Setelah diresmikan pada 10 Desember 1957 hingga saat ini (10/11/2015) Pertamina telah mencatat aneka sejarah panjang diantaranya adalah :
Pertamina "tempo doloe" sejak resmi menjadi BUMN pada 1957 dipimpin Ibnu Soetowo (1958-1975). Setelah Ibnu Sutowo lengser, jaman Orba, Pertamina naik daun (1976 -1998) dijabat berturut-turut oleh Piet Haryono, Joedo Soembono, AR Ramli, F Abda'oe, dan Soegianto.
Kemudian pada fase reformasi, Dirut Pertamina dijabat masing-masing oleh Martiono Hadianto (Presdir Newmont. Lalu digantikan Baihaki Hakim (dari Dirut Caltex). Kemudian diganti lagi oleh Ariffi Nawawi (Pertamina).
Pada masa Presiden SBY Dirut mengangkat Dirut Pertamina Widya Purna (Dirut Indosat) yang kemudian diganti oleh Ari H Soemarno (Dirut Petral). Ari mampu bertahan 3 tahun sebelum digantikan oleh Srikandi pertama Pertamina yakni Karen Agustiawan (Pertamina) yang akhirnya pada 1 Oktober 2014 memilih pensiun dan lebih tenang menjadi guru besar di Harvard Univesity Boston, AS.
Dwi Soetjipto (Dirut Semen Gresik) “ arek Suroboyo” yang memang lahir pada hari Pahlawan, yakni 10 Nopember 1955 kini menjadi punggawa terkini Pertamina saat BUMN ini mulai didera krisis atau mungkin mulai kritis akibat dipaksa dijangkiti berbagai “penyakit” turun temurun yang dideritanya mulai saat berdirinya hingga saat ini.
Tak kurang 13 Dirut telah datang dan pergi silih berganti dalam usia menjelang 64 tahun sejak dinobatkan menjadi BUMN pada 1957 silam. Selain menoreh banyak kontribusi besar dan berperan hebat dalam menopang perekonomian negeri ini, Pertamina juga kerap dirundung penyakit turun temurun yang mungkin disebut sangat kronis, yaitu :
- Sebagai lahan basah korupsi atau sapi perah untuk penguasa
- Sumber kolusi paling menggiurkan
- Tempat gentayangan mafia Migas (pihak dalam dan pihak luar Pertamina) hingga mampu menguasai sistem BUMN tersebut
- Setiap Dirut meninggalkan masalah masing-masing yang akhirya terkubur oleh hadirnya Dirut yang baru dengan persoalan yang baru kembali hingga persoalan Dirut yang lama tersapu oleh berlalunya zaman kepemimpinan masing-masing.
Contoh secara UMUM beberapa penyakit kronis dan turun temurun dapat dilihat pada kasus-kasus utama setiap mantan Dirut Pertamina berikut ini :
- Zaman Ibnu Soetowo. Pertamina sedang menikmati awalnya bom minyak era 1970-an. Pertamina menjadi andalan rezim Orba. Jabatan Dirut pertamina lebih begengsi dari jabatan Menteri. Masa ini terkenal dengan kasus uang simpanan Ibnu hingga Rp 90,48 pada 1970 yang belum dapat dibuktikan sampai kini . Ibu juga dituding terkait beberapa masalah dengan Pertamina yaitu obral murah stok minyak nasional. Menghamburkan uang untuk pesta pora di Eropa. Kebal hukum dan pemegang kartu truff dan rahasia para penguasa rezim Orba. Pertamina sendiri dinyatakan rugi sehesar US$ 10,5 miliar pada 1976 saat Ibnu lengser akibat tak mampu lagi dipertahankan rezim Orba. Pertamina diketahui menjadi sapi perah penguasa pada masa itu.
- Masa kepemimpinan Mayjen Piet Haryono, Mayjen AR Ramli dan Mayjen Joedo Soembono, Pertamina dikenal sarat KKN dengan pihak militer.
- Masa kepemimpian Faisal Abdaóe, Pertamina dicoba kembali menjadi sapi perah untuk kepentingan politik dan ekonomi penguasa. Salah satunya adalah persoalan rebutan pejualan Premix oleh beberapa perusahaan swasta milik taipan kakap Indonesia. Pada masa ini juga Dirut ini meminta Pertamina mengubah visi dan misinya agar dapat beradaptasi dengan persaingan global sehingga lebih terkenal produknya di luar negeri (Branded).
- Masa kepemimpinan Soegianto yang teramat singkat (Juni 1998 – Desember 1998) mulai tercium ada yang tak beres dengan Petral anak perusahaan Pertamina dalam hal pengadaan impor BBM.
- Masa kepemimpinan Baihaki adanya kasus penggelapan penjualan minyak illegal. Selain itu penjualan kapal tanker raksasa serta menggunakan jasa perusahaan asing sebagai finansial advisor dianggap menyalahi prosedur dan wewenangnya. Sumber :
- Masa kepemimpian Ari H Soemarno, kasus rebutan kekuasaan blok Cepu antara Exxon Mobil dengan Pertamina yang akhirnya dimenangkan Exxon Mobil. Selain itu, kasus PETRAL mulai tercium tentang adanya perlakuan emas terhadap salah satu anak emas perusahaan Pertamina tersebut.
- Masa kepemimpinan "Srikandi" Karen Agustiawan. Pertamina terkait banyak masalah terlibat tarik ulur kepentingan antara pemerintah dan Pertamina dalam beberapa hal, antara lain :
- Posisi SKK Migas
- Kementerian ESDM
- Kepetingan DPR
- Intervensi Harga BBM dan LPG
- Perananan Petral makin menjadi-jadi
- Masalah penjualan minyak mentah dan penyelundupan BBM ilegal
- Kelangkaan gas LPG dan lain-lain
- Kini, pada masa kepemimpinan Dwi Soetjipto. Seluruh penyakit kronis pada masa kepemimpinan sebelumnya sedang dihadapi dan diupayakan pemulihannya. Revolusi mental di tubuh Pertamina termasuk anak perusahaannya sedang dijalankan. Kelihatannya arek Suroboyo ini memang benar bermental baja seirama dengan konsep “bersih” dan efisiensi yang digalakkan pemerintahan Jokowi.
Di usia jelang 58 tahun, Pertamina telah berganti punggawa sebanyak 12 kali sebagaimana disebut di atas. Selain itu Pertamina telah berganti logo sebanyak 5 kali serta berganti berganti 5 kali nama perusahaan, yaitu :
- Perusahaan Minyak Republik Indonesia (PMRI sejak 1947). Perusahaan Tambang Minyak Nasional (TMN sejak 1948). PN Permigran (16 Juni 1957). PT Permina pada tanggal 10 Desember 1957. (Tanggal ini ditetapkan menjadi hari jadi Pertamina Status perusahaan diubah lagi menjadi Permigran berdasarkan UU No.44 tahun 1960). Pada tahun 1968 PN. Permina merger dengan PN. Pertamin dan berubah menjadi PN. Pertamina Berubah lagi menjadi PT Pertamina 17 September 1971
Atas dasar penjelasan di atas, pantas Pertamina banyak menghadapi masalah karena di dalam organisasi sendiri terdapat banyak celah yang dapat digunakan pengatur system kerjanya. Pertamina dipaksa bekerjasama dengan jaringan mafia yang tersebar dari hulu ke hilir.
Kini semakin terbuka maraknya aksi mafia menggerogoti Pertamina oleh Petral Energy Trading (Petral) Ltd salah satu anak perusahaannya sendiri. Petral menjadi anak manja atau sengaja diciptakan menjadi anak manja memegang peranan teselubung menggembosi induk perusahaannya sendiri beberapa dekade dalam peranannya sebagai Perta
Indikasi parahnya Petral ternyata telah terjadi beberapa dekade lalu akan tetapi ibarat perusahaan kebal hukum, Pertal pun melenggang tak tergoyahkan. Upaya pembersihan saat ini pun tidak mudah. Audit terhadap Petral yang baru masuk pada tahap permulaan (audit fornesik) tidak mudah, sangat kental dan jelas terlihat adanya beking dan upaya menghalng-halangi pemeriksaan terhadap Petral yang akan dibubarkan setelah habis menyedot kekayaan Pertamina sekaligus meninggalkan sisa ampas pada sumber daya alam negeri ini.
Upaya pembubaran Petral sudah didengungkan sejak awal 2015 hingga kini hanya mampu sebatas ancaman demi ancaman, "akan membubarkan" namun realisasinya hingga kini belum menjadi kenyataan.
Hari ini (Selasa 10/11) Dirketur Utama Pertamina mengatakan “Auditor forensik masih belum bisa menggali lebih jauh. Dan orang-orang internal Pertamina masih dalam posisi yang kurang kooperatif di masa audit ini. Kami akan melanjutkan penelitian lebih lanjut,” kata Dwi dalam konferensi pers. sumber : kompas.com
Ibarat belut beracun, Petral yang licin telah menggigit Menteri ESDM, Jero Wacik beberapa waktu lau. Staf khusus Kementerian ESDM mengakui perumpamaan itu. "Dari dulu saya mengibaratkan Petral kolam oli berisi belut berbisa," ujar Said di kantor Kementerian ESDM, Jumat (24/4/2015), katanya.
Petral juga dituding memainkan peran dalam pengaturan harga BBM sehingga harga BBM (subsidi) seharusnya bisa lebih ditekan menjadi harga yang berlaku pada saat ini.
Upaya pemindahan kantor Petral dari Hongkong ke Jakarta sejak 2014 lalu juga tidak membuahkan hasil sehingga issue pembubaran Petral dinilai banyak kalangan sebagai upaya sandiwara dan skenario mengulur-ngulur waktu.
Banyak temuan memperlihatkan mata rantai perdagangan BBM menjadi panjang akibat aksi tipu-tipu Petral dengan dalih mempercepat proses dan efisiensi pengadaan yang ternyata menambah mata rantai pengadaan misalnya dalam pengadaan minyak mentah Azeri dari Azerbaijan. Manipulasi pengadaan minyak melalui perusahaan pemerintah asing inilah salah satu dosa besar Petral.
Selain itu sorotoan betapa ganasnya Petral juga terlihat pada total penerimaan bos Petral setiap bulan mencapai US% 44 ribu atau sekitar 560 juta, sangat kontras dengan gaji bos pada induk perusahaannya sendiri sekitar Rp 200 juta perbulannya. Meski kesenjangan ini bukan merupakan salah satu pencetus kecemburuan akan tetapi hal ini memperlihatkan betapa mudahnya Petral mengalirkan dana ke perusahaan tersebut melalui penawaran pembelian minyak dari luar negeri ke Indonesia.
Petral menjadi sarang Mafia bukan rahasia umum lagi. Mantan Menteri ESDM sebelumnya, Dahlan Iskan tak kuasa membubarkan Petral karena terindikasi adanya cengkeraman kuat elit politik tanah air didalamnya yang justru terkesan membentiengi pertahanan Petral. Faisal Basri mengakui hal tersebut.
Selama 6 bulan bekerja sebagai Ketua Tim Reformasi Tata K jelola Minyak dan Gas Bumi, Faisal telah memberikan pada Presiden Jokowi daftar sejumlah nama mafia di dalam tubuh Petral dan keterkaitan nyata antara Petral dengan lembaga yang terkait dengannya selama ini misalnya SKK migas. "Ternyata ada kaitannya dengan SKK Migas juga. Jadi operasinya di SKK Migas dan hilir juga. Ini serahkan lah ke penegak hukum karena harus sesuai kaidah hukum yang berlaku. Kita bukan mengumbar sesuatu yang belum bisa ditanggungjawabkan. Jadi, kami memastikan bagaimana mafia tidak bergerak dengan leluasa lagi dengan memagari dan menguras 'akuarium',, katanya. Sumber : detik.com
Total kerugian negara akibat dosa Petral sangat mencengangkan. Hasil temuan sebuah menyebutkan angk fantastis yaitu 37 triliun dalam setahun. Jika angka tersebut diratakan selama beberaa dekade tahun Petral menjadi anak perusahaan Pertamina kalikan saja berapa keuntungan ilegal yang berhasil diraup. Peneliti senior Indonesia Economic Development Studies (IEDS) Nursalam Saranani mengatakan, kerugian negara akibat praktik sindikasi mafia migas minimal sebesar US$4,2 miliar atau Rp37 triliun per tahun. Sumber : eksplorasi.co
Tentu masih banyak lagi dosa-dosa Petral yang menjerumuskan Pertamina dari masa ke masa yang tidak dapat disebutkan satu persatu pada tulisan ini. Intinya keberadaan Pertamina memang menjadi sapi perah dari masa ke masa dan sejak era Reformasi bergulir dengan berbagai dalih dan tujuan mengefiensikan Pertamina tapi justru melilit Pertamina dengan gaya dan style atau modus baru dan membingungkan.
Menjelang sumber daya minyak nasional semakin berkurang dan semakin tergantung pada impor, dalam usianya jelang58 tahun Pertamina dan pemerintah baru menyadari adanya sesuatu yang tidak beres yang telah berlangusng secara sistematis dan massif dalam menggerogoti Pertamina sehingga berdampak merugikan negara dan bangsa Indonesia sendiri.
Meski rasanya sudah terlambat membubarkan Petral, akankah hadir kembali gurita baru dengan nama dan sistim yang tak kalah membuat bingung masayrakat dengan aneka istilah dan pembagian skema kerjasama yang hanya mereka sendiri yang tahu apa tujuan dan latar belakangnya.
Aksi tipu-tipu tidak cuma dilakukan Petral. Sejumlah mafia lainnya kerap menyelundupkan minyak mentah ke luar negeri seperti pengalaman yang dilihat sendiri oleh salah satu kompasianer, Teuku Bintang pada sebuah tulisan saya 2012 lalu di sini :Di Sini. Berikut komentarnya:
Pertamina tidak terkesan kaget atau terkejut dengan kondisi ini sebab Pertamina telah tahu dan merasakan tekanan jaringan mafia dan jaringan dalam pemerintah negara ini yang senantiasa memposisikan perusahaan tersebut sebagai sapi perah. Tak pernah sekalipun semangat reformasi untuk memperbaiki mental dalam tubuh Pertamina terjadi dan terlihat seperti saat ini saat Dwi Soetjipto. Meski pada saat cadangan minyak nasional nyaris semakin langka dan ketergantungan pada impor semakin besar.
Berapa sisa kandungan minyak di tanah air kita, tidak jelas berapa lagi jumlahnya. Yang jelas mengacu pada pandangan secara umum bahwa kandungan minyak secara nasional mulai terbatas baik untuk ekplorasi apalagi untuk dieksploitasi.
Elan Baintoro, Humas SKK Migas dalam sebuah pernyataannya pada sebuah acara Edukasi dan Media Gathering yang di Banjar Baru, di Kalimantan Timur akhir September 2015 lalu mengatakan cadangan minyak yang tersisa secara nasional hanya 3,7 miliar barel. Sebanyak 23 miliar barel telah terkuras di masa lalu.
Selain langka, sekarang lebih banyak kandungan air ketimbang minyak. “Dulu, antara tahun 1960 hingga 1977, saat perusahaan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) melakukan pengeboran, tingkat keberhasilannya sangat tinggi. 90 persen kita mendapatkan minyak dan 10 persennya air. Tapi sekarang, mulai tahun 1995 hingga 2013, kondisinya terbalik. 90 persen air, 10 persennya minyak,” jelas Elan. Sumber : kaltara.prokal
Memang masih ada potensi 43 miliar barel lagi akan tetapi mengingat tingkat kedalaman dan posisinya sangat jauh maka akan sangat sulit melakukan eksplorasi kandungan tersebut.
Inikah yang membuat Pertamina dan pemerintah sadar bahwa sesungguhnya Pertamina dengan segala kemampuan dan kelebihannya telah menjadi sapi perah berpuluh tahun lamanya. Ironisnya lagi justru diperas oleh anak perusahaannya sendiri dengan berbagai teknik dan skema tipu-tipu yang membingungkan.
Ironis sekali. Sapinya kurus bahkan sakitan sedangkan yang menikmati susunya gemuk bagaikan kelebihan kalori. Mari kita nantikan dan lihat aksi Pemerintah menyelamatkan Pertamina dengan sesungguhnya, realistis dan berkesinambungan.
abanggeutanyo
Sumber gambar ilustrasi : dok.abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H