Atau sebaliknya, KPK menganalisa seluruh data dan informasi serta saksi saksi lalu memutuskan sejumlah Perwira Tinggi "semua pemilik rekening jumbo itu tersangka...!!!" Tentu tidak akan berlarut larut seperti ini jadinya.
Mungkin sebagian diantara kita yang berada diluar tidak mengetahui apa dan bagaimana sulitnya KPK dalam tekanan menghadapi masalah tersebut, diantaranya kemungkinan adalah :
- Tidak adanya ketua KPK yang definitif. Ironisnya pada masa ini sejumlah manuver KPK berjalan dengan baik termasuk memanggil Sri Mulyani dalam kasus Bailout Bank Century dan menahan Bachtiar Chamsah sebagai koruptor tersangka impor daging sapi.
- Adanya potensi perpecahan internal di dalam organisasi KPK yang sempat mencuat ke permukaan.
- Terlalu banyak front yang dihadapi KPK saat itu temasuk perseteruan hampir frontal KPK dan Polisi sehingga menimbulkan meme Cicak vs Buaya dalam aneka media sosial dan media massa.
- Masuknya beberapa unsur tertentu dalam tubuh KPK membuat lembaga itu kerap dirundung masalah internal sehingga mengurangi ketahanannya dalam mengembang dan mengungkap kasus.
- Potensi risiko atas kasus rekening gendut Polisi pasa saat itu terlalu besar sehingga para wakil ketua yang disebut sebagai pimpinan bersama KPK tidak ada yang berani mengambil risiko.
Masa Abraham Samad menjabat, mulai tejadi perubahan sejak 16 Desember 2011. Aneka terobosan internal dan eksternal dilakukan bersama wakil ketua. Soliditas dan efektifitas dalam bekerja semakin nyata dan terlihat. Ia pun tampil trengginas seolah tak khawatir risiko yang bakal menimpanya.
Integritas dan komitmen terlihat nyata dalam sejumlah ovensif terhadap tersangka, termasuk kasus rekening Jumbo meski agak sedikit aneh pada 13 Januari 2015 saat mengumumkan Komjen BG sebagai tersangka. Ekspresi dan sikap yang tidak biasanya seakan-akan memberi pesan sangat TERPAKSA mengumumkan status tersebut kepada masyarakat Indonesia.
Apapun latar belakang dan tujuannya bahkan risiko sekalipun, Abraham Samad telah berhasil memecahkan kebuntuan status quo rekening Jumbo milik perwira tinggi Polri, salah satunya yang paling disorot memang Komjen BG karena nilainya memang sangat amat spektakuler.
Strategi status quo atas rekening jumbo tersebut kini sudah terpatahkan. Status yang diharapkan cepat atau lambat akan tertutup rapat atau bahkan menguap seiring dengan berjalannya waktu ternyata meledak lima tahun kemudian. Ironisnya meledak saat nama Komjen BG itu sendiri akan dijadikan calon tunggal Kapolri.
Sangat memalukan memang, tak heran ratusan ribu Polisi setanah air menyeka air mata mereka tak sanggup rasanya diperlakukan demikian. Marwah dan wibawa terasa hambar dan hancur rasanya.
Tapi tak apalah, Polri bukan hanya milik seorang perwira apalagi jika oknum itu misalnya terbukti dilanda kasus melawan filosfi Polri itu sendiri. Polri milik masyarakat Indonesia ratusan juta jiwa.
Saatnya melepas status quo tersebut dan berbenah menyongosong masa depan lebih baik karena tantangan ke depan masih berat dan kewajiban makin tertantang dengan aneka bentuk ancaman keselamatan dan ketentraman dalam masyarakat.
Salam Kompasiana