Menjelang sumber daya minyak nasional semakin berkurang dan semakin tergantung pada impor, dalam usianya jelang58 tahun Pertamina dan pemerintah baru menyadari adanya sesuatu yang tidak beres yang telah berlangusng secara sistematis dan massif dalam menggerogoti Pertamina sehingga berdampak merugikan negara dan bangsa Indonesia sendiri.
Meski rasanya sudah terlambat membubarkan Petral, akankah hadir kembali gurita baru dengan nama dan sistim yang tak kalah membuat bingung masayrakat dengan aneka istilah dan pembagian skema kerjasama yang hanya mereka sendiri yang tahu apa tujuan dan latar belakangnya.
Aksi tipu-tipu tidak cuma dilakukan Petral. Sejumlah mafia lainnya kerap menyelundupkan minyak mentah ke luar negeri seperti pengalaman yang dilihat sendiri oleh salah satu kompasianer, Teuku Bintang pada sebuah tulisan saya 2012 lalu di sini :Di Sini. Berikut komentarnya:
Pertamina tidak terkesan kaget atau terkejut dengan kondisi ini sebab Pertamina telah tahu dan merasakan tekanan jaringan mafia dan jaringan dalam pemerintah negara ini yang senantiasa memposisikan perusahaan tersebut sebagai sapi perah. Tak pernah sekalipun semangat reformasi untuk memperbaiki mental dalam tubuh Pertamina terjadi dan terlihat seperti saat ini saat Dwi Soetjipto. Meski pada saat cadangan minyak nasional nyaris semakin langka dan ketergantungan pada impor semakin besar.
Berapa sisa kandungan minyak di tanah air kita, tidak jelas berapa lagi jumlahnya. Yang jelas mengacu pada pandangan secara umum bahwa kandungan minyak secara nasional mulai terbatas baik untuk ekplorasi apalagi untuk dieksploitasi.
Elan Baintoro, Humas SKK Migas dalam sebuah pernyataannya pada sebuah acara Edukasi dan Media Gathering yang di Banjar Baru, di Kalimantan Timur akhir September 2015 lalu mengatakan cadangan minyak yang tersisa secara nasional hanya 3,7 miliar barel. Sebanyak 23 miliar barel telah terkuras di masa lalu.
Selain langka, sekarang lebih banyak kandungan air ketimbang minyak. “Dulu, antara tahun 1960 hingga 1977, saat perusahaan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) melakukan pengeboran, tingkat keberhasilannya sangat tinggi. 90 persen kita mendapatkan minyak dan 10 persennya air. Tapi sekarang, mulai tahun 1995 hingga 2013, kondisinya terbalik. 90 persen air, 10 persennya minyak,” jelas Elan. Sumber : kaltara.prokal
Memang masih ada potensi 43 miliar barel lagi akan tetapi mengingat tingkat kedalaman dan posisinya sangat jauh maka akan sangat sulit melakukan eksplorasi kandungan tersebut.
Inikah yang membuat Pertamina dan pemerintah sadar bahwa sesungguhnya Pertamina dengan segala kemampuan dan kelebihannya telah menjadi sapi perah berpuluh tahun lamanya. Ironisnya lagi justru diperas oleh anak perusahaannya sendiri dengan berbagai teknik dan skema tipu-tipu yang membingungkan.
Ironis sekali. Sapinya kurus bahkan sakitan sedangkan yang menikmati susunya gemuk bagaikan kelebihan kalori. Mari kita nantikan dan lihat aksi Pemerintah menyelamatkan Pertamina dengan sesungguhnya, realistis dan berkesinambungan.