Sebelum secara resmi diuncurkan pada 1 Juni 2015 (meski sudah dapat dijajal dua minggu sebelumnya) beberapa Kompasianer telah menayangkan aneka tulisan mengenai kelebihan dan kekurangan Kompasiana gaya baru. Beberapa kompasiane yang mendapat "undangan admin" melalui email untuk menjajalnya telah menulis aneka sumbang saran atas versi beta tersebut sebagaimana telah kita baca (simak) bersama.
Teringat sebuah kata yang lazim digunakan oleh orang Ambon dan Kupang (timor) dalam menggunakan kata ganti orang tunggal (misal saya) yaitu "beta" yang bermakna saya ata aku dan kata ganti orang jamak misal kita atau kami yaitu "beta orang" membuat penulis tertarik menggunakan kata tersebut karena berkaitan dengan penggunaan kata Beta pada Kompasiana versi terbaru yang telah menghentakkan penghuninya selama seminggu terakhir ini, yaitu Beta Kompasiana atau Kompasiana Beta dan ada yang menyebutnya Kompasiana versi Beta.
Istillah "Beta" dalam dunia perangkat lunak adalah sebuah istilah yang lazim digunaka oleh pengembang software (Software Developer) untuk meluncurkan sebuah produk yang masih dalam status pengembangan. Dengan peluncuran produk beta tesebut, pengembang mengharapkan koreksi-koreksi berupa fieedback yang akan disempurnakan pada produk terbarunya nanti dalam versi full version.
Berdasarkan hal itu, apa yang telah membuat Beta Kompasiana seolah-olah "terlalu" (talalu dalam istilah Ambon atau Kupang) terhadap penghuni apartemennya memang ada dasarnya. Beberapa diantaranya adalah :
- Sebuah produk tidak akan statis gayanya. Mengacu pada sistim informasi dan teknologi dunia maya, tuntutan perubahan adalah sesuatu yang wajar bahkan menjadi sebuah keharusan.
- Asset dan investasi yang telah dikeluarkan Kompasiana mungkin saja rentan didobrak oleh grombolan pengacau yang menyerang Kompasiana. Entah itu pasukan Hacker, Malware, Spyware, Spammer, Pishing, Snooping, Snifing, Spoofing atau apalah yang lainnya senantiasa mengintai sistim pertahanan data pada server Kompasiana. Belum lagi sejumlah tulisan milik Kompasiana (dari seluruh Kompasianer) begitu mudahnya ditautkan dengan melakukan copy dan ditempelkan ke laman pengguna di luar Kompasiana.
- Sebuah konsep yang modern atau modis tentu tetap bermutan faktor Cepat, Efektif dan Mudah yang harus melekat di dalamnya. Meski belum tentu efisien, tanpa ke tiga faktor tersebut maka sebuah produk baru, program baru, disain baru akan terasa kurang diminati. Meski dipaksakan harus dinikmati maka cepat atau lambat produk tersbut akan ditinggalkan. Kehilangan pelanggan (pengunjung) adalah malapetak terbesar yang sangat menghenatui jenis perusahaan apapun.
Akibat yang kita rasakan kini melebihi sejumlah pengalaman "Kehilangan Kompasiana" pada beberapa perubahan lalu. Tak kurang dari 5 kali peristiwa berubahnya tampilan dan sistem Kompasiana yang kita rasakan sejak resmi diluncurkan pada 22 Oktober 2008.
Bayangkan dalam 7 tahun tak kurang terjadi 5 kali (bahkan mungkin lebih) terjadinya peristiwa perubahan yang membuat penghuninya yang tinggal gratis melakukan protes, menjerit, ngambek sampai ada yang melarikan diri alias sporing dari apartemennya dan secara diam-diam ada yang terpaksa kembali lagi dengan nama dan gaya tamilan berbeda. Mengapa? Tak perlu diteruskan, hehehehe..
Kini, dalam perubahan yang ke sekian kali (jika bukan lima kali) penghuni apartemen lebih histeris. Menjelang peluncuran Beta version, lolongan minta tolong dibukakan kunci agar dapat masuk ke halamannya saja seolah tidak ada yang mendengar. Jangankan pintu halaman yang terlihat, teriakan minta menuju ke halaman itu pun tak terdengar, terasa tersapu oleh luasnya lam maya.
Berbagai perasaan sedih, kehilangan, kesepian di tengah keramaian dan raibnya teman akrab dan setia yang telah menemani hari-hari kompasianer telah banyak diutarakan dalam aneka tulisan Kompasianer. Salah satunya seperti yang digambarkan oleh bapak Tjiptadinata Efendi betapa kehilangannya beliau atas hilangnya Kompasiana beberapa saat, sehingga beliau mengingatkan kita mengambil hikmah positif atas peristiwa tersebut.
Salah satu kalimat yang paling mengguah penulis dari tulisan beliau (maaf izin kutip) adalah :
Pada saat itu ,kalau kita mau jujur pada diri sendiri (dan kita harus jujur) .kita sungguh sungguh merasa kehilangan,sesuatu yang sangat kita rindukan. Tak terpikirkan lagi oleh kita untuk mengomelin Kompasiana ,apalagi sampai mengritik. Satu satunya yang ada dibenak kita adalah :”Kenapa Kompasiana bisa jadi begini?” Tanya beliau, mewakili representasi kehilangan Kompasiana yang dialami oleh rekan lainnya.
Bapak Tjipta mungkin hanya beberapa saat mengalami peristiwa tersebut. Beberapa rekan lain di dalam dan dari luar negeri yang sempat berbalas pesan dalam inbox mengungkapkan betapa susahnya masuk ke halaman Kompasiana sejak dua minggu sebelum yang dirasakan bapak Tjipta.
Apa yang terjadi kini?
Sejumlah ketidak puasan dan kepuasan terlontar ke udara dari perut bumi. Bagaikan letusan gunung berapi yang mengeluarkan magma panas dan larva dingin, lontaran itu bermuatan kesan sebagai berikut :
- Kehilangan jumlah pembaca. Tidak bertambah jumlahnya tapi menurun bahkan menjadi tidak ada pembaca sangat berpeluang terjadi.
- Kehilangan daftar tulisan per katagori dan bulanan
- Kehilangan daftar balas komentar. Konten balas komentar dan jumlah komentar pada beberapa tulisan terdahulu belum terlihat (mungkin sedang dalam proses recovery).
- Kehilangan jumlah tulisan seperti yang penulis rasakan.
- Masuknya tulisan Kompasianer lain, seperti penulis rasakan.
- Ukuran gambar tulisan terlalu besar
- Ukuran font dan pewarnaan yang pucat pasi seperti kurang darah (mungkin karena masih baru, lama-lama juga akan bagus dan menarik).
- Pilihan penulisan model Visual tidak ada lagi, diganti dengan mode HTML. Hal ini membuat Kompasianer melek IT seperti penulis akan kelagapan dalam menulis dengan konsep atau gaya lama.
- Banyaknya space yang terbuang.
- Seluruh tulisan dalam dunia maya dengan url terdahulu kini lenyap tertelan luasnya alam maya. Padahal admin telah mengigatkan sebulan yang lalu, meminta Kompasianer mengawasi dan mem-back up tulisannya karena bisa berpotensi hilang dalam proses recovery.
- Kotak pesan yang mungkin berisi puluhan nomor telepon dan pesan dengan teman "seia sekata" sudah tidak ada lagi.
- Tampilan HL yang rumit dan kurang fokus. Dan masih banyak lagi magma pijar dan panas yang telontar ke udara yang nyaris tak sempat penulis sentuh dalam tulisan ini (karena terlalu panas, hehehehe).
Sejumlah lontaran magma panas di atas mungkin sebuah representasi kekecewaan sejumlah Kompasianer. Perasaan tidak puas tanpa merasa telah menjadi penghuni gratis sekian lama mebuat kesimpulan bernada melankolis, "keterlaluan" atau "Terlalu." Teganya dikau akibat sejumlah perasaan kehilangan di atas.
Bagi yang tak sempat melakukan print screen terakhir profil pribadinya akan semakin kecewa akibat kelalaiannya. Padahal admin secara implisit telah memberi kesempatan dan tanda-tanda agar (jika perlu) lakukan print screen terakhir profil kita, paling tidak sebagai kenangkenangan karena sebentar lagi sang teman itu akan lenyap ditelan oleh luasnya alam maya. Dan kita tidak akan dapat menemukannya lagi.
Sementara itu, lontaran larva dingin menyembur mendinginkan suasana dalam suasana haru biru. Beberapa diatnaranya adalah :
- Akses lebih cepat (meski log out juga lebih cepat, bahkan otomatis logout bekerja jika kita tidak menyentuhnya beberapa saat dari komputer atau seluler kita.
- Lebih praktis karena memberikan kesempatan yang setara pada aneka pilhan HL, TA dan Pilihan Editor.
- Anti lemot bin lelet karena (katanya) sistim ini menggunakan
- Sliding Article sebanyak 15 pilihan akan membuat pembaca dapat memilih leluasa HL mana yang paling pas (cocok).
- Rubrikasi semakin praktis dengan jumlah rubrik yang minimalis.
- Kompasianer akan terseleksi sendirinya oleh alam kompasiana.
- Dan lain-lain manfaat yang tidak dapat disebutkan satu per satu di ini.
Masihkan muncul perasaan Kompasiana beta bikin beta orang (kita orang) talalu? Sudahlah mari kita sonsong Kompasiana versi baru. Pengalaman ini penting (seperti kata pa Tjpta) agar ke depannya kita lebih sigap, bukan? Siapa tahu nanti akan muncul lagi Full Versioan Kompasiana yang membuat kita harus lebih sigap dan mengkritisinya sebagai sebuah hal yang wajar dan punya persiapan mem back up tulisan kita.
Sambil menanti proses recovery data kita semua (kompasianer) yang mungkin mencapai ribuan TeraByte jumlahnya ada kemungkinan sejumlah lontaran larva magma panas di atas menimbulkan kesan "Talalu" atau "Terlalu." Siapa tahu nanti ketika semuanya sudah selesai, kita akan senyum sendiri hingga terlupa beta kompasiana ternyata tidak bikin beta talalu. .
Namun demikian sebaiknya juga admin memperhatikan dan berupaya mengkomodir beberapa lontara larva panas di atas ya? Hehehehe..
Salam Beta Kompasiana
beta abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H