Media publik Indonesia saat ini sangat dikuasai oleh para Kapitalis dalam negeri dengan back up dari pihak luar. Pihak luar juga ada kepentingan politik didalam negeri Indonesia.Â
Malah para Kapitalis ini memiliki Partai yang dibiayai para Kapitalis di Indonesia. Jadi musuh bangsa Indonesia saat ini sedang berada didalam negeri dan diluar negeri. Selama berlangsungnya pemerintahan Joko Widodo-Jk, tidak ada sebuah pengawasan yang ketat terhadap berbagai intaian kepentingan asing dari pihak konspirasi kapitalis asing Barat (Zionisme) dan China (Komunisme).Â
Intelijen kita terlihat lebih mengutamakan pengintaian kepada bangsanya sendiri terutama menginteli kepada ummat Islam dan beberapa organisasi Islam. Artinya untuk kepentingan siapa BIN di biayai oleh uang rakyat Indonesia, akan tetapi ditujukan hanya untuk menginteli ummat Islam yang membiayai BIN.
Dengan fokus program pembangunan Infrastruktur yang belum terencana baik dengan AMDAL yang benar dan objektif dilakukan oleh kekuasaan Joko Widodo, permasalahan pembangunan ekonomi rakyat terabaikan.Â
Terbukti daya beli masyarakat semakin sangat lemah, sehingga mengganggu juga secara serius kepada industri kecil menengah yang mengandalkan pasar dalam negeri. Sedangkan kita sepakat bahwa ekonomi sector riil merupakan fundamental ekonomi Nasional dan terbukti ketika krisis ekonomi Indonesia pada 1997-2000 Â yang lalu. Â Â
Program pembangunan infrastruktur untuk jalan toll seharusnya dijalankan dengan konsep bertahap, tidak harus dipaksakan wajib selesai seluruhnya dalam periode kekuasaan (pencitraan).
Sangat nyata bahwa beban hutang yang harus ditanggulangi oleh Negara menjadi sangat berat kedepan. Hutang Indonesia saja saat ini sudah mencapai Rp.4.274,0 triliun dan 75% ditujukan untuk pembangunan infrastruktur akibatnya ekonomi riil menjadi terkendala.Â
Bahkan Dana Haji miliknya ummat Islam sudah dipakai dan dipinjam oleh kekuasaan Joko Widodo sebanyak Rp. 36,0 Triliun untuk pembangunan infrastruktur (entah kapan pengembaliannya). Padahal dana tersebut sangat dibutuhkan oleh ummat Islam Indonesia yang dikumpulkan kumulatif dari biaya Haji Nasional.
Sementara banyak pihak dikalangan pendukung kekuasaan yang memusuhi dan selalu intoleransi kepada ummat Islam, tapi dananya dipakai untuk mendukung kebutan infrastruktur. Â Â
Bank Indonesia (BI) melansir data terbaru mengenai posisi utang luar negeri Indonesia. Per Januari 2017, utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar USD 320,28 miliar atau setara dengan Rp 4.274 triliun (kurs hari ini). Angka utang ini naik cukup tinggi dibanding bulan sebelumnya atau Desember 2016 yang tercatat hanya USD 316,40 miliar.
Infrasruktur yang fokus dibangunkan oleh pemerintah saat ini, sebenarnya tidak terlalu signifikan untuk bisa membangun ekonomi rakyat. Infrastruktur yang dibangun pemerintah saat ini hanya untuk memfasilitasi kepentingan industri investasi asing yang sebenarnya investasi asing itu hanya memanfaatkan nilai tambah yang mereka bisa dapatkan untuk berinvestasi di Indonesia terutama mereka hanya memanfaatkan pasar no.4 dunia yang cukup besar didalam negeri Indonesia.Â
Jika Pemerintah belanja bahan bangunan infrastruktur, yang menikmatinya adalah para pengusaha besar dibidang bahan bangunan saja (semen, besi baja, pasir oleh pengusaha partai).
Memperhatikan sebuah tulisan di Kompasiana yang lama bertengger di posisi terpopuler, yang isi tulisan tersebut ingin menghancurkan sebuah partai, kalau diperhatikan tulisan itu hanya berbunyi sebagai pola surat kualitas cinta monyet yang isinya sedang mengungkap adanya uang mahar di Partai Gerindra berdasarkan ocehan La Nyalla di sebuah Pengadilan dan ocehan itu juga BELUM TENTU ADA KEBENARANNYA. Bisa jadi itu merupakan janji La Nyalla kepada Gerindra yang tidak bisa dipenuhi La Nyalla sendiri.Â
Artinya ocehan La Nyalla itu SESUNGGUHNYA SANGAT DIRAGUKAN KEBENARANNYA. Sekarang mari kita ungkap apakah PDIP bersih dan tidak ada sama sekali uang mahar di PDIP ? Untuk uang mahar, bisa berupa dukungan dana dari Kapitalis yang berpihak kepada Partai dengan kompensasi mendapatkan berbagai proyek APBN dan infrastruktur. Â Â
Menurut Habiburokhman, apa yang dikatakan mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla tidak berdasar. Terlebih, La Nyalla telah mengaku tidak memiliki bukti dan hanya menyatakan berani sumpah pocong.Â
"Masa Bawaslu mau menindak lanjuti sumpah pocong? Bawaslu harus bekerja secara profesional. Minimal ada alat bukti." Meski begitu, Habiburokhman mengatakan tetap setuju jika kasus ini diusut. Ia memastikan bahwa kasus ini akan terbukti tidak benar. Bagi dia, itu akan sangat menguntungkan bagi Partai Gerindra.
Banyak pemberitaan yang harus diungkap di beberapa media publik yang saat ini dikuasai para Kapitalis yang berpihak kepada ideologi tertentu. Seperti kasus penelantaran masyarakat Papua sebagaimana yang ditulis oleh Natalius Pigai aktifis HAM yang menyatakan banyaknya bayi meninggal di Papua dari kemungkinan adanya penyakit menular disana, akan tetapi tidak ada perhatian dan tindakan serius dari Pemerintah Pusat, sedangkan Pemerintah Daerah sangat tergantung dengan Pemerintah Pusat.
Perhatian yang minim dari Pemerintah Pusat terhadap Papua, bisa memicu percepatan disintegrasi dan ini sangat disukai oleh para musuh terselubung Indonesia yang ada didalam negeri dan luar negeri yang menginginkan Papua segera lepas dari NKRI karena mereka ketakutan dengan perkembang tumbuhan agama Islam di Papua.Â
Apakah politik pembusukan seperti ini sedang dijalankan oleh pihak tertentu didalam negeri atas konspirasi dengan pihak asing dan secara tidak sadar kekuasaan tidak mengetahuinya ? (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H