Rasa-rasanya sia-sia belaka usaha para caleg 2014 di seluruh Indonesia yang jumlahnya sampai 200 ribu caleg dari 2.471 daerah pemilihan (dapil) untuk memperebutkan jatah 19.699 kursi di seluruh dewan rakyat se Indonesia.
Hanya 9,5% saja peserta yang lolos menjadi anggota dewan rakyat, sisanya 90% lagi tak lebih hanya "penggembira" yang meramaikan blantika pesta demokrasi 2014 yang sebentar lagi pada 9 April 2014 akan teruji keberuntungannya.
Sejumlah usaha telah dikerahkan oleh 200 ribuan caleg dari 12 partai nasional dan 3 partai lokal (total 15 partai), mulai dari mengecat kendaraan mereka dengan atribut dan logo partai serta wajah caleg. Ada juga yang menempel baliho ukuran kecil dan besar di pinggir jalan. Bahkan tak tanggung-tanggung, jutaan pohon "menjerit" kesakitan dipaku disana-sini oleh gerombolan caleg yang tidak mampu lagi memilih dan memilah lokasi promosi yang strategis.
Meski KPU pada Desember 2013 lalu telah menetapkan kertas suara caleg 2014 tidak memuat gambar caleg, hal ini tidak berarti membuat caleg kehilangan akal atau langsung hilang kesadarannya. Mental baja caleg pantas ditiru. Lihatlah, semangat juang dan pantang menyerah yang mereka perlihatkan, larangan itu tak lebih hanya setetes debu di samudra yang luas.
Seolah tak mengenal beratnya liku-liku menarik simpati warga pemilih dan tidak menyadari politik pemerintah (KPU) mengatur strategi persaingan, para caleg tak patah arang atau melemah semangatnya mengikuti persaingan sampai menang hingga titik darah penghabisan.
Kini, menjelang perhelatan akbar tersebut dimulai, para caleg mulai tak nyenyak tidurnya, apalagi calon anggota dewan yang pernah merasakan manisnya menjadi anggota dewan, rasa-rasanya tak rela melepas begitu saja berjuta "kenangan indah" saat menjadi anggota dewan yang dihormati oleh masyarakat dari desa hingga kota.
Lebih-lebih lagi ketika melihat kertas suara pemilu caleg 2014 yang hanya memuat gambar partai, nomor urut caleg (sesuai urutan abjad nama caleg), dapat dibayangkan betapa terganggunya jadwal tidur sang caleg memikirkan dahsyatnya persaingan tersebut.
Surat suara caleg 2014 kini mirip dengan soal ujian yang meminta pemilih menentukan pilihan pada gambar parpol peserta pemilu. Seolah-olah pemilih diberi pertanyan berikut : "Gambar parpol ini identik dengan nomor berapa atau siapa? Hayo jawab, lekas...!"
Kemudian pemilih yang latar belakang sosialnya dari berbagai kalangan dan memiliki tekanan psikologis berbeda itu saat masuk ke bilik suara dengan jantung berdebar-debar (karena bingung mau milih siapa) lantas menutup matanya.
Beruntung posisinya kena ke nomor tertentu dari partai tertentu. Bagaimana jadinya jika paku itu mencoblos pada posisi yang tidak tepat, misalnya menembus diantara garis kolom dan baris sehingga membingungkan saksi saat perhitungan dilakukan.
Timbul pertengkaran? Mungkin saja, tapi tak cukup tersedia waktu untuk bertengkar karena kejadian seperti itu berulang-ulang dan terus terjadi sehingga pertengkaran pun berubah menjadi senyuman yang indah diantara para saksi yang awalnya tegang lalu secara otomatis merasa senasib dan sepenanggungan.