Apapun pendapat OCK, ia adalah tokoh ternama, lawyer kondang, tolok ukur kebenaran dan kesalahan dalam dunia pengacara dan hukum. Pernyataannya yang baik akan diapresiasi, sayangnya pernyataan terlalu vulgar menjurus mensubordinasikan salah satu lembaga penting di negeri ini sangatlah disayangkan.
Kini, sang lawyer kondang tak kuasa menahan tekanan KPK. Setelah kantornya digeledah ia pun diperiksa dan langsung ditetapkan sebagai tersangka bahkan langsung ditahan. Sebuah proses yang amat cepat dan mungkin "sewenang-wenang" dalam pengertian yang pernah ia lontarkan beberapa waktu lalu.
Aneka alasan yang disebut OCK dalam membela diri terasa tak mampu menahan amukan badai tornado yang menyapu habis isi rumah dan pribadi OCK. Sejumlah alasan yang dilontarkan pun semakin memperlihatkan OCK tidak sekelas reputasinya.
Salah satu alasan yang menggelikan adalah "Saya tidak mengizinkan anak buah saya ke Medan" atau "Saya tidak mengetahui ia berangkat ke Medan" adalah alasan sangat tidak berkelas, kontradiktif dengan kehebatannya selama ini. Orang awam pun dapat mencerna ada apa dibalik ungkapan (alasan) seperti itu.
Mungkin OCK merasa kebal dan mampu mengubah segala kondisi sesuai dengan keinginannya. Puluhan tahun bergelimang dalam perkara-perkara berat sedikit tidaknya membentuk sebuah sudut pandang tertentu dalam melihat lawan dan klien serta mitranya. Itu sebabnya mungkin tak sungkan melepas aneka lontaran kalimat yang terkesan menyudutkan KPK.
Tentu saja KPK melaksanakan eksekusi yang amat cepat terhadap OCK bukanlah akibat lontaran kalimat OCK di atas. KPK dipuja atau dicaci maki sekalipun tidak membuatnya memiliki penilaian khusus pada sesorang. KPK menjalankan tugasnya yang sah sesuai dengan peraturan dan tugas dan tanggung jawabnya. Kebetulan subyek yang melanggar norma-norma anti korupsi itu adalah lembaga yang dipimpin OCK maka tergeruslah sang lawyer kondang tersebut.
Pada usianya ke 72 tahun, singa jantan yang menguasai dunia pengacara tersebut seperti bergetar. Meski berusaha tersenyum tapi sorotan mata tak mampu menutup kegugupannya. Ia terpana seakan tak percaya hal ini terjadi pada dirinya. Ia seolah bermimpi tak yakin dengan kenyataan yang sedang dilaluinya.
Di manakah teman, rekan sejawat dan sejumlah klien termasuk para petinggi negara yang pernah dibela OCK selama ini? Di balik layar tentu mereka akan mendukung OCK minimal memberi semangat dan dukungan moral padanya. Paling tidak OCK akan mampu berpikir jernih dengan cara melakukan langkah-langkah penyelematan sesuai dengan sejumlah perkara yang diminta klien padanya selama ini.
Sejumlah langkah-langkah penyelematan tentu telah ada dalam kamus OCK dan kawan-kawan, misalnya melakukan langkah praperadilan atau lainnya yang hanya diketahui oleh OCK dan firmanya. Tentu saja OCK yang menjuluki dirinya pada sebuah bukunya dengan sebutan "Manusia Sejuta Perkara" akan mampu mengatasi persoalannya sendiri. Penulis yakin OCK akan kembali menemukan jati dirinya.
OCK juga pernah dilapor oleh Perhimpunan Advokat Seluruh Indonesia (PERADI) ke Polda Metro Jaya dalam kasus Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) gelombang IX, pada 27 Januari 2014. Saat itu OCK dituduh PERADI memalsukan tandatangan 37 peserta PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat). Sumber : OCK dilapor PERADI
Kisah OCK semoga memberi inspirasi pada sejumlah lawyer yang katanya kebal hukum. Jika pun benar ada Hak tersebut seyogyanya tidaklah membuat lawyer lupa daratan sehingga merasa dapat sesuka hati melakukan apa saja atau mengungkapkan apa saja.