Judul tulisan saya kali ini, saya kutip dari reaksi keheranan seorang kawan yang datang bertamu, setelah lama tak bersua.
Perbincangan saya dengannya, berlangsung santai di teras rumah saya yang bersahaja, pada salah satu kompleks perumahan di Berua Raya, Biringkanaya, Makassar.Â
Dimeriahkan sajian teh hangat dan kue berbahan singkong parut dibungkus daun pisang yang dikukus, dihidangkan hangat bersama parutan kelapa oleh isteri tercinta. Di Soppeng, di kampung saya, orang menyebutnya kue janda, entah kenapa disebut begitu.
Si kawan mengeluhkan situasi Covid yang makin sulit, kehidupan makin sempit, semua usaha yang dijalankan mengalami pailit, hutang yang membelit, membuat perut makin melilit, menahan sakit, karena bahan pangan sedikit, makanpun harus diirit-irit.
"Sekarang situasi benar-benar pahit, aktifitas kita dibatasi, mau bikin usaha apa saja rasanya sulit, Pak Haji." keluhnya.
"Sabar ki', hanya itu yang bisa kita lakukan dalam kondisi seperti ini, Pak." timpalku.
"Oiyye, dalam situasi yang sulit dan sempit ini, Pak Haji kelihatan santai sekali, sebenarnya Pak Haji kerja apa sekarang, kenapa santai sekali ki' dilihat?" tanyanya.
"Saya tetap menulis. Memang itu-ji kerjaanku dari dulu, menulis. Meskipun beberapa kali mencoba pekerjaan lain, tapi akhirnya saya selalu kembali menulis. Khan kita tau ji-to?" Jawabku.
"Iyye, saya tau, tapi saya heran, sebenarnya apa tujuan ta' bekerja menjadi penulis?"
"He he, itu namanya bertanya sekaligus menjawab sendiri pertanyaan. Iya benar tujuan saya ingin menjadi penulis dan jadi orang kaya, he he...."
"Haaaah...? Jadi penulis untuk jadi orang kaya...?? memangnya orang bisa kaya dengan menulis, Pak Haji..?" tanyanya keheranan.
Saya lalu menjelaskan panjang lebar, dan si kawan mendengarkannya dengan seksama. Saya sampaikan, bahwa siapa bilang penulis tidak bisa kaya.Â
Bahkan tidak ada penulis yang hidupnya miskin. Semua penulis pasti kaya. Â Baik kaya secara finansial, maupun kaya dalam hal yang lain. Karena kaya itu memiliki pengertian yang sangat luas.
Secara finansial, jelas penulis akan mendapatkan banyak uang. Apalagi bila dia menulis buku, dan mampu menjadi buku yang bestseller. Sebutlah beberapa di antaranya seperti, Andrea Hirata dan Habiburrahman El Shirazy, yang menjadi miliyader berkat buku yang mereka tulis.
Masih banyak penulis lain yang berhasil mendapatkan kekayaan yang luar biasa dari tulisan mereka. Asma Nadia, Hilman Hariwijaya, Cahyadi Takariawan, Bambang Trim dan lain lain, adalah sebagian kecil yang bisa saya sebutkan.
Sedangkan dalam arti luas, penulis kaya akan ilmu, kaya pengalaman dan wawasan serta kaya hati. Seorang penulis juga memiliki keluasan jiwa, dan tak pernah kehabisan ide dan gagasan yang siap dibagikan kepada semua orang.
Jadi bisa dikatakan, bahwa untuk menjadi penulis jadilah orang kaya terlebih dahulu. Artinya jadilah orang yang mampu dan mau berbagi.Â
Karena hanya orang kaya yang sanggup berbagi. Atau bila ingin kaya, maka jadilah penulis. Karena penulis memiliki jiwa yang lapang dan suka berbagi.
"Dan, pasti tidak ada yang membantah, bahwa seorang penulis pasti kaya wawasan, pengetahuan dan pengalamannya terus berkembang. Karena mereka dituntut untuk banyak membaca dan banyak mengamati semua keadaan." Kataku.
"Pak Haji benar, andai saya juga bisa menulis, saya juga mau seperti Pak Haji. Mungkin saya juga bisa santai, tidak gelisah menghadapi keadaan seperti ini," ujarnya.
"Sebenarnya semua orang bisa menulis, ini bukan mengada-ada. Buktinya kita semua bisa menulis status FB, menulis komentar di WA dan berbagai media sosial lainnya. Semua uneg-uneg, isi hati dan perasaan yang kita tuangkan di media sosial itu adalah bentuk tulisan. Itu artinya kita semua bisa menulis. Tinggal mau atau tidak." jawabku.
Terkadang hal yang menghambat seseorang untuk menulis, jutsru datang dari dalam diri mereka sendiri. Bukan karena ketiadaan fasilitas, atau karena kurangnya pengalaman, tetapi karena bisikan negatif dari dalam diri.
Jangankan mereka yang belum pernah menulis sama sekali, yang sudah terbiasa menulis pun masih sering terpengaruh dengan "suara-suara setan" dari dalam dirinya yang membisik dan membujuk agar "jangan menulis".
Beberapa contoh bisikan negatif dari dalam diri, yang sering melanda para penulis, antara lain :
-Nggak punya waktu,
-Banyak tugas lain yang menunggu diselesaikan
-Nggak punya bahan untuk ditulis
-Judul tulisanku jelek, garing, dan konyol
-Ngantuk, tidur dulu lah.
-Menulisnya nanti ajha
-Aku lelah, aku lapar, malas
-dan lain lain.
Musuh abadi seorang penulis, adalah dirinya sendiri. Musuh ini harus ditaklukkan dan ditundukkan. Sebab kalau tidak, maka semuanya akan berantakan. Rencana menulis hanya akan tinggal rencana yang tak pernah terlaksana.
Bagi Anda yang ingin menulis, atau yang telah aktif menulis, bersemangatlah dan jangan pernah berputus asa. Jangan pernah membiarkan dirimu takluk dan menyerah.Â
Ketahuilah, semua penulis awalnya juga menghadapi hal sama, seperti yang pernah Anda rasakan dan alami. Namun, mereka berhasil mengatasinya.
Mereka terus mengasah kemampuan, menajamkan imajinasi, memperbesar kekuatan dan semangat, melebarkan cakrawala dan wawasan dan sekarang mereka sanggup melahirkan  karya-karya yang luar biasa. Mereka benar-benar menjadi kaya yang sesungguhnya. Kaya finansial, kaya mental, kaya akal dan kaya spiritual.(Dg.Anas)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H