Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal dan Jawaban Pada Kertas Suara Caleg 2014

14 Februari 2014   01:36 Diperbarui: 30 April 2019   19:58 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa-rasanya sia-sia belaka usaha para caleg 2014 di seluruh Indonesia yang jumlahnya sampai 200 ribu caleg dari 2.471 daerah pemilihan (dapil) untuk memperebutkan jatah 19.699 kursi di seluruh dewan rakyat se Indonesia.

Hanya 9,5% saja peserta yang lolos menjadi anggota dewan rakyat, sisanya 90% lagi tak lebih hanya "penggembira" yang meramaikan blantika pesta demokrasi 2014 yang sebentar lagi pada 9 April 2014 akan teruji keberuntungannya.

Sejumlah usaha telah dikerahkan oleh 200 ribuan caleg dari 12 partai nasional dan 3 partai lokal (total 15 partai), mulai dari mengecat kendaraan mereka dengan atribut dan logo partai serta wajah caleg. Ada juga yang menempel baliho ukuran kecil dan besar di pinggir jalan. Bahkan tak tanggung-tanggung, jutaan pohon "menjerit" kesakitan dipaku disana-sini oleh gerombolan caleg yang tidak mampu lagi memilih dan memilah lokasi promosi yang strategis.

Meski KPU pada Desember 2013 lalu telah menetapkan kertas suara caleg 2014 tidak memuat gambar caleg, hal ini tidak berarti membuat caleg kehilangan akal atau langsung hilang kesadarannya. Mental baja caleg pantas ditiru. Lihatlah, semangat juang dan pantang menyerah yang mereka perlihatkan, larangan itu tak lebih hanya setetes debu di samudra yang luas.

Seolah tak mengenal beratnya liku-liku menarik simpati warga pemilih dan tidak menyadari politik pemerintah (KPU) mengatur strategi persaingan, para caleg tak patah arang atau melemah semangatnya mengikuti persaingan sampai menang hingga titik darah penghabisan.

Kini, menjelang perhelatan akbar tersebut dimulai, para caleg mulai tak nyenyak tidurnya, apalagi calon anggota dewan yang pernah merasakan manisnya menjadi anggota dewan, rasa-rasanya tak rela melepas begitu saja berjuta "kenangan indah" saat menjadi anggota dewan yang dihormati oleh masyarakat dari desa hingga kota.

Lebih-lebih lagi ketika melihat kertas suara pemilu caleg 2014 yang hanya memuat gambar partai, nomor urut caleg (sesuai urutan abjad nama caleg), dapat dibayangkan betapa terganggunya jadwal tidur sang caleg memikirkan dahsyatnya persaingan tersebut.

Surat suara caleg 2014 kini mirip dengan soal ujian yang meminta pemilih menentukan pilihan pada gambar parpol peserta pemilu. Seolah-olah pemilih diberi pertanyan  berikut : "Gambar parpol ini identik dengan nomor berapa atau siapa? Hayo jawab, lekas...!"

Kemudian pemilih yang latar belakang sosialnya dari  berbagai kalangan dan memiliki tekanan psikologis berbeda itu saat masuk ke bilik suara dengan jantung berdebar-debar (karena bingung mau milih siapa) lantas menutup matanya.

Beruntung posisinya kena ke nomor tertentu dari partai tertentu. Bagaimana jadinya jika paku itu mencoblos pada posisi yang tidak tepat, misalnya menembus diantara garis kolom dan baris sehingga membingungkan saksi saat perhitungan dilakukan.

Timbul pertengkaran? Mungkin saja, tapi tak cukup tersedia waktu untuk bertengkar karena kejadian seperti itu berulang-ulang dan terus terjadi sehingga pertengkaran pun berubah menjadi senyuman yang indah diantara para saksi yang awalnya tegang lalu secara otomatis merasa senasib dan sepenanggungan.

Para saksi pun semakin akrab saat menjaga kotak suara bermalam-malam dari desa hingga ke kecamatan. Kemudian di kecamatan kotak suara itu masih menginap lagi satu atau dua malam sebelum diantar ke Kabupaten, semakin akrablah mereka.

Kemungkinan lainnya adalah, karena terlalu banyak nama calon dan partai, pemilih ragu maka jadi lupa memilih nomor berapa dari partai apa. Lalu pemilih yang awalnya datang dengan senyuman memberi pesan seolah dialah penentu kemenangan seorang caleg, tiba-tiba ragu dan galau terlalu lama berada dalam bilik suara.

Ancang-ancang menusuk caleg dilakukan penuh keraguan, tusukan pun melenceng ke arah kanan dan agak paling bawah. Otomatis partai yang berada paling bawah yang tidak sekelas partai elite itu pun menuai suara demi suara dari pemilih seperti itu.

Jika kedua skema di atas terjadi di beberapa bilik suara di seluruh Indonesia, siapakah partai paling banyak mendulang suara 2014? Jelas partai yang posisinya paling kanan bagian bawah dan caleg yang paling beruntung adalah aleg yang berada di tengah-tengah dalam partai itu.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Pertama secara psikologi orang memegang sesuatu dengan tangan kanan. Setelah membuka lembaran surat suara latnas mata bergerak dari kiri ke kanan, jarang melihat atas dan bawah. Pada momentum tertentu, sejumlah kalangan pemilih yang berasal dari kalangan tertentu memilih cara cepat saja sehingga tidak mustahil menusuk posisi partai paling kanan dan anggota caleg yang berada di tengahnya.

Partai apakah itu? Tak penting, karena maksud dan tujuan tulisan ini adalah memperlihatkan sejumlah upaya setengah mati bahkan kamikaze caleg yang selama ini terlihat oleh kita untuk menang dalam pesta demokrasi itu akan sangat terasa sia-sianya.

Bisa jadi sangat banyak caleg yang gagal lolos menyalahkan posisi dan urutannya karena tak menang. Diantaranya banyak juga yang nantinya menyalahkan pemilih kenapa tak memilih dirinya.

Sebagian caleg yang gagal lainnya menyalahkan kertas suara yang mirip dengan soal pilihan berganda dalam ujian sehingga menilai tidak mencerminkan azas dan filosofi demokrasi karena tak memuat gambarnya. Mereka tak mengerti apa jadinya kertas suara itu jika memuat gambar caleg meski berukuran 3x4 mirip gambar KTP, akan selebar apakah kertas suara itu, bukan?

Tak heran, sejumlah pengamat sosial menilai jumlah caleg yang stres dan mengalami penyakit tekanan jiwa akan meningkat hebat setelah pemilu 2014. Diantara caleg yang gagal itu malah merasa sedang ikut ujian pilihan berganda setiap hari, setiap saat dan setiap ingat pada pesta yang sudah berlalu itu tapi terasa masih berlangsung.

Sambil tersenyum-senyum ia memilih nomornya sendiri, coblos berkali-kali pada nomor itu, seperti menjawab soal ujian dengan jawaban pilihan berganda.

Sebaiknya KPU atau pemerintah tidak sampai harus seperti itu, oleh karenanya jumlah parpol peserta pemilu ke depan selayaknya dibatasi atau dikurangi sehingga pemilih dapat melihat calonnya terlihat dengan jelas dan memudahkan mereka memilih pujaannya.

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun