Upaya pembubaran Petral sudah didengungkan sejak awal 2015 hingga kini hanya mampu sebatas ancaman demi ancaman, "akan membubarkan" namun realisasinya hingga kini belum menjadi kenyataan.
Hari ini (Selasa 10/11) Dirketur Utama Pertamina mengatakan “Auditor forensik masih belum bisa menggali lebih jauh. Dan orang-orang internal Pertamina masih dalam posisi yang kurang kooperatif di masa audit ini. Kami akan melanjutkan penelitian lebih lanjut,” kata Dwi dalam konferensi pers. sumber : kompas.com
Ibarat belut beracun, Petral yang licin telah menggigit Menteri ESDM, Jero Wacik beberapa waktu lau. Staf khusus Kementerian ESDM mengakui perumpamaan itu. "Dari dulu saya mengibaratkan Petral kolam oli berisi belut berbisa," ujar Said di kantor Kementerian ESDM, Jumat (24/4/2015), katanya.
Petral juga dituding memainkan peran dalam pengaturan harga BBM sehingga harga BBM (subsidi) seharusnya bisa lebih ditekan menjadi harga yang berlaku pada saat ini.
Upaya pemindahan kantor Petral dari Hongkong ke Jakarta sejak 2014 lalu juga tidak membuahkan hasil sehingga issue pembubaran Petral dinilai banyak kalangan sebagai upaya sandiwara dan skenario mengulur-ngulur waktu.
Banyak temuan memperlihatkan mata rantai perdagangan BBM menjadi panjang akibat aksi tipu-tipu Petral dengan dalih mempercepat proses dan efisiensi pengadaan yang ternyata menambah mata rantai pengadaan misalnya dalam pengadaan minyak mentah Azeri dari Azerbaijan. Manipulasi pengadaan minyak melalui perusahaan pemerintah asing inilah salah satu dosa besar Petral.
Selain itu sorotoan betapa ganasnya Petral juga terlihat pada total penerimaan bos Petral setiap bulan mencapai US% 44 ribu atau sekitar 560 juta, sangat kontras dengan gaji bos pada induk perusahaannya sendiri sekitar Rp 200 juta perbulannya. Meski kesenjangan ini bukan merupakan salah satu pencetus kecemburuan akan tetapi hal ini memperlihatkan betapa mudahnya Petral mengalirkan dana ke perusahaan tersebut melalui penawaran pembelian minyak dari luar negeri ke Indonesia.
Petral menjadi sarang Mafia bukan rahasia umum lagi. Mantan Menteri ESDM sebelumnya, Dahlan Iskan tak kuasa membubarkan Petral karena terindikasi adanya cengkeraman kuat elit politik tanah air didalamnya yang justru terkesan membentiengi pertahanan Petral. Faisal Basri mengakui hal tersebut.
Selama 6 bulan bekerja sebagai Ketua Tim Reformasi Tata K jelola Minyak dan Gas Bumi, Faisal telah memberikan pada Presiden Jokowi daftar sejumlah nama mafia di dalam tubuh Petral dan keterkaitan nyata antara Petral dengan lembaga yang terkait dengannya selama ini misalnya SKK migas. "Ternyata ada kaitannya dengan SKK Migas juga. Jadi operasinya di SKK Migas dan hilir juga. Ini serahkan lah ke penegak hukum karena harus sesuai kaidah hukum yang berlaku. Kita bukan mengumbar sesuatu yang belum bisa ditanggungjawabkan. Jadi, kami memastikan bagaimana mafia tidak bergerak dengan leluasa lagi dengan memagari dan menguras 'akuarium',, katanya. Sumber : detik.com
Total kerugian negara akibat dosa Petral sangat mencengangkan. Hasil temuan sebuah menyebutkan angk fantastis yaitu 37 triliun dalam setahun. Jika angka tersebut diratakan selama beberaa dekade tahun Petral menjadi anak perusahaan Pertamina kalikan saja berapa keuntungan ilegal yang berhasil diraup. Peneliti senior Indonesia Economic Development Studies (IEDS) Nursalam Saranani mengatakan, kerugian negara akibat praktik sindikasi mafia migas minimal sebesar US$4,2 miliar atau Rp37 triliun per tahun. Sumber : eksplorasi.co
Tentu masih banyak lagi dosa-dosa Petral yang menjerumuskan Pertamina dari masa ke masa yang tidak dapat disebutkan satu persatu pada tulisan ini. Intinya keberadaan Pertamina memang menjadi sapi perah dari masa ke masa dan sejak era Reformasi bergulir dengan berbagai dalih dan tujuan mengefiensikan Pertamina tapi justru melilit Pertamina dengan gaya dan style atau modus baru dan membingungkan.