebagai Jaksa Agung menjalankan tugasnya.
Ia juga menyadari pada dasarnya tugasnya penuh risiko apalagi memberantas korupsi tantangannya sangat berat karena kemampuan koruptor sekarang jauh lebih hebat dalam melaksanakan aksinya secara tersetruktur dengan tingkat kerugian lebih besar. Selain ancaman tak jarang juga terdapat jebakan maut yang mempesona. Yang jelas para koruptor melakukan apa saja untuk menghalangi proses di Kejagung,
"Tidak jarang para koruptor melakukan perlawanan balik. Banyak hal dilakukan para koruptor menghalangi, dengan rayuan dan godaan. Hendaknya tak mempengaruhi semangat berantas korupsi," ujarnya. Sumber : majalah-prosekutor.com
Reshuffle semakin mendekat. Akankah nasib Prasetyo diujung tanduk dan mungkin jatuh tersungkur dari jabatannya jika Presiden Jokowi menilai Prasetyo tidak memenuhi syarat untuk menjadi Jaksa Agung sejati.
Mampukah Prasetyo lolos dalam ujian terberatnya kali ini sehingga meneruskan jabatannya di gedung Bundar sambil menatap para terpidana satu per satu memenuhi ruang Hotel Prodeo yang semakin panas dan sumpek akibat tak mampu lagi merawat penghuninya dengan baik (kecuali bikin kamar sendiri atau membawa fasilitas masing-masing, hehehehhee..).
Mari kita saksikan saja apakah Presiden Jokowi termakan bisikan sponsor kekuatan tertentu ataukah mampu melihat profil Prasetyo secara jernih dan obyektif tanpa terpengaruh atas nama dan untuk kepentingan politik apapun yang berusaha menunggangi pemerintahannya termasuk (misalnya) kesepakatan terbaru dalam berkoalisi.
Salam Kompasiana