Terjadinya kebakaran secara beruntun di beberapa depo dan kilang minyak di tanah air selama tiga tahun terakhir menimbulkan pertanyaan mendalam dan serius di kalangan masyarakat. Ironisnya, kebakaran demi kebakaran yang terus menerus terjadi itu momentumnya bersamaan dengan saat krisis BBM terjadi. Pada sisi lainnya kejadian demi kejadian itu terjadi ketika Pemerintah sedang mempertimbangkan dengan serius masalah Subsidi BBM.
Sebelum kita mencoba menelaah, kajian tentang hal ini ada 3 (tiga) benang merah yang melatar belakangi analisa ini, yaitu :
- Kebakaran kilang minyak dan depo tangki BBM sering terjadi saat krisis BBM sedang kita alami.
- Kebakaran depo BBM sering terjadi saat persolan subsidi BBM sedang dalam pembahasan dan terjadi tarik ulur kepentingan di berbagai lini pihak yang merasa menguasai bidang perminyakan di tanah air.
- Khusus kilang pengolahan IV Cilacap, ternyata dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir telah terjadi yang ke empat kalinya.
Meskipun terbakarnya tangki penyimpan BBM itu -salahs atunya- adalah tangki penyimpan Pertamax, kita mencatat bahwa terbakarnya Kilang Minyak Cilacap sudah sering kali terjadi. Dalam 3 tahun terakhir telah terjadi 4 kali kejadian, yaitu :
Kejadian pertama pada tanggal 9 Maret 2008 terbakar dan meledak saat pekerjaan perawatan alat pendingin dikerjakan. Selain kerugian material, dua orang pekerja tewas.
Kajadian ke dua pada tanggal 3 Juni 2009 saat terjadi kebocoran pipa di FOC (Fuel Oil Complex) II B.
Kejadian berikutnya pada tanggal 24 Januari 2010 ketika terjadi letupan besar di sekitar Tangki yang menimbulkan kobaran kecil dan berhasil dipadamkan.
Kejadian ke empat, terkini, 2 April 2011 pagi. Kebakaran terjadi di tangki T31.2 kilang RU IV Cilacap di kilang pengolahan Cilacap. Kabar terkini yang dipantau dari tage line di RCTI menyebutkan bahwa ke 4 (empat) tangki BBM tersebut telah terbakar. Kobaran api kilang minyak Cilacap dapat terlihat dari jarak 40 Km.
"Pertamina terus berusaha memadamkan api yang terjadi di salah satu tangki di kilang Cilacap. Kendala yang harus dihadapi adalah berubah-ubahnya arah angin sehingga api merambat ke tanki yang 31 T-3 yang berada di sebelahnya," jelas Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun, kepada seluruh wartawan tadi malam (2/4/2011.)
Harus diakui bahwa kilang dan depo minyak amat rentan dengan resiko kecelakaan berupa ledakan dan kebakaran. Mengelola industri dan pekerjaan di sektor ini memang seperti merawat sebuah bom ukuran raksasa. Harus kita akui memang pekerjaan ini beresiko dan rentan terhadap kecelakaan.
Beberapa kecelakaan berupa peristiwa ledakan dan kebakaran Depo dan Kilang Minyak di tanah air dalam 3 tahun terakhir adalah sebagai berikut :
- Pada tanggal 19 Januari 2009, tangki nomor 24 di Depo minyak Plumpang Jakarta Utara terbakar. Kerugian mencapai Rp.15 miliar. Pemicunya karena adanya gesekan di dalam tangki akibat adanya kaleng untuk mengukur sample minyak yang tertinggal di dalam tangki. Kenapa kaleng itu bisa tertinggal? Tidak mengerti kita pekerja profesional bisa seperti ini?
- Tanggal 16 Januari 2010, pukul 22.15 WIB (23.15 WIT) kilang minyak RU V Balikpapan terbakar.
- Pada tanggal 12 Februari 2009, gedung sekuriti di dalam arela berbahaya kilang minyak Balikpapan terbakar. Awal terbakarnya kantor Sekuriti di dalam komplek tersebut yang -dituduh- menjadi pemicu hingga kini masih dalam pertanyaan besar.
- Tanggal 2 September 2010. Tumpahan minyak akibat bocornya kilang minyak Montara di Laut celah Timur. Kerugian negara mencapai 22 triliun.
- Peristiwa terbakarnya kilang minyak di Cilacap dalam 3 tahun terakhir mencapai 4 kali. Khusus untuk kejadian di Cilacap ini menarik untuk kita kaji, ada apa sebetulnya yang terjadi di balik peristiwa di Cilacap dirangkai dengan kejadian lainnya di tanah air dalam 3 tahun terakhir.
Sangat wajar kita jadi bertanya, mengapa sering sekali sering terjadi resiko dan kecelakaan tersebut? Bahkan untuk kilang Minyak UP IV Cilacap telah terjadi 4 kali sejak tahun 2008 (belum termasuk sebelum tahun 2008, tidak ada catatannya -red). Oleh karena itu, timbul pertanyaan kita dalam beberapa hal tentang apa dan bagaimana sebenarnya Pertamina mengelola usahanya khususnya di Cilacap.
Mempertanyakan mekanisme SOP.
Apakah perusahaan milik negara setingkat pertamina ini tidak memiliki SOP dalam bidang pengamanan yang serius? Tidak mungkin bukan? Jika tidak mungkin, mengapa terus menerus terjadi?
Apakah ada yang membangkang terhadap SOP.
Mempertanyakan implementasi SOP oleh seluruh pelaksana dan pengawas di Pertamina. Persoalan di Pertamina sudah crowdite. Persaolan di BUMN selain masalah timbulnya kebakaran juga masalah distribusi dan ketersediaan BBM. Apakah ada petugas di berbagai level yang tidak mampu menjalankan SOP di tiap bagian sehingga apapun keputusan manajemen Pertamina dan pemerintah tidak mampu terlaksana secara konprehensif dan terintegral dari hulu hingga hlir (dari atas hingga ke level paling bawah?)
Apakah ada unsur anggap enteng?
Apakah ada petugas yang menganggap dirinya mampu dan bisa akan tetapi sesungguhnya mereka menganggap enteng pekerjaannya karena alasan sudah berpengalaman sehingga tidak ada pengawasan serius dari pengawasnya dan pengawas itu pun mendapat pengawasan lebih serius dari atasannya yang lebih tinggi?
Apakah petugas sudah bekerja dengan profesional mulai dari atas hingga bawah?
Apakah para direktur dan pimpinan Pertamina kebingungan dengan gemuknya organisasi dari hulu sampai hilir sehingga pengambilan keputusan dan pengarahan menjadi simpang siur dan lamban? Belum lagi fungsi pengawasan yang -katanya- termasuk kelas dunia menjadi tidak efektif terlaksana di setiap lini dan bagian dengan kompak?
Memang harus diakui ada SDM yang menjalankan tugas dpada posisinya dengan kurang profesional itu jumlahnya tidak signifikan. Artinya masih ada dan banyak yang yang profesional. Tapi apa jadinya ditingkat Direktur atau antar Direktur terjadi hal seperti ini, apakah tidak membingungkan lini di bawahnya kesannya dianggap kurang profesional?
Analisa Prakiraan Kejadian demi Kejadian Ledakan dan Kebakaran di Pertamina.
Apakah hal ini langsung berdampak kepada distribusi dan konsumsi BBM di pulau Jawa? Kita tahun bahwa Kilang minyak cilacap mampu mendistribusikan 60% kebutuhan BBM pulau jawa dalam sehari. Perlu diketahui bahwa kapasitas produksi dan engelohan di kilang IV Cilacap mencapai 348 ribu barel per hari.
Vice President Corporate Communication Pertamina Muhammad Harun menyatakan bahwa pasokan BBM pulau Jawa tidak akan terganggu. Tapi apakah mungkin menjamin dalam satu atau hari kemudian?
Apakah ada unsur sabotase untuk menganggu pulau Jawa yang selama ini BELUM terbiasa antrian panjang selama sebulan penuh akibat langkanya BBM di SPBU? Apa jadinya jika pulau Jawa terganggu seperti kota-kota provinsi lainnya di tanah air seperti Pontianak, Jayapura (Timika), Pekanbaru sebagaimana yang telah kita lihat beberapa waktu lalu, mereka mengalami krisis BBM dalam jangka panjang. Jika tidak ada unusur sabotase mengapa hal ini sering tejadi?
Persoalan terbakarnya kilang minyak Cilacap ini memang sangat serius. Peristiwa ini sampai menganggu jadwal liburan Dirut Pertaminan dan meninjau langsung lokasi kebarkaran. Selain itu mengundang Menko Perekonomian Hatta Rajasa memberi ultimatum bahwa api harus dapat dipadamkan hari ini. Ini memberi pesan dan signal khusus bahwa kejadian ini memang berpotensi menganggu perekonomian Nasional.
Akhirnya, jika kita kaitkan adanya Mafia yang bermain di balik semua ini agar distribusi BBM di pulau Jawa dan ketersediaan stok nasional menjadi terganggu dan akhirnya harga menjadi tinggi, pasti akan ada muncul pertanyaan balik dan jawaban yang seolah-olah menafikan kemungkinan ini. Padahal dalam dunia praktek mafia dan intelejen tidak ada yang tidak mungkin, semua serba mungkin meskipun perlu di analisa secara tenang dan mendalam. Tidak apriori apalagi menuding terlalu mengada-ngada kemungkinan tersebut.
Kita berharap kecelakaan demi kecelakaan di Pertamina dapat segera dibenahi. Tidak terlalu penting banyak pimpinan sehingga organisasi terlalu gemuk dan membingungkan tingkat koordinasi dan pengawasan menjadi kurang efektif pada tiap bagian.
Semoga ada pembaca dari kalangan Pertamina yang dapat membantu dan memberikan pencerahan apakah kita mendapat BUMN kebanggaan nasional kembali seperti dahulu, ketika Pertamina bertindak sangat efektif dan efisien dalam berbagai bidang, padahal organisasinya tidak terlalu gemuk. Misalnya pada jaman AR Ramli.
Salam Kompasiana
abanggeutayo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H